Desain Penelitian Tindakan Kelas

Samudrabiru – Ilmu pengetahuan adalah sekumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dan runtut melalui metode ilmiah. Metode ilmiah atau juga disebut metode penelitian adalah prosedur atau langkah-langkah sistematis dalam mendapatkan pengetahuan. Dengan kata lain metode ilmiah adalah cara memperoleh dan menyusun pengetahuan.

Beda pengetahuan dan ilmu pengetahuan terletak pada bahwasannya pengetahuan adalah bahan ilmu, dan baru bisa menjawab tentang mengapa suatu kenyataan atau kejadian. Jadi ilmu pengetahuan merupakan sekumpulan pengetahuan dalam bidang tertentu yang disusun secara sistematis, menggunakan metode keilmuan, dapat diajari, diajarkan dan memiliki nilai guna tertentu. Dengan demikian sehingga ilmu pengetahuan mengandung makna bahwa (1) ilmu pengetahuan bukan satu, melainkan banyak/plural, (2) bersifat terbuka (dapat dikritik), (3) berkaitan dalam memecahkan masalah (Suryana, 2010:5).

Dalam memahami ilmu pengetahuan, mempelajari sejarah ilmu pengetahuan itu sendiri juga merupakan hal penting, karena dengan mempelajari hal tersebut kita dapat mengetahui tahaptahap perkembangannya. Ilmu pengetahuan tidak langsung terbentuk begitu saja, tetapi melalui proses, melalui tahap-tahap atau periode-periode perkembangan.

Periode Pertama (abad 4 sebelum Masehi)

Perintisan illmu pengetahuan dimulai sekitar pada abad ke-4 sebelum Masehi, karena peninggalan-peninggalan yang menggambarkan ilmu pengetahuan diketemukan mulai abad ke-4 sebelum Masehi. Abad ke-4 sebelum Masehi merupakan abad terjadinya pergeseran dari persepsi mitos ke persepsi logos, dari dongeng-dongeng ke analisis rasional. Contoh persepsi mitos adalah pandangan yang beranggapan bahwa terjadinya peristiwa gempa bumi disebabkan dewa-dewa yang sedang murka/marah. Jadi pandangan tersebut tidak bersifat rasional, sebaliknya persepsi logos adalah pandangan yang bersifat rasional.

Dalam persepsi mitos, dunia atau kosmos dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan magis, mistis. Atau dengan kata lain, dunia dijelaskan oleh faktor-faktor luar (eksternal). Sedang  dalam persepsi rasional, dunia dianalisis dari faktor-faktor dalam (internal). Atau dengan kata lain, dunia dianalisis dengan argumentasi yang dapat diterima secara rasional atau akal sehat. Analisis rasional ini merupakan perintisan analisis secara ilmiah, tetapi belum dapat dikatakan ilmiah.

Pada periode ini tokoh yang terkenal adalah Aristoteles. Persepsi Aristoteles tentang dunia adalah bahwa dunia adalah ontologis atau ada (eksis). Sebelum Aristoteles dunia dipersepsikan tidak eksis, dunia hanya menumpang keberadaan dewa-dewa. Dunia bukan dunia reel, yang reel adalah dunia ide. Menurut Aristoteles, dunia merupakan substansi, dan ada hirarki substansi-substansi.

Substansi adalah sesuatu yang mandiri, dengan demikian dunia itu mandiri. Setiap substansi mempunyai struktur ontologis. Dalam struktur terdapat dua prinsip, yaitu: 1) Akt: menunjukkan prinsip kesempurnaan (realis); 2) Potensi: menunjukkan prinsip kemampuannya, kemungkinannya (relatif). Setiap benda sempurna dalam dirinya dan mempunyai kemungkinan untuk mempunyai kesempurnaan lain. Perubahan terjadi bila potensi berubah, dan perubahan tersebut direalisasikan.

Periode Kedua (abad 17 sesudah Masehi)

Pada periode yang kedua ini terjadi revolusi ilmu pengetahuan karena adanya perombakan total dalam cara berpikir. Apabila Aristoteles cara berpikirnya bersifat ontologis rasional, Gallileo (tokoh pada awal abad 17 sesudah Masehi) cara berpikirnya bersifat analisis yang dituangkan dalam bentuk kuantitatif atau matematis. Yang dimunculkan dalam berfikir ilmiah Aristoteles adalah berpikir tentang hakekat, jadi berpikir metafisis (apa yang berada di balik yang nampak atau apa yang berada di balik fenomena).

Abad 17 meninggalkan cara berpikir metafisik dan beralih ke elemen-elemen yang terdapat pada sutau benda, jadi tidak mempersoalkan hakikat. Cara berpikir abad 17 mengkonstruksi suatu model yaitu memasukkan unsur makro menjadi mikro, mengkonstruksi suatu model yang dapat diuji coba secara empiris, sehingga memerlukan adanya laboratorium. Selanjutnya apabila pada jaman Aristoteles ilmu pengetahuan bersifat ontologis, maka sejak abad 17 ilmu pengetahuan berpijak pada prinsip-prinsip yang kuat yaitu jelas dan terpilah-pilah (clearly and distinctly) serta disatu pihak berpikir pada kesadaran, dan pihak lain berpihak pada materi.

Prinsip jelas dan terpilah-pilah dapat dilihat dari pandangan Rene Descartes (1596-1650) dengan ungkapan yang terkenal yaitu Cogito Ergo Sum, yang artinya karena aku berpikir maka aku ada. Ungkapan Cogito Ergo Sum adalah sesuatu yang pasti, karena berpikir bukan merupakan khayalan. Suatu yang pasti adalah jelas dan terpilah-pilah. Menurut Descartes pengetahuan tentang sesuatu bukan hasil pengamatan melainkan hasil pemeriksaan rasio. Pengamatan merupakan hasil kerja dari indera (mata, telinga, hidung, dan lain sebagainya), oleh karena itu hasilnya kabur, karena ini sama dengan pengamatan binatang.

Untuk mencapai sesuatu yang pasti menurut Descartes kita harus meragukan apa yang kita amati dan kita ketahui sehari-hari. Pangkal pemikiran yang pasti menurut Descartes dikemukakan melalui keragu-raguan. Keragu-raguan menimbulkan kesadaran, kesadaran ini berada di samping materi. Prinsip ilmu pengetahuan satu pihak berpikir pada kesadaran dan pihak lain berpijak pada materi juga dapat dilihat dari pandangan Immanuel Kant (1724-1808). Menurut Immanuel Kant ilmu pengetahuan itu bukan merupakan pangalaman terhadap fakta, tetapi merupakan hasil konstruksi oleh rasio.

Agar dapat memahami pandangan Immanuel Kant tersebut, perlu terlebih dahulu mengenal pandangan rasionalisme dan empirisme. Rasionalisme mementingkan unsur-unsur apriori dalam pengenalan, berarti unsur-unsur yang terlepas dari segala pengalaman. Sedangkan empirisme menekankan unsur-unsur aposteriori yang berasal dari pengalaman. (setelah diketahui, dilihat, diselidiki, keadaan yg sebenarnya).

Menurut Immanuel Kant, baik rasionalisme maupun empirisme dua-duanya berat sebelah. Ia berusaha menjelaskan bahwa pengenalan manusia merupakan keterpaduan atau sintesa antara unsur-unsur apriori dengan unsur-unsur aposteriori (dalam Bertens, 1975). Oleh karena itu Kant berpendapat bahwa pengenalan berpusat pada subjek dan bukan pada objek. Sehingga dapat dikatakan menurut Kant ilmu pengetahuan bukan hasil pengalaman, tetapi hasil konstruksi oleh rasio. Inilah pandangan Rene Descartes dan Immanuel Kant yang menolak pandangan Aristoteles yang bersifat ontologis dan metafisis. Banyak tokoh lain yang meninggalkan pandangan Aristoteles, namun dalam buku ini cukup mengajukan dua tokoh tersebut, kiranya cukup untuk menggambarkan adanya pemikiran yang revolusioner dalam perkembangan ilmu pengetahuan.

Ilmu pengetahuan bukanlah kumpulan pengetahuan semesta alam atau kegiatan yang dapat dijadikan dasar bagi kegiatan yang lain, tetapi merupakan teori, prinsip, atau dalil yang berguna bagi pengembangan teori, prinsip, atau dalil lebih lanjut, atau dengan kata lain untuk menemukan teori, prinsip, atau dalil baru. Oleh karena itu ilmu pengetahuan dapat didefinisikan sebagai berikut:

Ilmu pengetahuan adalah rangkaian konsep dan kerangka konseptual yang saling berkaitan dan telah berkembang sebagai hasil percobaan dan pengamatan yang bermanfaat untuk percobaan lebih lanjut (Ziman J. dalam Qadir C.A., 1995). Pengertian percobaan di sini adalah pengkajian atau pengujian terhadap kerangka konseptual, ini dapat dilakukan dengan penelitian (pengamatan dan wawancara) atau dengan percobaan (eksperimen).

Selanjutnya John Ziman menjelaskan bahwa definisi tersebut memberi tekanan pada makna manfaat, mengapa? Kesahihan gagasan baru dan makna penemuan eksperimen baru atau juga penemuan penelitian baru (menurut penulis) akan diukur hasilnya yaitu hasil dalam kaitan dengan gagasan lain dan eksperimen lain. Dengan demikian ilmu pengetahuan tidak dipahami sebagai pencarian kepastian, melainkan sebagai penyelidikan yang berhasil hanya sampai pada tingkat yang bersinambungan.

Bila kita analisis lebih lanjut perlu dipertanyakan mengapa definisi ilmu pengetahuan di atas menekankan kemampuannya untuk menghasilkan percobaan baru, berarti juga menghasilkanpenelitian baru yang pada gilirannya menghasilkan teori baru dan seterusnya berlangsung tanpa berhenti. Mengapa ilmu pengetahuan tidak menekankan penerapannya? Seperti yang dilakukan para ahli fisika dan kimia yang hanya menekankan pada penerapannya yaitu dengan mempertanyakan bagaimana alam semesta dibentuk dan berfungsi? Bila hanya itu yang menjadi penekanan ilmu pengetahuan, maka apabila pertanyaan itu sudah terjawab, ilmu pengetahuan itu akan berhenti. Oleh karena itu, definisi ilmu pengetahuan tidak berorientasi pada penerapannya melainkan pada kemampuannya untuk menghasilkan percobaan baru atau penelitian baru, dan pada gilirannya menghasilkan teori baru.

Judul : Desain Penelitian Tindakan Kelas

Penulis : Mawardi, S.S.I., M.Pd.

Penerbit : Samudra Biru, Cetakan I, Februari 2019

Dimensi : xiv + 312 hlm. ; 14,8 x 21 cm.

Harga : Rp