ALKISAH, Imam Sufyan Tsauri (96-161 H.) adalah sosok yang baterai cintanya dicukupi oleh ibunya. Ibu Sufyan Tsauri senantiasa memberikan perhatian kepada putranya. Oleh ibunya, Imam Sufyan Tsauri muda senantiasa dipantau kemajuan dalam proses belajarnya.
Setidaknya ada tiga hal yang menjadi perhatian Ibu Imam Sufyan Tsauri, yaitu kemajuan dalam hal pengetahuan, kemajuan dalam kemurahan hati dan kemajuan dalam hal martabat diri.
ini merupakan beberapa penggal dari bagia isi buku. Hari ini, kita menghadapi kenyataan bahwa santri dalam cobaan luar biasa. Pemberitaan media menampilkan santri sebagai sosok yang perlu dibina.

Para santri dianggap hanya mengunggulkan nenek moyangnya saja. Mereka merasa cukup dan berbangga dengan orang tua. Padahal Sahabat Ali bin Abi Thalib RA sudah memperingatkannya.

“Jadilah kamu anak siapa saja dan belajarlah sastra, maka keterpujiannya akan membuatmu tak butuh nasab. Sesungguhnya seorang pemuda adalah orang yang berkata “inilah aku”, bukan dia yang berkata “bapakku begini begitu”.

Dalam hal ini, ada pepatah yang memperkuatnya.

Inna as-syabaaba wa al-faraagha wa al-jidata mafsadatun li al-mar’i ayya mafsadatin (Al-Mahfudzat)
“Sungguh masa muda, kekosongan dan kekayaan adalah pengrusak (jika tidak dimanfaatkan dengan sebaikbaiknya)”.

Masa muda, waktu yang longgar dan harta yang melimpah bisa menjadi sumber kerusakan bagi pemiliknya jika tidak bisa menghandlenya.

Buku Be a Good Santri ini bisa jadi jawabannya. Buku ini memuat kiat-kiat bagaimana pemuda, santri pada khususnya, untuk menjadi luar biasa. Pandangan panjangnya, buku ini akan menjadi salah satu yang menemani pemuda menuju Indonesia Emas di tahun 2045.

Dengan bahasa sederhana dan mudah dibaca, membuat kandungan isi dalam buku ini menjadi mudah dicerna dan diamalkannya. Bukan hanya santri, buku sederhana ini juga sangat cocok dijadikan pegangan oleh pelajar pada umumnya.