Buku ini mengemukakan kajian tentang fenomena ketidaksopanan di dalam dunia kerja dengan menyajikan pembahasan era disruptif. Ketidaksopanan dalam dunia kerja sering disandingkan dengan intensi resign, kelelahan emosi, dan jarak kekuasaan. Secara naratif analitis, pemaparan dalam buku ini menyajikan fakta perilaku ketidaksopanan di tempat kerja yang dilakukan oleh rekan termasuk atasan, maupun pelanggan pada enam hotel bintang tiga yang tersebar di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi.

Ketidaksopanan sebagai pemantik dari pelecehan verbal, fisik, bahkan seksual bukanlah hal yang tabu bagi beberapa individu. Hal ini sejalan dengan trend perilaku ketidaksopanan (incivility) yang dinormalisasi melalui tayangan pendek di media sosial. Ketidaksopanan mulai menganggu lingkungan sosial, termasuk lingkungan pekerjaan. Jika hal ini tidak ditangani secara serius, maka ketidaksopanan dapat dianggap wajar, padahal hal itu merupakan suatu hal yang tidak lazim dan merugikan karyawan.
Gambaran ketidaksopanan di dunia kerja tersebut secara alami berdampak pada niat berpindah kerja karyawan baik secara langsung, mau pun melalui peran mediasi kelelahan emosional dan keterikatan pekerjaan, serta pengaruh perilaku ketidaksopanan di tempat kerja terhadap kelelahan emosional maupun keterikatan pekerjaan ketika nilai budaya jarak kekuasaan, termasuk relasi kuasa.

Dalam mengkaji fenomena ketidaksopanan yang menimpa karyawan, penulis mengintegrasikan perspektif human capital, social exchange, conservation of resources (COR), attribution, job demands-resources, dan cultural dimensions. Multi perspektif tersebut dijadikan alat untuk mengkaji pengaruh ketidaksopanan di tempat kerja terhadap kelelahan emosional, keterikatan pekerjaan, dan niat berpindah kerja.

Berdasarkan sejumlah analisa, penulis mengusulkan kelelahan emosional dan keterikatan pekerjaan sebagai mediator dalam pengaruh ketidaksopanan di tempat kerja. Pada gilirannya, hal tersebut memotivasi karyawan untuk memiliki intensi berpindah disebabkan peran jarak kekuasaan, kelelahan emosional, dan keterikatan pekerjaan. Buku ini merupakan hasil riset penulis yang melibatkan 607 karyawan garda depan enam hotel bintang tiga di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi. Melalui teknik probability random sampling, penulis menyeleksi 242 responden di enam hotel bintang tiga di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi. 

Berdasarkan hasil analisa, penulis menemukan bahwa fenomena ketidaksopanan di tempat kerja secara signifikan mempengaruhi niat berpindah kerja, kelelahan emosional, dan keterikatan pekerjaan. Buku ini menegaskan bahwa bahwa ketidaksopanan di tempat kerja adalah prediktor niat berpindah kerja dengan efek positif tertinggi. Selain itu, kelelahan emosional dan keterikatan kerja juga berdampak signifikan terhadap niat berpindah kerja dan memediasi pengaruh ketidaksopanan di tempat kerja terhadap niat berpindah kerja. 

Hasil analisa uji moderasi juga menunjukkan bahwa pengaruh ketidaksopanan di tempat kerja pada kelelahan emosional lebih kuat pada jarak kekuasaan yang tinggi. Namun, jarak kekuasaan
tersebut tidak memoderasi pengaruh ketidaksopanan di tempat kerja terhadap keterikatan pekerjaan.
Pemahaman mengenai fenomena ketidaksopanan di dunia kerja berimplikasi pada pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) perusahaan.