Lompatan Strategis China dalam Komunikasi Global

Samudrabiru – Globalisasi adalah wacana yang sudah berkembang sejak tiga dasawarsa yang lalu, bahkan mungkin lebih. Para pemikir terkemuka seperti Samuel P Huntington, Francis Fukuyama, hingga Alvin Toefler telah banyak membahas globalisasi sejak pertengahan abad 20. 

Para tokoh tersebut bersama para akademisi sosial lainnya telah meramalkan akan tiba sebuah zaman dimana bangsa-bangsa di dunia akan bersaing tanpa mengenal batasan ruang dan waktu. 

Bahkan sempat diramalkan oleh Toefler ketika zaman itu datang hanya organisasi/negara yang memiliki mental Komodo lah yang akan bertahan, bagi yang tidak bisa bertahan meski pun dia (organsiasi/negara) sebesar dinosaurus maka akan menemui kepunahan. Zaman itulah yang kita kenal dengan era globalisasi.

Memasuki abad ke-21 ramalan Huntington, Fukuyama, dan Toefler tentang Globalisasi tampaknya terbukti tepat, tidak hanya kedatangannya saja namun juga tentang fenomena, peluang dan ancaman yang ditawarkannya. 

Meminjam istilah yang digunakan oleh Thomas L Friedman pada tahun 2007 silam, globalisasi telah membuat bumi ini menjadi datar tanpa sekat ruang dan waktu, sehingga membuat siapa saja yang tidak siap dengan berbagai kemungkinan yang muncul akibat globalisasi akan tersingkir. 

Bahkan Alan Greenspan dalam bukunya yang diterbitkan pada tahun 2008 menyebut abad 21 sebagai abad prahara karena akan ada kehancuran ekonomi dunia secara besar-besaran disebabkan banyak Negara di dunia yang tidak dapat dengan cepat menyesuaikan diri terhadap perubahan. 

Melihat krisis ekonomi yang melanda Eropa, Amerika, dan beberapa Negara Asia yang berimbas pada banyak pihak, yang telah berlangsung beberapa tahun terakhir nampaknya apa yang dikhawatirkan oleh Greenspan benar-benar menjadi kenyataan. 

Intinya para pemikir dan akademisi dunia memiliki kesimpulan yang sama bahwa globalisasi hanya memberikan janji kenikmatannya pada mereka yang siap, sedangkan bagi mereka yang tidak siap cukuplah berpikir bagaimana agar tetap bisa melanjutkan hidup.

Kemudian muncul beberapa pertanyaan tentang bagaimana dengan Negara seperti Amerika Serikat (AS), sebagai Negara raksasa nampaknya mereka adalah salah satu Negara yang akan menikmati janji manis globalisasi. Tidak sedikit masyarakat dunia yang berkesimpulan seperti itu, namun ada beberapa pemikir dan futurology yang memiliki pandangan berbeda. 

Salah satu tokoh yang memilik pandangan yang berbeda adalah Robyn Meredith, pada tahun 2008 dia mengeluarkan pendapatnya dalam sebuah buku yang berjudul The Elephant and The Dragon bahwa AS bukanlah satu-satunya Negara yang akan menikmati janji manis globalisasi namun ada lagi sebuah Negara dari kawasan Asia yang akan menikmati efek globalisasi, Negara itu adalah China.

Bahkan pada tahun 2010 dalam bukunya yang berjudul China’s Mega Trends, John dan Dorris Naisbitt secara lebih terang-terangan menyebutkan bahwa China lah yang pada akhirnya menjadi satu-satunya Negara yang merasakan manisnya era global, di mana puncaknya akan terjadi pada tahun 2017 saat mereka (China) jauh meninggalkan AS pada tahun 2027, John Naisbit tidak secara sembarangan mengeluarkan pendapatnya, dia memandang bahwa China memiliki pilar-pilar pendukung yang tidak dimiliki oleh AS dan Negara-negara lainnya.

Singkat kata karena paparan para ahli itu lah penulis menggerakkan diri untuk menulis buku ini dengan harapan kita semua dapat segera sadar dan belajar dengan mengkaji langkah-langkah apa saja yang diambil oleh China, sebuah Negara yang didengung-dengungkan oleh para ahli akan muncul sebagai pemenang di era Global. (Dani Fadillah & Kumajaya, dalam pengantar bukunya)

Judul Buku : Lompatan Strategis China dalam Komunikasi Global
Penulis : Dani Fadillah & Kumajaya
Penerbit : Samudra Biru
Cetakan : I Mei 2017
Dimensi : viii + 90 hlm. ; 16 x 24 cm
Harga : Rp