Cara Pencegahan, Penularan, Deteksi dan Penanggulangan HIV-AIDS (Diperuntukkan dalam Kegiatan Pelatihan Juru Sawer)

samudrabiru –   Kejadian kasus HIV-AIDS di Indonesia berdasarkan kelompok umur memiliki pola yang jelas. Kasus HIVAIDS yang dilaporkan sejak tahun 1987 sampai September 2014 terbanyak pada kelompok usia 20-29 tahun, diikuti kelompok usia 30-39 tahun, dan 40-49 tahun.

HIV-AIDS adalah penyakit menular berbahaya. Menurut Depkes tahun 2009, penularan HIV-AIDS dapat melalui penggunaan jarum suntik yang tidak steril, hubungan seks yang tidak aman, ibu yang HIV positif kepada bayinya dan transfusi darah.

Perilaku seks tidak aman antara lain melakukan hubungan seks berganti-ganti pasangan. Adanya perilaku seks tidak aman berkaitan dengan adanya faktor pembentuk perilaku tersebut. Teori Green (1981) menyatakan bahwa perilaku terbentuk karena adanya faktor predisposisi (predisposing factor), faktor pemungkin (enabling factor) dan faktor penguat (reinforcing factor).

Faktor predisposisi ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya. 

Faktor pemungkin mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat seperti, puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktek swasta. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan. 

Faktor penguat meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama dan para petugas kesehatan. Termasuk juga di sini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan.

Faktor predisposisi yang berkaitan dengan kejadian HIV-AIDS antara lain adalah pengetahuan dan sikap. Sesuai dengan teori adaptasi, pengetahuan yang baik setidaknya akan mendorong seseorang untuk bersikap dan berperilaku baik (Widodo, dkk, 2005).

Sistem Kesehatan Nasional menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat bertujuan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk berperilaku sehat, mampu mengatasi masalah kesehatan secara mandiri, berperan aktif dalam setiap pembangunan kesehatan, serta dapat menjadi penggerak dalam mewujudkan pembangunan berwawasan kesehatan. (Kepmenkes RI No. 1383 tahun 2005).

Potensi yang dimiliki masyarakat perlu digerakkan. Pemberdayaan masyarakat berbasis pada masyarakat dapat diartikan bahwa pembangunan kesehatan berbasis pada tata nilai perorangan, keluarga dan masyarakat sesuai dengan keragaman sosial budaya, kebutuhan permasalahan serta potensi masyarakat/modal sosial (Depkes RI, 2009).

Berkaitan dengan masih lestarinya adat sawer pada suku Sunda, maka perlu dipikirkan upaya pemanfaatan adat sawer ini sebagai media peningkatan pengetahuan masyarakat tentang HIV-AIDS. Upaya ini dilakukan dengan cara menyisipkan pesan-pesan kesehatan berkaitan HIV-AIDS sebagai bagian materi nasehat pada upacara adat sawer.

Materi tentang HIV-AIDS dapat disisipkan pada nasehat bidang ketuhanan dan nasehat bidang kemanusiaan. Dengan melakukan pelatihan kepada juru sawer, maka sangat besar peluang upacara adat sawer dapat dimanfaatkan sebagai media peningkatan pengetahuan.

 

Judul Buku : CARA PENCEGAHAN, PENULARAN, DETEKSI DAN PENANGGULANGAN HIV-AIDS (Diperuntukkan dalam Kegiatan Pelatihan Juru Sawer)

Penulis : Tati Ruhmawati, Irmawartini, dan Mimin Karmini
Penerbit : Samudra Biru
Cetakan : I Juni 2018
Dimensi : x + 48 hlm. ; 14,8 x 21 cm.
Harga : Rp