Samudrabiru – Islam adalah agama paripurna, penutup seluruh agama-agama samawi. Sebagai agama terakhir, Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, dari urusan publik sampai urusan privat, dari persoalan negara hingga persoalan rumah tangga.
Salah satu urusan rumah tangga yang banyak dibincangkan dalam Alquran, Sunnah dan para ulama adalah terkait persoalan seks. Seks menjadi magnet yang tak pernah kehilangan daya tariknya untuk diperbincangkan dan menjadi sumber inspirasi para seniman dan budayawan. Seks juga menjadi sumber energi yang sangat dahsyat, ia mampu menggerakkan orang yang lemah maju ke medan perang dengan gagah berani, bak kesatria digdaya. Sebaliknya, seks mampu menjatuhkan para penguasa besar dunia dari kursi kekuasaannya dalam sekejap mata. Begitulah seks telah mengubah dan mempengaruhi kehidupan umat manusia sepanjang masa.
Kehidupan seks menjadi sangat penting dalam kehidupan dan keberlangsungan umat manusia di muka bumi. Sampai saat ini, seks masih merupakan satu-satunya cara normal untuk proses perkembangbiakan manusia. Meskipun kemajuan teknologi telah mampu menghasilkan bayi tabung dan clonning manusia, namun cara tersebut masih dipandang sebagai cara abnormal untuk mengembangbiakkan manusia. Mayoritas negara-negara di dunia masih menolak cara yang terakhir, karena dapat membahayakan kehidupan manusia itu sendiri. Oleh karena itu, setiap orang menginginkan pasangan hidup demi mengembangbiakkan keturunan. Agar hubungan seks sejalan dengan nafas Islam, harus dibingkai dengan norma-norma hukum dan etik.
Pengaturaan seks dalam Islam didasarkan pada norma utama, yaitu bahwa seks hanya dapat dilakukan dalam kerangka perkawinan yang sah. Tidak ada satupun agama samawi yang mentolerir hubungan seks di luar perkawinan yang sah. Sejak nabi Adam sampai sekarang, syari’at samawiyah tetap menjunjung tinggi norma hukum tersebut dan tidak pernah mengalami perubahan. Perbedaan hanya terjadi pada norma-norma ikutan, seperti kebolehan menikahi saudara sekandung beda kelahiran yang berlaku pada syari’at nabi Adam, dan dilarang pada syari’at nabi-nabi sesudahnya. Semua bentuk hubungan seksual yang keluar dari norma utama ini merupakan hubungan seks ilegal dan bagi pelakunya dikenakan saksi duniawi berupa hukuman rajam bagi yang sudah pernah menikah (muhshan), dan didera seratus kali bagi yang belum pernah menikah (ghairu muhshan). Sedang di akhirat, mereka diancam dengan hukuman yang sangat berat.
Seks juga merupakan kebutuhan biologis yang dijunjung tinggi oleh Islam. Karena itu, Islam tidak malu-malu membicarakannya, seperti Islam membicarakan kebutuhan biologis yang lain, seperti makan, minum, olah raga dan rekreasi. Manusia terdiri dari dua unsur, yaitu ruh dan jasad. Ruh, karena bersifat ruhani memerlukan kebutuhan yang bersifat spiritual, sedang jasad yang bersifat materi memerlukan kebutuhan yang bersifat materi pula. Namun, kedua unsur tersebut saling mempengaruhi. Ruh, tidak akan merasakan kebahagiaan apabila jasad ditimpa penyakit, demikian juga apabila ruhnya bermasalah, jasad akan ikut terganggu juga.
Seks yang bersifat biologis harus disalurkan secara wajar, kalau tidak, akan dapat mengganggu psikis seseorang. Demikian juga, apabila pemenuhan kebutuhan seks tidak dapat terpuaskan, maka akan terjadi kegelisahan dan kegundahan pada diri seseorang. Tersumbatnya hasrat seksual juga dapat mengganggu stabilitas mental seseorang. Oleh karena itu, secara biologis hasrat seksual mendapat perhatian besar dari Islam. Islam tidak melarang seks, sebab sesuai kodratnya, setiap manusia menyukai lawan jenis sebagai cara penyaluran hasrat seksual. Dari sini muncul ungkapan: Sex is not everything, but without sex everything is nothing.
Buku ini terinspirasi oleh fenomena kehidupan manusia modern yang makin banyak diwarnai berbagai bentuk penyimpangan seksual. Fenomena tersebut diduga sebagai akibat langsung dari maraknya peredaran film-film porno yang sangat mudah diakses melalui berbagai teknologi yang tersedia. Tayangan televisi, cerita-cerita seks, gambar-gambar yang mengeksplorasi kemolekan tubuh perempuan yang dapat dijumpai di berbagai media elektronik dan cetak.
Kemudian juga pergaulan laki-laki dan perempuan yang cenderung tidak terkontrol dan mengarah pada pergaulan bebas. Kekerasan seksual yang menimpa kaum perempuan dan sering sekali menyasar pada anak-anak yang masih suci juga menjadi pemandangan sehari-hari. Padahal sesungguhnya Islam telah memberikan tuntunan ahlak yang luhur terkait dengan ahlak pergaulan, baik di dalam maupun di luar rumah.
Di sisi lain, para orang tua mengalami kesulitan mendapatkan buku-buku terkait pendidikan seks menurut perspektif fikih. Buku-buku yang tersedia kebanyakan berbahasa asing, Arab atau Inggris, yang kurang dipahami oleh mayoritas umat Islam Indonesia. Dan kemudian hal inilah yang mendorong penulis membuat buku ini dengan tujuan agar orang tua dan masyarakat lebih memahami dalam mendidik anak mereka tentang seks menurut Perspektif Fikih.
Judul Buku : Pendidikan Seks Perspektif Fikih
Penulis : Dr. Suwarjin, MA
Penerbit : Samudra Biru
Cetakan : I November 2018
Dimensi : x + 166 hlm. ; 14 x 20 cm.
Harga : Rp