Tantangan-Tantangan Dakwah di Era Kontemporer

Buku yang memandu Anda untuk bagaimana menjalankan dakwah di era kontemporer

Dakwah Kontekstual di Era Kontemporer

Pada hakikatnya dakwah  adalah sebuah upaya untuk merubah situasi -kondisi individu  dan sosial-budaya masyarakat. Sebuah perubahan yang dilakukan oleh da’i sebagai agent of change untuk semua manusia (Qs. Saba’, 28), bahkan untuk seluruh  alam semesta (Qs. Al-Anbiya, 107).   

Sebagai suatu upaya, maka dakwah sebenarnya terbatas memberikan informasi, dan berusaha semaksimal mungkin menurut kemampuan manusia (muslim). Di dalamnya tidak terkandung pemaksaan agar seseorang masuk Islam. Hal ini sesuai dengan bunyi ayat ‘laa ikraaha fid dien‘ tidak ada paksaan dalam berIslam’.

Sebagai suatu upaya manusia dalam kehidupan sosial yang banyak  menghadapi kekuatan-kekuatan  sosial yang lain, maka dalam berdakwah menghendaki adanya berbagai perangkat untuk memperlancar  upaya tersebut. Perangkat-perangkat tersebut misalnya keadministrasian yang baik, manajemen, penelitian, dan sumber daya insani yang handal.  

Sarana

Selain itu perlu adanya sarana/media yang memadai dan relevan dengan setiap aspek kegiatan dakwah (apakah dakwah di bidang lisan dan spiritual atau di bidang sosial kemasyarakatan dan lainnya) dan relevan dengan perkembangan sosial budaya masyarakat (misalnya penggunaan media massa seperti telivisi, koran, memiliki bank data yang memadai). 

Sebagai suatu upaya, dakwah juga memerlukan metode dan teknik yang tepat dalam penerapannya juga perlu sumber dana yang cukup.

Penafsiran “upaya” seperti tersebut karena realitas dakwah sepanjang sejarahnya tidak berada di waktu dan tempat yang kosong dari nilai, filsafat, agama dan kekuatan-kekuatan sosial-budaya. Sepanjang sejarah dakwah sejak Rasulullah, dakwah senantiasa bergumul (interplay)  dengan konteks-konteks dan kekuatan sosial dan nilai-nilai budaya yang ada. 

Dengan singkat dapat dikatakan dakwah itu mewaktu dan mendunia, ia tidak vakum waktu dan vakum nilai sehingga diperlukan persiapan-persiapan dan perangkat serta profesionalisme  dalam pengelolaannya..

Upaya itu dilakukan orang-orang beriman, orang Islam, baik dilakukan secara individual maupun kolektif. Upaya juga untuk merubah, dalam unsur ini terkandung makna bahwa orang mukmin harus menjadi agent of change masyarakat, individu dan keadaan. Hal ini karena setiap masyarakat itu bersifat dinamis, tidak ada kehidupan masyarakat yang mandeg. 

Adanya keadaan untuk merubah akan menjadikan dakwah bersifat progresif, sehingga Islam menjadi ‘rahmatan lil alamin’  atau pemecah persoalan dan  penyejahtera umat manusia. 

Adapun yang akan dirubah oleh dakwah adalah keadaan, individu dan masyarakat yang kurang  atau belum islami. ‘Keadaan’ dapat berarti gejala, nilai, filsafat aliran (isme) tertentu yang tidak atau kurang sesuai dengan ajaran dan nilai Islam

Aspek yang perlu diubah pada masyarakat dapat difokuskan  kepada kelompok atau komunitasnya (seperti keluarga, kelompok miskin, selebritis, komunitas khusus seperti gelandangan, masyarakat miskin, anak jalanan) maupun dari segi sistem sosialnya (seperti strata dan struktur sosialnya). 

Sistem stratifikasi sosial dalam Islam berbeda dengan Hindu dan Barat. Dalam Islam dasar pengkelasan didasarkan atas tingkat ketaqwaan seseorang kepada Allah, jadi lebih bersifat sosio-transendentalis. Sementara dalam agama Hindu pengkelasan didasarkan atas kasta dan bersifat turun–temurun,  sistem pengkelasan seperti ini lebih bersifat sosio-biogenik. 

Adapun  dalam budaya Barat pengkelasan lebih   bersifat sosio-materialistik, sebab tingkat kualitas seseorang lebih bayak didasarkan atas kepemilikian harta atau kekuasaan yang bernilai duniawi.

Perubahan keadaan, individu dan masyarakat tersebut ditujukan agar (lebih) islami, yaitu agar sesuai dengan nilai-nilai dan ajaran Islam. Berpikir dan melakukan perubahan dan perbaikan  sangat urgen bagi manusia, karena perubahan itu identik dengan  dinamika  dan dengan dinamika itulah manusia dianggap  ada. Sebaliknya kemandegan identik dengan kematian. 

Sunnatullah

Manusia secara fisik , kejiwaan, pikiran mengalami perubahan, begitu juga lingkungan  sosial-budaya di sekitar manusia.  Oleh karena itu. dapat disimpulkan bahwa perubahan itu  merupakan sunnatullah, alamiah  bagi makhluk hidup. Di dunia ini tiada yang abadi kecuali perubahan itu sendiri, pante rhei

Karena itu pula, setiap umat atau bangsa  dan individu mesti berpikir  melakukan perubahan, sekaligus berupaya untuk merealisasikannya.

Islam sangat menekankan pentingnya perbaikan (ishlah) Dalam  Qs. Al-A’raf:56,58 disebutkan ‘walaa tufsiduu fil ardhi bakda ishlahiha’. Dalam QS Hud:88 memberikan gambaran mengenai inti dakwah dari Nabi Syuaib yaitu  dakwah dalam rangka perbaikan (ishlah). Sementara  mengenai pentingnya perubahan  tercantum dalam  QS. Al-Anfal:53; Qs. Al-Ra’d:11. 

Dalam  kedua ayat ini pada intinya menegaskan bahwa perubahan nasib dalam berbagai bidang seperti  untuk menggapai peradaban yang tinggi, dan status sosial-ekonomi-politik suatu komunitas, termasuk umat Islam, sangat tergantung kepada apa yang diusahakannya.

 Ayat-ayat al-Qur’an tersebut menegaskan betapa pentingnya perubahan. Apalagi umat Islam telah ditunjuk oleh Allah sebagai  ‘khoiru ummah’  bagi manusia (Qs. Ali Imran, 3: 110). Umat Islam harus berada di gerbong terdepan dalam melakukan perubahan, sebagai agent of change.  

Khoiru Ummah

Dalam konteks dakwah Islam, ayat-ayat Al-Qur’an  maupun Al-Hadis  yang berkaitan dengan amar ma’ruf nahi mungkar, pada hakikatnya menunjukkan adanya motivasi bagi umat Islam  agar melakukan perubahan secara kontinu dan progresif (maju terus dan menatap ke depan). Jika peran  dakwah dalam bentuk upaya merubah  tidak dilakukan, maka posisi sebagai  ‘khoiru ummah’  tidak layak lagi disandang. 

Dengan kata lain untuk menjadi khoiru ummah ada prasyarat yang harus dilakukan umat Islam yaitu  selalu  berupaya melakukan perubahan, tanpa itu kita tidak punya  makna apa-apa karena kita  menjadi tidak fungsional bagi sejarah kehidupan manusia.

Perubahan  itu bentuknya beragam, mulai dari yang belum Islam menjadi Islam, dari aqidahnya kurang baik menjadi lebih baik, dari akhlak dan ibadah  yang kurang baik  dan benar menjadi lebih baik dan benar, dari pelaksanaan muamalahnya yang tidak islami menjadi islami. Tentu upaya melakukan perubahan itu harus didorong dan ditujukan kepada nilai-nilai  transendental.

Pergumulan  dakwah Islam dengan konteks-konteks sosial budaya  melahirkan saling mempengaruhi  antarkeduanya. Seberapa besar dakwah Islam mampu mempengaruhi konteks-konteks sosial-budaya  tergantung kepada  motivasi  untuk melakukan perubahan, satu di antaranya dengan menggerakkan  semua potensi  dan kekuatan yang ada, dan kemampuan menganalisis terhadap semua tantangan dan masalah  dakwah di  lapangan.

Analisis potensi, tantangan dan masalah dakwah  secara teoritik dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu pendekatan unsur-unsur (sempit), dan pendekatan sistem (luas). Dalam pendekatan unsur-unsur, tantangan dan masalah dakwah  hanya dilihat dari  unsur-unsur  sebagaimana terdapat dalam dakwah makna sempit atau tabligh. 

Komponen Dakwah

Unsur-unsur tersebut  meliputi subyek, obyek, materi, metode, dan media, seperti halnya unsur-unsur tabligh. Adapun pendekatan sistem melihat tantangan dan masalah dakwah dari perspektif yang lebih luas. Sistem adalah keseluruhan  yang terdiri dari berbagai unsur, antarunsur saling berrelasi dan bergantung untuk mencapai tujuan tertentu.  

Analisis dakwah dengan menggunakan pendekatan sistem harus melihat tantangan dan masalah dakwah melalui tiga komponen besarnya yaitu komponen masukan (in-put), proses (coversion), dan keluaran (out-put).

Komponen masukan meliputi (1) masukan bahan raw-in-put)  seperti subyek, obyek dan materi atau pesan-pesan dakwah; (2) masukan alat atau instrumen (intrumental in-put) meliputi metode dan media dakwah; (3) masukan lingkungan (enviromental in-put) sosial budaya dalam makna yang luas, baik dari nilai-nilai-budaya Barat,  budaya lokal, lingkungan politik, dan lainnya.

Komponen  proses meliputi antara lain menajemen, khususnya perencanaan dan penelitian dakwah, kaderisasi, kepeminpinan, serta  upaya penyediaan bank dakwah. Perencanaan dakwah hanya dapat dilakukan secara tepat dan memiliki kualitas jika  dilandaskan kepada data yang sesuai dengan  kondisi  lokasi dakwah sekaligus kondisi internal dari lembaga atau subyek dakwah. Untuk itu upaya mendeskripsi data sekaligus  menyusun peta dakwah senantiasa  menjadi  penting dilakukan secara berkala dan berkesinambungan.

Adapun komponen keluaran dakwah  berkaitan dengan tujuan kegiatan dakwah, baik tujuan jangka panjang, menengah maupun pendek.

Pada komponen masukan utama  tantangan dan masalah dakwah masa kini dan ke depan yang harus diperhatikan  antara lain  berkaitan dengan:  (1) Dalam unsur subyek dakwah  di antaranya: persoalan kompetensi dan profesionalisme  da’i dan lembaga dakwah, persoalan jender dalam kegiatan dakwah, perbandingan  jumlah sumber daya insani atau subyek dakwah dengan umat, termasuk juga persoalan interaksi  subyek dakwah dengan jamaahnya. 

(2) Unsur obyek dakwah antara lain meliputi: persoalan masih banyaknya kelompok abangan. Hal ini berkaitan dengan upaya mencari metodologi dakwah yang  tepat untuk merangkul mereka, walaupun belum ada data resmi mengenai jumlah  mereka, namun diperkirakan jumlahnya jauh melampauhi Islam-santri, keadaan ini berdampak kepada upaya melakukan repolitisasi umat Islam;  Tidak kalah pentingnya adalah persoalan dakwah di kalangan keluarga. 

Di era globalisasi  sekarang ini  dakwah Islam harus terus bergumul untuk  memberdayakan keluarga sebagai institusi-mediasi  nilai-nilai Islam guna membendung nilai-nilai budaya  yang tidak Islamis. Persoalan jender dalam keluarga muslim, dan kian banyaknya  keluarga beda agama juga menjadi persoalan  dan tantangan dakwah ke depan; Tantangan dan masalah dakwah  yang berasal dari  obyek dakwah yang lain adalah dakwah Islam kepada komunitas-komunitas khusus seperti munculnya kelompok sempalan di kalangan muslim,  komunitas miskin,  pejabat-pejabat negara (eksekutif, legislatif, yudikatif) yang masih belum terlepas dari persoalan moral seperti korupsi-manipulasi, anak-anak terlantar-jalanan yang semakin meluas; kelompok penyandang  masalah sosial lainnya seperti pelacuran dan gelandangan. 

(3) Tantangan dan masalah dalam unsur materi  dakwah   berkaitan dengan masih menggejalanya sekularisasi pesan-pesan dakwah yang dilakukan oleh subyek dakwah. Subyek dakwah hanya  banyak memberikan pesan  yang berkaitan dengan  aspek aqidah dan  ibadah khusus, sementara aspek muammalah duniawi seperti  politik, ekonomi dan lainnya tidak banyak  diberikan kepada obyek dakwah. Hal ini telah berakibat  lemahnya kesadaran politik-Islami dari umat Islam.

Pada komponen masukan  alat  yaitu metode dan media dakwah, tantangan dan masalahnya yang masih terus aktual adalah berkaitan dengan  upaya mengoperasionalkan  hakikat metode dakwah (al-hikmah) ke dalam berbagai bentuk  metode dakwah, juga terkait dengan pemanfaatan budaya lokal sebagai media dakwah. 

Begitu banyak  bentuk dan jenis budaya lokal, baik seni-budaya, upacara, maupun kearifan lokal, namun belum banyak dmanfaatkan  sebagai media dakwah. Padahal kalau budaya lokal tersebut mampu diislamisasi secara kreatif-modifikatif  akan menjadi potensi yeng besar dalam melakukan pendekatan kepada umat  pada  level akar-rumput. Dalam persoalan ini kita dapat mengaca pada dakwah yang pernah dilakukan  Walisanga atau Walisana.

Selain itu tantangan dan masalah dakwah dari masukan metode ini berkaitan dengan pemanfaatan media massa untuk  dakwah. Dalam hal ini ada  gejala yang menggembirakan   dan memprihatinkan. Munculnya banyak bulletin jum’atan  dan majalah bernuansa Islam  merupakan gejala yang menggembirakan. Bulletin jum’atan  yang mempunyai segmen jamaah yang jelas terus menjamur, terutama di kota-kota besar. 

Masalahnya bagaimana persebarannya di pedesaan. Adapun hal yang memprihatinkan  adalah kenyataan sampai sekarang umat Islam sudah banyak memiliki stasiun telivisi sendiri, meskipun belum menjadi telivisi nasional, dan masih sangat sedikit radio islami. 

Di sisi lain kita masih  terus dihadapkan kepada persoalan tayangan dan program telivisi dan media elektronik umumnya, termasuk media sosial (media baru) yang  bertentangan dengan nilai-nilai  dan moral Islam, sehingga media tersebut ikut menyumbang dalam mengembangkan hipermotalitas dalam masyarakat.  Padahal tayangan  media elektronika dan media sosial tersebut langsung masuk ke dalam relung kehidupan keluarga.

Pada komponen masukan lingkungan tantangan dan masalah  dakwah terkait dengan  semakin dan terus masuknya nilai-nilai budaya Barat nelalui proses modenirsasi dan globalisasi serta pembangunanisme (developtmentalism). Nilai-nilai dan gaya hidup sekularisme, materialisme, dan rasionalisme  dengan segala dampaknya terus menerpa umat Islam; Di sisi lain dakwah Islam terus dihadapkan kepada persoalan nativisme yang  secara institusional berbentuk aliran kepercayaan atau kebatinan, dan budaya lokal. 

Padahal mayoritas mereka awalnya kebanyakan adalah  ‘saudara-saudara sesama muslim’ yang  sedang mencari ‘jalan lain’. Pertanyaannya bagaimana upaya merangkul mereka kembali ke pangkuan Islam. Dakwah juga masih terus dihadapkan kepada persoalan missi agama lain  yang sering menimbulkan konflik antarumat beragama, kasus di berbagai daerah seperti Situbondo, Bandung, Pekalongan, Pasuruan, Yogyakarta, dan Mataram  sebagai bukti adanya interaksi yang  tidak baik antarumat Islam  dengan agama lain yang, di antaranya,  bersumber dari penyiaran agama dan  berkembangnya sikap religiosentrisme. 

Persoalan konflik internal umat Islam, khususnya antara kelompok Islam mapan (KIM) dengan kelompok Islam sempalan (KIS) banyak terjadi. Di bidang politik,  respolitisasi Islam yang dilakukan dakwah Islam belum mencapai hasil optimal dan maksimal, baik  suara yang diperoleh  parpol-parpol Islam/berbasis muslim maupun  di jalur eksekutif.

Pada komponen proses, dakwah  Islam masih dihadapkan kepada banyak persoalan misalnya masih lemahnya  budaya penelitian sebagai basis untuk melakukan  perencanaan. Banyak lembaga dakwah pada level bawah yang melakukan perencanaan hanya berdasarkan daftar keinginan pengurus, tapi sedikit yang didasarkan atas  bank-data yang diperoleh melalui penelitian. Lembaga dakwah  belum terbiasa  menyusun peta dakwah dengan segala instrumennya.

Persoalan-persoalan tersebut tersebut nampaknya masih akan terus menjadi  masalah dan tantangan dakwah islam ke depan.

Buku ini berusaha  menganalisis sebagian dari berbagai tantangan tersebut. Sebagian tulisan  bersumber dari tulisan penulis yang pernah dipublikasikan  melalui  banyak media seperti jurnal, surat kabar, seminar dan diskusi, serta laporan hasil penelitian yang dibiayai oleh lembaga funding seperti Departemen Agama dan Depantermen Pendidikan Nasional ( sekarang Kemenetreian Pendidikan dan Kebudayaan-Ristek).

Pada akhirnya semoga buku ini ada manfaatnya bagi pembaca yang berminat dalam persoalan dakwah Islam dengan segala dimensinya.

Dapatkan Bukunya Sekarang Juga!

Daftar Isi 1
Daftar Isi 2
daftar isi 3

Daftar Isi dan Spesifikasi Buku

Buku ini terdiri dari beberapa bagian pembahasan yang ditulis oleh para penulis dari beragam disiplin ilmu

  • Cetakan I, April 2022
  • Jumlah Halaman xvi + 214
  • Ukuran 15,5 x 23 cm
  • Kertas Isi HVS 70 gram (Hitam Putih)
  • Kertas Cover Ivory 230 Gram (Laminasi Doff)
  • Finishing Jilid Lem Panas (Soft Cover) dan Shrink (Bungkus Plastik)

Rp 150,000

Rp 132,000

Pesan sekarang juga untuk mendapatkan harga diskonnya. Harga belum termasuk ongkos kirim 

  • Harga Belum Termasuk Ongkos Kirim
  • Klik Tombol Beli Sekarang untuk Melanjutkan Pembelian

Tentang Penulis

Dr. Nawari Ismail, M.Ag

Dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta