Kuliah Dasar Ulumul Hadis: Kajian Terminologis dan Metodologis

Samudrabiru – Hadis secara etomologis memiliki beberapa arti, diantaranya al-jadid yang berarti sesuatu yang baru, juga al-khabar yang yang berarti sesuatu kabar atau berita.

Sedangkan secara terminologis, hadis mempunyai definisi yang bermacam-macam tergantung sudut pandang ataupun perspektif ulama’ yang mengkaji hadis, hal ini disebabkan karena perbedaan objek tinjauan dan kajian masing-masing, yang tentu saja sesuai dengan disiplin ilmu yang dikajinya.

Hadis merupakan unsur terpenting dalam Islam, ia menempati kedudukan kedua setelah Al-Qur’an dari sumber-sumber hukum Islam. Dalam artian, jika suatu permasalahan maupun kasus yang terjadi di tengah masyarakat dan tidak ditemukan jawaban yang eksplisit dalam Al-Qur’an, maka seorang mujtahid harus merujuk kepada sumber yang kedua yaitu hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dalam prakteknya pun banyak kita temukan suatu permasalahan yang tidak ditemukan penjelasannya secara rinci di dalam Al-Qur’an dan hanya didapatkan ketentuannya di dalam hadis, hal ini disebabkan karena Al-Qur’an adalah kitab suci yang hanya memuat ketentuan-ketentuan umum, prinsip-prinsip dasar dan garis-garis besar suatu permasalahan, sedangkan penjelasan rincinya terdapat dalam hadis-hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam pertama yang bersifat global dan sebagian besar ayat-ayatnya menjelaskan prinsip-prinsip dasar, belum dapat dilaksanakan tanpa penjelasan dari hadis-hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka dari itu, hadist mempunyai fungsi yang sangat penting sebagai sumber ajaran Islam, termasuk dalam menjawab berbagai persoalan yang bersifat parsial yang tidak dijelaskan Al-Qur’an secara eksplisit.

Hadis qudsi secara etimologis merupakan bentuk mashdar (infinitiF) dari kata qadasa yang memiliki arti suci atau bersih. Hadis qudsi bisa disebut pula dengan hadis Ilahi ataupun hadis Rabbani, para ulama hadis menamai hadis tersebut dengan hadis qudsi sebagai bentuk penghormatan atasnya, lantaran sandaran hadis tersebut adalah Allah Swt, disebut hadis karena memang redaksinya disusun sendiri oleh Rasulullah Saw, dan disebut qudsi lantaran hadis ini datangnya dari Allah Swt yang Maha Suci.

Adapun persamaan dan Perbedaan Antara Hadis Qudsi dengan Hadis Nabawi. Hadis qudsi dengan hadis nabawi pada dasarnya mempunyai  kesamaan, yaitu sama-sama bersumber dari Allah. Sedangkan perbedaan antara hadis qudsi dengan hadis nabawi adalah dilihat dari segi penisbatannya, hadis qudsi dinisbatkan kepada Allah Swt, sedangkan hadis nabawi dinisbatkan kepada Rasulullah Saw. Oleh sebab itu salah satu indikator bahwa suatu hadis merupakan hadis qudsi adalah ketika terdapat redaksi.

Sunnah sebagai sumber kedua ajaran Islam setelah Al-Quran, mempunyai kedudukan serta kekuatan untuk ditaati serta mengikat umat Islam secara keseluruhan. Namun demikian, jika sunnah tidak difahami dengan metodologi dan pemahaman yang baik, tepat, serta komprehensif, maka akan dapat berpotensi menjerumuskan seseorang ke dalam kesalahan bahkan kesesatan.

Begitu juga halnya dalam memahami sunnah dengan pemahaman yang cenderung tekstual ataupun literal tanpa mempertimbangkan konteks maupun kondisi lainnya seperti aspek sosiologis, geografis, budaya, sebab (‘Illat) kronologis turunnya hadis, dan yang lainnya, justru terkadang tidak sejalan dengan ruh sunnah tersebut dan bertentangan dengan maksud dan tujuan sunnah itu sendiri.

Dalam buku ini mengkombinasikan antara kajian ilmu musthalah al-hadis (kajian terminologis) dengan ilmu thuruq fahmi al-hadis (kajian metodologi pemahaman hadis). Selain itu juga kajian tentang musthalah al-hadis, pembahasan tentang metode maupun cara memahami serta mengambil kesimpulan hukum (istinbath hukum) dari hadis-hadis Nabi.

Judul Buku :  Kuliah Dasar Ulumul Hadis: Kajian Terminologis dan Metodologis

Penulis : Fajar Rachmadhani, Lc., M.Hum.

Penerbit : Samudra Biru

Cetakan : I Januari 2019

Dimensi : viii + 144 hlm. ; 15 x 23 cm.

Harga : Rp