METAMORFOSIS RAMADHAN: Isu-Isu Strategis Seputar Masalah Keumatan, Kebangsaan, dan Kemanusiaan

samudrabiru –  Metamorfosis merupakan proses pertumbuhan pada hewan yang padanya terjadinya perubahan struktur fisik; sejak menetas sampai tumbuh dewasa. Pada hewan yang mengalami metamorphosis, perubahan dari masa ke masa nampak berbeda. 

Perbedaan tersebut terjadi terutama karena adanya perubahan dan diferensiasi sel secara radikal. Bahkan antara satu fase pertumbuhan organisme tersebut terlihat hampir seperti dua organisme yang tidak mempunyai hubungan.

Begitulah perumpamaan bangsa ini dan bulan Ramadhan. Bangsa yang tengah dibelit persoalan keumatan, kebangsaan dan kemanusiaan ini membutuhkan metamorfosis pada bulan Ramadhan, untuk menjadi lebih baik.

 Seperti halnya metamorfosis kupu-kupu dari telur, kemudian ulat bulu yang menjijikkan, yang berproses dalam sebuah kepompong selama beberapa waktu, hingga setelah keluar menjadi kupu-kupu yang indah, begitupula seharusnya bangsa kita. Bulan Ramadhan seharusnya dapat menjadi semacam bulan training centre (bulan pelatihan); bulan pendidikan (syahrul tarbiyah).

Maka, betapa bodohnya dan sangat meruginya jika bangsa ini melewati Ramadhan begitu saja, membuatnya menjadi sia-sia. Namun, jauh panggang dari api. Ramadhan oleh bangsa ini, diperingati sebatas seremonial, sementara kesempatan untuk bermetamorfosis menjadi lebih baik seringkali diabaikan.

Bagi dunia industri, Bulan Ramadhan adalah pasar yang strategis bagi mereka. Tak heran, Ramadhan menjadi semacam pasar yang tiba-tiba lebih sesak dari biasanya dengan aneka dagangan yang memanfaatkan citra Ramadhan dan juga lebaran.

Komodifikasi bulan Ramadhan boleh jadi membuat suasana Ramadhan menjadi semarak dan penuh kemeriahan. Tetapi juga, bisa membuatnya menjadi dangkal karena bergerak sesuai kemauan pasar. Jika hal ini terjadi, kemeriahan Ramadhan niscaya telah kehilangan maknanya.

Sebagian politisi tak mau kalah, mereka berpikir mengambil keuntungan dari momen Ramadhan, terutama sebagai ajang pencitraan. Mereka tampil dalam kemasan yang begitu agamis. Cermati saja bagaimana mereka memberikan ucapan Marhaban ya Ramadhan, selamat beribadah puasa, selamat sahur, dan semacamnya.

Semuanya diselipi semacam promosi diri, seperti mencantumkan foto, nama lengkap caleg, daerah pemilihan, partai politik yang mengusung, serta visi dan misi. Maksudnya apa lagi, jika bukan ingin mencitrakan diri agar masyarakat simpatik, dan pada gilirannya menjadi calon pemilih mereka pada saat pemilu legislatif. Itulah yang bisa kita lihat pada baliho atau spaduk yang bertebaran di sudut-sudut jalan.

Jika kita gemar berselancar di media sosial, seperti facebook, twitter, instagram dan semacamnya, kita akan menemukan mereka-mereka dengan tampilan yang agamis, melakukan hal serupa: membuat status ucapan selamat di facebook atau ngetweet, dengan tidak lupa menyelipkan semacam promosi diri.

Perhatikan pula misalnya, bagaimana umumnya umat Islam di Indonesia memperlakukan Ramadhan. Mereka salah dalam menyikapi bulan Ramadhan. Mereka lebih banyak memikirkan hal-hal yang tak diperlukan. Sibuk dengan makanan dan barang-barang, hingga saat datang Ramadhan justru menjadi lebih konsumtif. 

Sepuluh hari terakhir kita dianjurkan i’tikaf, menjerit kepada Allah memohon ampunan. Kenyataannya, sepertiga terakhir Ramadhan masjid semakin sepi karena kita kebanyakan berkumpul di mall-mall atau pusatpusat perbelanjaan. Malam terakhir puncak Ramadhan dianjurkan bertakbir membesarkan Allah Swt, tapi sedikit sekali di antara kita yang bertakbir, kebanyakan sibuk mengurus hidangan untuk lebaran. Karenanya tak usah heran, ujung-ujungnya Ramadhan tak banyak mempengaruhi. Gagal bermetamorfosis.

 

Judul Buku : METAMORFOSIS RAMADHAN: Isu-Isu Strategis Seputar Masalah Keumatan, Kebangsaan, dan Kemanusiaan

Penulis : Syamsul Kurniawan
Penerbit : Samudra Biru
Cetakan : I Agustus 2019
Dimensi : xx + 138; 13 x 19 cm.
Harga : Rp 60.000