Kinerja Tugas (Task Performance) Dosen Perspektif Manajemen Organisasi

Samudrabiru –Sebagian besar perguruan tinggi di Indonesia baik negeri maupun swasta termasuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) akhir-akhir ini intens memposisikan diri untuk bisa bersaing dalam kancah global, mulai dari tingkat lokal, regional hingga pada level internasional dengan obsesi menjadi perguruan tinggi bergengsi (world class university (WCU)). Keinginan besar ini mengemuka di kalangan intelektual dan pengelola akademisi dengan dalih agar dapat bersaing dengan kampus-kampus kelas dunia sekaligus menghasilkan lulusan yang dapat bersaing dengan lulusan dari negara-negara maju di dunia internasional.

Selera tinggi ini secara tidak langsung menjelma dalam pandangan yang terkesan latah sebagai dampak sosiologis dari perkembangan peradaban modern di era perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi atau paling tidak sebagai keniscayaan satu-satunya cara untuk dapat bertahan dan berkompetisi di tengah globalisasi.

Obsesi menjadi perguruan tinggi berkelas dunia (world class university) juga dicanangkan sebagian pengelola Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) untuk menunjukkan dan membuktikan bahwa Perguruan Tinggi Islam di Indonesia mampu menghasilkan sistem pendidikan yang diakui oleh dunia Internasional. Namun, untuk mencapai hal tersebut tentunya bukanlah suatu hal yang mudah, tetapi bukan pula sesuatu yang mustahil. Diperlukan kerja keras, kerja cerdas, dan kerja ikhlas untuk memulai, menjalani, melakukan supervisi, dan perbaikan yang terus menerus serta evaluasi. Untuk mendapatkan pengakuan ini, PTKIN harus terus meningkatkan kualitas dan daya saingnya agar mampu menyamai bahkan melampaui pencapaian dari universitas-universitas unggulan di Eropa dan Amerika, seperti Harvard, Oxford, dan Indiana. Selain harus berkompetisi positif dengan perguruan tinggi umum terkemuka di dalam Negeri dan tingkat regional ASEAN dan Asia.

Pencapaian obsesi menjadi PTKIN berkelas dunia tentunya diharapkan bukan sekadar ilusi dan asesoris dalam konten visi-misi lembaga, akan tetapi butuh aksi nyata semua komponen lembaga pendidikan karena setidaknya ada lima komponen yang perlu diperhatikan dan selama ini menjadi tolok ukur, yaitu: akademik/pendidikan, reputasi di bidang penelitian, kerja sama internasional, rasio mahasiswa dan dosen internasional, serta industry income.

Sementara itu menurut studi Levin, Jeong dan Ou (2006) menyebut beberapa tolok ukur skala pengakuan internasional world class university sebagai berikut: (1) keunggulan penelitian (excellence in research), antara lain ditunjukkan dengan kualitas penelitian, produktivitas dan kreativitas penelitian, publikasi hasil penelitian, banyaknya lembaga donor yang bersedia membantu penelitian, adanya hak paten, dan sejenisnya; (2) kebebasan akademik dan atmosfer kegembiraan intelektual; (3) pengelolaan diri yang kuat (self-management); (4) fasilitas dan pendanaan yang cukup memadai, termasuk berkolaborasi dengan lembaga internasional; (5) keanekaragaman (diversity), antara lain kampus harus inklusif terdahap berbagai ranah sosial yang berbeda dari mahasiswa, termasuk keragaman ranah keilmuan; (6) internasionalisasi, misal internasionalisasi program dengan meningkatkan pertukaran mahasiswa, masuknya mahasiswa internasional atau asing, internasionalisasi kurikulum, koneksi internasional dengan lembaga lain (kampus dan perusahaan di seluruh dunia) untuk mendirikan program berkelas dunia; (7) kepemimpinan yang demokratis, yaitu dengan kompetisi terbuka antar dosen dan mahasiswa, juga kolaborasi dengan konstituen eksternal; (8) penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK); (9) kualitas pembelajaran dalam perkuliahan; (10) koneksi dengan masyarakat atau kebutuhan komunitas, (11) kolaborasi internal kampus.

Dengan beberapa tolok ukur yang telah digambarkan di atas berimplikasikan bahwa tuntutan dan tantangan PTKIN dalam upaya membawa diri menjadi perguruan tinggi unggul, benefit, idola atau memiliki reputasi internasional tidaklah semudah yang dibayangkan. Tujuan ini membutuhkan komitmen, kerja keras, partisipasi, dukungan, doa, dll dari semua pihak dan komponen akademik, terutama dosen sebagai pelaku (agent) pembaharu yang siap mempertaruhkan mutu akademik bukan hanya sekadar promosi belaka.

Mutu (quality) akademik yang dipertaruhkan menjadi tanggung jawab bersama, bukan hanya tugas pimpinan selaku manajer. Akan tetapi dosen dengan kapabilitas dan kapasitasnya seharusnya mampu melakukan aktivitas akademi untuk mempriotaskan mutu yang ditunjukkan melalui kinerja tugas (task performance) yang baik. Kapasitas dosen dalam hal ini menjadi pilar utama dalam sebuah institusi pendidikan tinggi karena kinerja tugas sebagai bukti nyata dari keaktifan serta kreativitas yang direalisasikan dalam keseharian menjalani kehidupan akademik di kampus. Kapasitas dosen dalam hal ini dipandang sebagai sosok inspirator, sebagai tenaga pendidik serta mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan tinggi yang diangkat sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan.

Menurut undang-undang RI nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pasal 39 ayat 2 menyebutkan bahwa dosen merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat. Sementara itu secara eksplisit eksistensi dosen dinyatakan dalam undang-undang nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, bahwa dosen sebagai pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentrans-formasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Oleh sebab itu, dosen dituntut untuk memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan kompetensi profesional.

Dalam konteks ini, peran dosen dapat diibaratkan sebagai agent atau penggerak berbagai hal yang terkait dengan aktivitas akademis di kampus. Artinya, dengan kapabilitas dan kreativitas yang dimiliki oleh para dosen yang kemudian diaplikasikan dalam kinerja tugas secara tidak langsung berimplikasi kepada image lembaga yang menaunginya. Tidak sedikit perguruan tinggi menjadi terkenal karena kualitas dan kapasitas para dosen yang mampu mengaktualisasikan diri dalam kinerja tugasnya.

Dengan kata lain, dosen berperan mutlak dalam menentukan mutu pendidikan dan lulusan yang dilahirkan dari sebuah perguruan tinggi. Artinya, jika para dosennya dalam menunaikan tugas berhasil mewujudkan kinerja tugas dengan mutu tinggi, maka secara tidak langsung berpengaruh pada proses pelaksanaan akademik yang berkualitas sehingga secara otomatis berimbas pada meningkatnya mutu lulusan serta grade perguruan tinggi itu sendiri.

Begitu pula sebaliknya, sebaik apapun program pendidikan yang dicanangkan, bila tidak didukung oleh potensi dan kapabilitas para dosen berkualitas dan berdedikasi tinggi, maka akan berakhir pada kinerja tugas yang jauh dari harapan (jauh ikan dari panggang) sehingga dapat mempengaruhi image lembaga pendidikan yang menaunginya karena tidak mampu membidangi lahirnya lulusan yang bermutu dan bernilai jual.

Dengan demikian jelas bahwa tugas dan fungsi dosen sangat vital dalam kegiatan akademik karena sebagai tenaga pendidik diharapkan memiliki kepedulian dan keterlibatan kerja dalam upaya meningkatkan kualitas melalui pengaktualisasikan fungsi dan tugasnya dalam format kinerja tugas di kampus. Melalui penanaman perilaku demikian, terutama dalam melaksanakan tupoksinya, para dosen memiliki tingkat keterikatan emosional dan dedikasi terhadap pekerjaannya dan lembaga tempat mengabdi. Begitu juga dengan fluktuasi tinggi rendahnya sikap keterlibatan diri para dosen akan tergantung pada faktor penggerak yaitu budaya organisasi, kepemimpinan, dan working life.

Salah satu instrumen jitu sebagai upaya menjembatani perwujudan dosen yang berkualitas dan profesional di bidangnya, yaitu melalui implementasi peningkatan-peningkatan kinerja tugas, antara lain: (1) melakukan tugas pengajaran dan pengelolaan perkuliahan yang baik dan dinamis; (2) aktif melakukan pengembangan kualitas diri, melalui seminar, lokakarya, penataran dan pendidikan, serta pelatihan; (3) dikembangkannya strategi atas dasar konsep dan peranan kepemimpinan yang baik melalui pembinaan dosen secara intensif; (4) penghargaan patut diterima dosen melalui pemberian insentif yang layak bagi dosen karena prestasi dan dedikasi, begitu juga sebaliknya perlu memberikan punishment atau sanksi bagi dosen yang tidak disiplin.

Berbagai aktivitas akademik dari semua komponen dharma yang telah disebutkan diatas mempunyai tujuan untuk mewujudkan penyelenggaraan pembelajaran yang sesuai dengan prinsip-prinsip profesionalitas dalam rangka memenuhi standar mutu pendidikan tinggi sebagaimana yang telah digariskan dalam regulasi pendidikan nasional. Mengingat pentingnya kedudukan peran dan fungsi dosen dalam menyukseskan visi pendidikan nasional secara komprehensif. Para dosen sepatutnya segera aktif, inovatif, dan kreatif dalam mewujudkan kinerja tugas yang baik. Dalam perilaku kerja dosen diperlukan adanya budaya organisasi yang baik, keterikatan dalam melaksanakan tugas kepemimpinan kerja yang solid, dan kepercayaan (trust) yang terbina secara harmonis.

Dalam konteks ini tentunya kinerja tugas dosen menentukan kualitas pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi sebagaimana yang ditunjukkan dalam kegiatan profesional dosen. Dosen dengan kinerja tugas yang baik tentunya sangat berpengaruh pada proses untuk melaksanakan tugasnya secara proporsional dan profesional dengan memiliki kualifikasi kompetensi pedagogik, profesional, kepribadian, dan sosial yang diperlukan dalam praktek pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

Akan tetapi dengan kondisi yang ada menunjukkan kontradiksi antara harapan dengan kenyataan yang menjadi ironis mengingat salah satu cita-cita besar PTKIN adalah menjadi universitas bertaraf internasional terkadang bersifat ilutif, karena apa yang terjadi pada sebagian besar PTKIN menggambarkan kondisi yang memilukan sebagaimana hasil kajian, menunjukkan beberapa kelemahan; pertama, kelemahan sumber daya manusia (SDM), manajemen maupun dana; Kedua, kita menyadari bahwa hingga saat ini lembaga-lembaga pendidikan tinggi Islam masih belum mampu mengupayakan secara optimal mewujudkan Islam sesuai dengan cita-cita idealnya.

Pada aspek SDM menujukkan kenyataan bahwa pada umumnya masih banyak dosen yang memiliki kinerja tugas yang kurang baik. Apalagi di tengah-tengah kondisi demikian, tidak tampak upaya signifikan dari para dosen untuk meningkatkan profesionalisme mereka sebagai elemen pokok perguruan tinggi. Sebagian dari mereka bahkan kurang menyadari bahwa profesi dosen juga terkait dengan dimensi pengetahuan, keahlian, dan etika yang perlu terus dikembangkan. Sayangnya, dimensi-dimensi tersebut tidak banyak diperhatikan oleh para dosen, sehingga tidak heran jika sorotan dan kritik terus saja mengalir.

Judul : Kinerja Tugas (Task Performance) Dosen Perspektif Manajemen Organisasi

Penulis : Dr. Ali Akbarjono, M.Pd.

Penerbit : Samudra biru, Cetakan I, Oktober 2018

Dimensi : x + 202 hlm. ; 14 x 20 cm.

Harga : Rp