Politik Pendidikan: Esai-Esai tentang Gerakan Literasi Pelajar, Pendidikan, dan Politik

samudrabiru – Kebijakan pendidikan merupakan produk dari kebijakan politik dari sebuah rezim kekuasaan. Salah satu contoh yang paling kentara adalah terkait dengan perubahan kebijakan kurikulum. Rezim kekuasaan selalu ingin mengontrol kurikulum sesuai dengan kepentingan ideologi kelompok yang sedang berkuasa. Ketika ganti kekuasaan, maka akan berganti pula kurikulum.

Melalui pendidikan politik diharapkan kaum muda menjadi subjek kritis dalam proses kehidupan demokrasi. Kaum muda bukan hanya menjadi objek politik, tapi menjadi subjek kritis yang ikut mempengaruhi dinamika politik kebangsaan.

Membaca esai-esai saudara Moh. Mudzakkir ini seperti napak tilas perjalanan aktivisme kaum muda yang melek bacaan (literated)—upaya pengilmuan yang jelas kentara sekali dalam diskursus merawat dan mengembangkan organisasi pelajar Muhammadiyah.

Nalar kritis, bangunan etis, dan fondasi intelektualisme yang mewujud dari konseptualisasi yang sangat memadai dari ontologi gerakan, epistimologi, dan aksiologi. Upaya menjadikan gerakan praksis sebagai suatu organisasi kepemudaan tentu saja tidak mudah, namun jelas itu telah diupayakan bersama yang direkam dengan apik oleh penulis buku kumpulan esai berserak ini.

Tulisan dimulai dari tradisi literasi atau intelektualisme dalam Islam menunjukkan fondasi epistimologinya sangat dibentuk oleh nilai-nilai Alquran, sekaligus, mengapresiasi secara etis apa yang telah menjadi ruh gerakan IRM atau IPM: gerakan iqro’ sebagai model gerakan ilmu untuk mewujudkan pelajar yang menjunjung tinggi agama Islam untuk masyarakat utama.

Masyarakat utama dalam konteks pelajar dipahami sebagai situasi kehidupan yang terbentuk oleh nalar kritis-transformatif dan secara politik adalah otonom, mandiri, dan berdaulat. Itulah serangkaian idealitas serta cita-cita yang telah menjadi motivasi kuat pelajar Muhammadiyah sepuluh tahun lalu. Bisa jadi sampai kini. Bagian satu tema literasi ini jelas menunjukkan relevansinya dengan gerakan literasi yang juga dibangun oleh IPM hari ini.

Mansour Fakih sebagai tokoh utama dan sentral yang memasukkan ide-ide kritis dalam gerakan pelajar Muhammadiyah jelas menjadi panutan di dalam mengkritisi keadaan negara yang semakin neolib.

“Pemikiran civil society akhir-akhir ini kembali ditinjau ulang, misalnya oleh Mansour Fakih. Menurutnya, konsepsi ini telah dikooptasi dan menjadi kepanjangan tangan rezim globalisasi dengan neo-liberalisme sebagai ideologi yang menggerakkan di belakangnya.

Menurut Fakih (2002), proses globalisasi neoliberalisme telah mengambil dan menggunakan gagasan civil society dengan tujuan menjinakkan gerakan perlawanan rakyat dan gerakan organisasi non-pemerintah (ornop) untuk menerima global governance, yakni relasi negara, pasar, dan rakyat model neo-liberal. Padahal konsep civil society, meminjam James C.

Scott (2000), dipakai sebagai weapon of the weak (senjata kaum marjinal dan tertindas) dalam mempertahankan hak-hak asasi manusia (HAM) mereka, bukan justru menjadi penopang argumentasi kaum neo-liberal”.

 

Judul Buku : Politik Pendidikan: Esai-Esai tentang Gerakan Literasi Pelajar, Pendidikan, dan Politik
Penulis : Moh. Mudzakkir
Penerbit : Samudra Biru
Cetakan: I, September 2018
Dimensi: xviii + 164 hlm. ; 16 x 24 cm.
Harga : Rp