Memaknai Tradisi: Antologi Feature Mahasiswa PBSI 2015

Samudrabiru – Pernahkah Anda mencicipi soto Kudus? Soto khas daerah Pantai Utara (Pantura) Jawa itu berisikan daging kerbau, bukan daging sapi—apalagi daging ayam. Lalu, Anda akan bertanya lagi mengapa daging kerbau? Terhadap pertanyaan ini, saya sodorkan sedikit informasi yang saya peroleh dari istri saya yang asli dari Kudus. 

Katanya, dulu Mbah Sunan (Sunan Kudus) memilih memotong kerbau saat Iduladha daripada memotong sapi. Hal itu, katanya, sebagai wujud toleransi umat Islam terhadap umat Hindu yang menganggap sapi sebagai binatang suci.

Barangkali, di benak Mbah Sunan terbayang jika umat Islam memotong sapi saat Iduladha, maka hubungan antarumat beragama, khususnya umat Hindu, akan retak. Guna mengantisipasi hal tersebut, Mbah Sunan mengajak umat Islam di Kudus saat itu untuk memotong kerbau saat Iduladha. 

Barangkali pula, ihwal memotong kerbau saat Iduladha itu bertali-temali dengan soto Kudus yang berisikan daging kerbau, bukan daging sapi itu.
Fakta sejarah dan budaya di atas itu, sepatutnya diketahui oleh wartawan yang hendak menulis berita sebagai karya jurnalistik. 

Feature merupakan salah satu karya jurnalistik yang saat ini banyak dimuat di media massa cetak di Tanah Air. Jika sempat membeli koran edisi Minggu di kios koran atau dari pedagang eceran di perempatan jalan, Anda akan jumpai berita-berita feature berlimpah ruah. 

Mulai dari feature pendamping berita, feature perjalanan, feature kuliner khas, hingga feature profil tokoh atau komunitas daerah.

Feature-feature itu, sekurang-kurangnya, pernah dibaca dan diapresiasi oleh mahasiswa peserta mata kuliah Penulisan Feature Kelas D. Melalui proses membaca feature itu, kelak para mahasiswa memiliki pengetahuan yang cukup tentang feature berikut fiturfitur bahasanya. 

Dengan demikian, para mahasiswa seolah juga belajar melihat, mendengar, dan merasakan apa yang dilakukan oleh para wartawan saat melakukan reportase di lapangan.

Kata seorang wartawan senior kita, Luwi Ishwara, “Wartawan yang baik adalah yang terjun langsung ke tempat kejadian sebagai pengamat pertama.” Kata-kata ini akan terasa pas ketika Anda menyimak cerita dari Ernest Hemingway, sastrawan dunia kesohor itu. 

Ernest Hemingway memulai karier sebagai penulis dengan menjadi wartawan The Toronto Star. Suatu ketika ia diundang menghadiri konferensi pers oleh Benito Mussolini. Bersama dengan wartawan-wartawan lain, ia diantar ke ruang kerjanya. Mereka mendapati diktator Italia itu sedang asyik memperhatikan sebuah buku.

Sementara para wartawan lain menunggu, Hemingway berjinjit mendekati Mussolini untuk melihat buku apa yang sedang ia baca. “Kamus Perancis-Inggris yang dipegang terbalik,” demikian tulis Hemingway kemudian dalam berita korannya. 

Tulisan-tulisan feature di buku Memaknai Tradisi ini dihasilkan oleh para mahasiswa peserta mata kuliah Penulisan Feature Kelas D T.A. 2016/2017. Terlepas dari kekurangan yang ada, saya kira kita tetap perlu mengapresiasi terbitnya buku ini. 

Hadirnya buku antologi ini kelak dapat menjadi jejak-langkah awal untuk memulai berkarya bagi para mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia itu. Tak ada yang tak mungkin jika mereka tekun belajar dan menulis, kelak 10 atau 20 tahun ke depan, nama-nama mereka akan menghiasi lembar-lembar media massa di Tanah Air. Insyaallah…

Dan, saya sebagai dosen mereka hanya bisa tersenyum sambil menyeruput kopi susu Kapal Api ditemani singkong goreng di teras rumah saya. Duhai Rabb Mahakasih, semoga impian saya ini dapat Engkau wujudkan, amin. Insyaallah…
Selamat dan salam kreatif!

Judul Buku : Memaknai Tradisi: Antologi Feature Mahasiswa PBSI 2015
Penulis : Andriyadi Yuda Wibawa, dkk
Penerbit : Samudra Biru
Cetakan : I Agustus 2017
Dimensi : xii + 150 hlm, 14 x 20 cm
Harga : Rp50,000