Pendidikan Islam Multikultural (Tinjauan Teoritis dan Praktis di Lingkungan Pendidikan)

Samudrabiru – Dalam kehidupan manusia, pendidikan memiliki peranan penting dalam membentuk generasi mendatang. Dengan pendidikan diharapkan dapat menghasilkan manusia berkualitas, bertanggung jawab dan mampu mengantisipasi masa depan. Pendidikan dalam maknanya yang luas senantiasa menstimulir, menyertai perubahan-perubahan dan perkembangan umat manusia. Selain itu, upaya pendidikan senantiasa menghantar, membimbing perubahan, dan perkembangan hidup serta kehidupan umat manusia.

Secara alamiah manusia tumbuh dan berkembang sejak dalam kandungan sampai meninggal dan mengalami tahap demi tahap. Manusia mampu mencapai kesempurnaan/ kematangan hidup melalui suatu proses. Pendidikan sebagai usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia dari aspek-aspek rohani dan jasmani yang harus berkembang secara bertahap. Oleh karena suatu kematangan yang bertitik akhir pada optimalisasi perkembangan atau pertumbuhan, baru dapat dicapai jika melalui suatu proses ke arah tujuan akhir perkembangannya/pertumbuhannya. Pendidikan Islam sebagai proses yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik dan mengangkat derajat kemanusiaan sesuai dengan kemampuan dasar (Fitrah).

Berbicara tentang pendidikan Islam, agaknya sangat idealis dan utopis bila hanya berkutat pada persoalan fundasional filosofis, karena kegiatan pendidikan sangat concern terhadap persoalan-persoalan operasional.  Di antara kelemahan dari kajian pendidikan Islam yang selama ini tertulis dalam literatur-literatur kependidikan Islam adalah mereka kaya konsep fundasional atau kajian teoritis, tetapi miskin dimensi operasional atau praktiknya. Atau sebaliknya kaya praktiknya/operasional, tetapi lepas dari fundasional atau dimensi teoritiknya .

Pendidikan dalam Islam pada hakikatnya menurut Muhaimin tidak lain adalah keseluruhan dari proses dan fungsi rububiyah Allah terhadap manusia, sejak dari proses penciptaan serta pertumbuhan dan perkembangannya secara bertahap dan beransur-ansur sampai sempurna, sampai dengan pengarahan serta bimbingannya dalam pelaksanaan tugas kekhalifahan .

Meletakkan pola dasar pendidikan Islam harus me-letakkan nilai-nilai dasar agama yang memberikan ruang lingkup berkembangnya proses kependidikan Islam dalam rangka mencapai tujuan. Nilai-nilai dasar yang dibentuk itu mempunyai kecenderungan untuk menghambat atau meng-halangi berkembangnya proses tersebut. Pola dasar pendidik-an Islam itu mengandung pandangan Islam tentang prinsip-prinsip kehidupan alam raya, prinsip-prinsip kehidupan manusia sebagai pribadi, dan prinsip-prinsip kehidupannya sebagai makhluk sosial.

Dengan demikian, pendidikan Islam merupakan sarana pengembangan kepribadian manusia agar seluruh aspek aqidah, syariat dan akhlak dapat menjelma dalam kehidupan, melalui penjelmaan ini seluruh potensi manusia dipadukan dan dicurahkan demi tercapainya suatu tujuan, seperti yang dilaksanakan oleh Rasulullah sejak pertama penyiaran Islam. Pengajaran Islam yang dilaksanakan Nabi di Mekkah ialah menerangkan pokok-pokok agama Islam, seperti beriman kepada Allah, rasul-Nya dan hari kemudian serta me-ngamalkan ibadah seperti sembahyang, berakhlak mulia, berkelakuan baik dan melarang mereka berperangai jahat dan berkelakuan buruk.

Dari uraian di atas, dapatlah dipahami bahwa intisari dari pendidikan Islam yang dilaksanakan Rasulullah SAW mencakup tiga aspek, yaitu aspek aqidah, ibadah, dan akhlak. Aspek-aspek tersebut merupakan suatu keharusan yang harus dimiliki oleh setiap pribadi muslim dalam rangka mendidik dan membina mental spiritual.

Pada masa sekarang, akhlak, dan moral anak cukup memprihatinkan dalam pergaulan sehari-hari di lingkungan-nya, bahkan sudah mulai tampak krisis moral. Banyaknya kasus kriminal yang terjadi dilakukan oleh anak remaja, misalnya: pencabulan, perkelahian, narkoba, pembegalan dan lain sebagainya. Terjadinya krisis moral dan akhlak anak tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya: pengaruh lingkungan, kurangnya pengetahuan agama, serta kurangnya perhatian orang tua di rumah. Dengan demikian, kalau dilihat pada masa sekarang akhlak anak bukannya membaik malah sebaliknya, ini semua karena kurangnya pendidikan yang didapatkan dari sekolah, keluarga, dan masyarakat.

Anak adalah suatu amanah Tuhan kepada kedua orang tuanya, hatinya suci bagaikan jauhar (intan) yang indah sederhana dan bersih dari segala goresan dan bentuk.  Oleh karena itu anak sangatlah berharga karena ia merupakan bagian dari keluarga yang tak terhingga nilainya, sehingga orang tua hendaknya memberi pendidikan, bimbingan, binaan, dan perhatian kepada anaknya guna menjadi anak yang baik. Dengan akhlak yang baik, anak tidak terjerumus ke arah yang tidak baik.

Akhlak sebagai suatu keadaan jiwa yang mendorong-nya untuk berperilaku tanpa berpikir dan semua hal itu berguna bagi anak. Anak akan membiasakan diri untuk mencintai berbagai keutamaan-keutamaan, mengendalikan jiwa dari hal-hal yang dapat mendorong mereka menikmati dari berbagai kenikmatan yang buruk. Akhlak dan kebiasaan buruk bisa terjadi dan akan tertanam bila pendidikan anak diabaikan, akibatnya kelak akan sulit melepaskan diri dari kebiasaan buruk dari dirinya . Mendidik dan mengajarkan akhlak serta perilaku yang baik kepada anak perlu mem-berikan penghargaan dan hukuman yang sifatnya positif terhadap anak, memperlihatkan perilaku yang baik serta memujinya.

Pendidikan akhlak yang baik itu ialah pola perilaku yang dilandaskan pada dan memanifestasikan nilai-nilai iman, Islam dan Ihsan.  Sehingga, mendidik anak dan membina akhlaknya dengan cara latihan dan pembiasaan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, oleh karena pembiasaan dan latihan tersebut akan membentuk sikap tertentu pada anak. Lambat laun sikap itu akan bertambah jelas dan kuat, pada akhirnya tidak tergoyahkan lagi karena telah masuk menjadi bagian dari kepribadiannya. 

Dari beberapa uraian di atas, dapat dilihat bahwa konsep pendidikan Islam terhadap anak terutama dalam keluarga, ideal dan relevan untuk dikembangkan di masa sekarang dan akan datang, karena dengan usaha pendidikan dalam pembinaan yang sesungguhnya akan mewujudkan tujuan dari pendidikan Islam itu sendiri. Maka diperlukan kerja sama semua komponen seperti keluarga, sekolah dan masyarakat, karena untuk mewujudkan tujuan pendidikan tidak bisa dipikul oleh guru saja, tetapi semua lapisan harus ikut serta memberikan pendidikan kepada anak didik.

Seorang anak pertama-tama bergaul dengan lingkung-an keluarga sendiri. Pergaulan sehari-hari dengan lingkungan keluarga ini akan membentuk karakter mental anak dan sikap kepribadiannya. Keadaan yang demikian ini harus benar-benar disadari oleh keluarga, sebab kelahiran anak merupakan tugas dan tanggung jawab yang besar untuk mendidiknya. Sedangkan pendidikan anak tersebut bukan hanya memenuhi kebutuhan jasmani melainkan juga kebutuhan rohaninya.

Keluarga merupakan suatu kesatuan sosial terkecil yang dimiliki oleh manusia sebagai makhluk sosial, yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak.  Terbentuknya keluarga karena pernikahan antara seorang pria dan wanita, yang kemudian menjadi ayah dan ibu. Maka keluarga merupakan lembaga pendidikan yang mengikat anak secara takdir menjadi anak didik dalam pendidikan tersebut, kecuali dalam keadaan tertentu yang menyebabkan anak dipelihara oleh orang lain, maka nilai kodrat anak didik menjadi hilang.

Keluarga merupakan lingkungan yang dekat untuk membesarkan, mendewasakan, dan di dalamnya anak men-dapatkan pendidikan pertama kali dari orang tuanya, apabila kedua orang tuanya menpunyai akhlak yang baik, maka akan menjadi contoh bagi anak-anaknya untuk menjadi anak yang berakhlak baik.

Anak merupakan suatu amanah Allah SWT kepada orang tuanya, jiwanya yang suci dan cemerlang, bila ia sejak kecil dibiasakan baik, dididik dan dilatih dengan kontinu, maka ia akan tumbuh dan berkembang menjadi anak yang baik pula . Oleh karena itu anak sangatlah berharga karena ia merupakan bagian dari keluarga yang tak terhingga nilainya, sehingga orang tua hendaknya memberi suri tauladan, bimbingan tentang akhlak, dan perhatian kepada anaknya agar menjadi anak yang baik.

Selanjutnya, Daradjat  menjelaskan bahwa anak remaja adalah masa bergejolaknya bermacam perasaan yang kadang-kadang bertentangan satu sama lain. Misalnya masa ketergantungan kepada orang tua, belum lagi dapat di-hindari, mereka tak ingin orang tua terlalu banyak campur tangan dalam urusan pribadinya. Lebih lanjut Daradjat mengemukan bahwa sumber kegelisahaan remaja yang penting pula adalah tampak adanya perbedaan antara nilai-nilai moral dan kelakuan orang-orang dalam kenyataan hidupnya. Seperti berdusta itu tidak baik tetapi mereka sering melihat banyak orang yang berdusta dalam pergaulan hidup ini. Begitu juga dengan banyak orang mengkonsumsi obat-obatan terlarang.

Sebagai orang tua hendaknya dapat memberikan pem-binaan khusus terhadap anak usia remaja, karena apabila anak di usia ini mampu menempa dirinya dalam hidup yang sesungguhnya (sesuai dengan tujuan penciptaan manusia) maka insya Allah untuk masa selanjutnya akan selalu demikian. Akan tetapi apabila terpengaruh dengan lingkung-an yang dapat menjerumuskan anak dan orang tua tidak mampu menjaganya dari hal-hal yang bertentangan dengan ajaran Islam, maka masa selanjutnya anak akan sulit untuk kembali kepada jalan yang benar.

Pembinaan agama yang baik ialah dengan pola peri-laku yang dilandaskan pada nilai-nilai iman, Islam, dan ihsan terhadap anak. Oleh karena itu, menurut Aly dan Munzier  bahwa pengajaran dan keteladanan merupakan metode asasi bagi terbentuknya keutamaan dan nilai-nilai keagamaan. Sehingga mendidik anak dan membina akhlaknya dengan cara latihan dan pembiasaan yang sesuai dengan nilai-nilai iman, Islam dan ihsan, oleh karena pembiasaan dan latihan tersebut oleh orang tua akan membentuk sikap tertentu pada anak.

Metode penanaman nilai-nilai agama pada anak dengan memberi contoh, latihan, dan pembiasaan, kemudian nasihat serta anjuran sebagai alat pendidikan dalam rangka membina kepribadian anak sesuai ajaran Islam. Menanam-kan nilai-nilai agama pada anak dan membina akhlaknya dengan cara latihan-latihan dan pembiasaan-pembiasaan yang sesuai dengan perkembangan jiwanya walaupun seakan-akan dipaksakan, agar anak dapat mentaati ajaran-ajaran Islam yang telah disyariatkan.

Dalam tahap pembiasaan tersebut perlu didukung oleh penciptaan situasi yang kondusif. Pembiasaan individu hanya mungkin apabila kondisi lingkungan menunjangnya. Oleh karena itu, perwujudan nilai dalam kehidupan sehari-hari dalam rangka penciptaan situasi yang kondusif akan mempermudah pencapaian kecakapan jasmaniah (dalam pembiasaan). Dengan demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa keluarga merupakan pondasi dan pusat pendidikan anak, seperti yang diungkapkan oleh Aly dan Munzier,  bahwa keluarga pernah dan masih tetap merupakan pusat pendidikan pertama, tempat anak berinteraksi dan memperoleh kehidupan emosional. Keutaman ini membuat keluarga memiliki pengaruh yang dalam terhadap anak.

Judul : Pendidikan Islam Multikultural (Tinjauan Teoritis dan Praktis di Lingkungan Pendidikan)

Penulis : Dr. A. Suradi, M.Ag.

Penerbit : Samudra Biru, Cetakan I, Oktober 2018

Dimensi : viii + 393 hlm. ; 14 x 20 cm.

Harga : Rp