Jalan Panjang Sang Pahlawan

Samudrabiru – Aop Saopuddin adalah seorang guru honorer yang harus berhadapan dengan masih buramnya potret pendidikan di negeri ini. Aop Saopuddin yang ingin berusaha untuk menegakkan aturan disiplin sekolah
dengan mencukur rambut muridnya, yang melebihi ketentuan panjang pendek
rambut—sebagaimana telah lazim dipraktikkan di banyak sekolah. 

Ia pun harus berhadapan dengan tuntutan hukum oleh orang tua siswa yang tidak menerima anaknya dipotong rambutnya oleh Aop Saopuddin guna ketertiban dan peraturan sekolah tersebut. 

Kasus ini pun bergulir sampai ke pengadilan, hingga Aop Saopuddin divonis hukuman pidana percobaan pada tingkat pertama. Sekalipun, pada tingkat banding di Mahkamah Agung (MA) membebaskan Aop Saopudin dari kasus dan tuntutan hukuman tersebut.

Kasus tersebut diatas, semacam menjadi salah satu potret buram pendidikan
di negeri ini. Padahal, profesi guru harus dipandang sebagai upaya meletakkan
kepercayaan antara orang tua dengan sekolah (guru) untuk didik.

Bahwa, berjalannya proses pendidikan yang baik, harus diimbangi oleh kepercayaan oleh semua stake holders dalam dunia pendidikan. Sehingga, proses pembelajaran akan berjalan secara terarah, teratur, terukur dan komprehensif— tidak saja saat sang siswa berada di sekolah, melainkan pada saat berada di rumah dan lingkungan interaksi sebayanya.

Sedangkan posisi guru—bila dipandang dari sudut pandang profesi, barangkali
tidak ada berbedaan, sebab para guru memiliki peran dan tanggung jawabnya
sendiri. Namun, bila dipandang kesejahteraan kehidupan para guru, terutama para guru honorer atau wiyata bakti masih jauh dari tingkat sejahtera dibandingkan dengan kesejahteraan para guru Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Mereka—para guru honorer harus mencari tambal sulam penghasilan di samping profesinya sebagai guru. Sekalipun, tidak sedikit di antara mereka sudah mengabdi menjadi guru honorer sampai puluhan tahun dan urung diangkat menjadi seorang guru PNS. 

Barangkali, menjadi guru PNS semacam menjadi harapan tersendiri bagi para calon dan para guru. Tentu saja, hal tersebut merupakan hal yang lumrah untuk menjamin kesejahteran dan kehidupan yang lebih baik dimasa yang akan datang. 

Maka, inilah tugas negara bagaimana menyediakan sistem dan pelayanan pendidikan yang baik dan berkualitas. Tidak saja, bagi sekolah, melainkan juga kesejahteraan para gurunya.

Hadirnya buku “Jalan Panjang Sang Pahlawan” ini merupakan edisi kedua
setelah sebelumnya terbit buku “Menggugat Tuan Presiden” yang berisi surat
kepada Presiden Joko Widodo. Buku ini merupakan kumpulan tulisan mahasiswa Prodi Pendidikan Agama Islam Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Purwokerto yang mengambil matakuliah Aplikasi Komputer Pendidikan yang saya ampu. 

Kumpulan tulisan ini merupakan salah satu tugas dalam proses matakuliah tersebut agar sama-sama berkontribusi terhadap dunia pendidikan di negeri ini.

Buku ini adalah potret sebagian kehidupan guru honorer yang barangkali luput
dari sudut pandang kita semua. Itulah sebabnya, para penulis dalam buku
ini semacam membangkitkan semangat karya ikhlas guru honorer yang kadang-kadang masih mendapatkan perlakuan kurang setimpal oleh negara. 

Maka, keberanian para penulis dalam memotret guru honorer dengan metode wawancara ini akan senantiasa memberikan sudut pandang berbeda, jujur dan apa adanya.

Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang terlibat
dalam penulisan buku ini, khususnya para dosen di lingkungan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Serta Penerbit Samudra Biru dan MIM Indiginous School yang telah membantu terbitnya buku ini. (Makhrus Ahmadi, @makhrusahmadi)

Judul Buku : Jalan Panjang Sang Pahlawan
Editor : Mahrus Ahmadi
Penerbit : Samudra Biru
Cetakan : I Maret 2016
Dimensi : vi + 136 hlm, 14 x 20 cm
Harga : Rp