SOLIDITAS PARTAI ISLAM
Pengalaman PKS di Pemilu 2014
Sebuah buku yang menganalisa soliditas partai Islam. Meski suara turun akibat “badai” politik yang menerpa, PKS sebagai salah satu partai Islam mampu menjaga soliditas dengan baik pada Pemilu 2014.

Belajar dari Soliditas PKS
Salah satu instrumen terpenting dalam sistem negara demokrasi modern adalah pemilu. Di mayoritas negara demokrasi, pemilu bahkan dianggap sebagai tolok ukur dari demokratis atau tidaknya sebuah negara. Hasil pemilu yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat dianggap mencerminkan dengan agak akurat partisipasi serta aspirasi masyarakat.
Sekalipun demikian, disadari bahwa pemilu bukan merupakan satu-satunya alat ukur sehingga perlu dilengkapi dengan indicator kegiatan lain yang lebih bersifat berkesinambungan, seperti partisipasi dalam kegiatan partai, lobbying, dan sebagainya (Budiardjo, 2008: 461).
Idealnya, pemilu merupakan proses sekaligus sarana demokratis untuk menyalurkan aspirasi rakyat. Pemilu juga dapat diartikan sebagai proses sirkulasi elit yang bersifat inklusif di mana semua rakyat secara terbuka memiliki kesempatan untuk memilih dan dipilih.
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945. Rakyat berkesempatan untuk menentukan harapan, keinginan dan berbagai kepentingan melalui pilihan wakil rakyat yang akan menyuarakan dan menyalurkan aspirasi mereka.
Sistem Pemilu di Indonesia secara perlahan berkembang ke arah yang lebih demokratis sejak reformasi tahun 1998 meskipun sejumlah persoalan masih saja dialami di dalamnya. Pemilu 2004 merupakan sebuah lompatan sejarah di Indonesia karena menjadi pemilu pertama yang menggunakan sistem proporsional terbuka, membuktikan bahwa rakyat telah lebih banyak dilibatkan dalam proses politik.
Saat itu, sistem kepartaian menganut sistem multi-partai (tanpa dominasi satu partai) yang diikuti oleh 24 partai dan hanya tujuh partai yang lolos ke DPR yaitu Partai Golkar, PDIP, PKB, PPP, Partai Demokrat, PKS, dan PAN (Budiardjo, 2008: 454) serta beberapa partai kecil yang kemudian menggabungkan dirinya menjadi fraksi sendiri. Partai politik menjadi instrumen demokrasi terpenting yang menentukan kualitas dari pemilu.
Sejarah partai politik di Indonesia juga merupakan bukti dari aktualisasi masyarakat yang dilembagakan, di mana entitas dalam masyarakat bersatu dan membentuk partai politik.
Secara konseptual, partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini, memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat idiil maupun materiil.
Partai politik muncul dan berkembang dari anggapan bahwa dengan membentuk suatu wadah, mereka dapat menyatukan orang-orang yang memiliki pemikiran dan cita-cita yang sama sehingga orientasi mereka bisa bersama-sama dikonsolidasikan (Friedrich dalam Budiardjo, 2006: 404). Karena itulah, partai politik menjadi salah satu pilar demokrasi. Artinya, demokrasi tidak akan terwujud tanpa adanya partai politik karena di dalamnya terdapat kepentingan dari masyarakat yang diperjuangkan.
Dalam sistem politik yang demokratis, partai politik memiliki peranan yang sangat penting terutama dalam proses konsolidasi demokrasi. Peran penting tersebut dikaitkan dengan fungsinya untuk memobilisasi rakyat dalam pemilu, agregasi berbagai kepentingan rakyat, serta mempersiapkan para calon pemimpin yang akan duduk dalam pemerintahan (Asrinaldi, 2014).
Konsolidasi Partai
Setiap partai politik tentu memiliki strategi yang berbeda-beda untuk memperoleh suara tinggi pada pemilu. Momentum Pileg menjadi perhatian khusus bagi partai politik karena kemenangannya mampu mengantarkan calon legislator dari partainya lolos ke DPR. Bentuk konsolidasi partai politik dalam hal ini setidaknya memiliki dua dimensi, yaitu internal dan eksternal.
Dimensi internal meliputi konsolidasi struktur dan konsolidasi agenda politik (ideologis), sedangkan dimensi eksternal meliputi konsolidasi vertikal dan konsolidasi horizontal. Studi ini mencoba mengkaji kelembagaan PKS karena partai tersebut memiliki soliditas yang lebih baik dibanding partai lainnya seperti Partai Demokrat dan PPP dalam menghadapi Pileg 2014 (Noor, 2012).
Sebagai salah satu partai politik di Indonesia yang berbasas Islam, PKS dapat dikategorikan sebagai partai yang memiliki karakteristik yang solid dan didukung oleh model kepemimpinan yang baik secara internal, dan kader-kader yang militan. Walaupun demikian, perbedaan pandangan yang terjadi pasca Pemilu 2004 menyebabkan PKS terpecah menjadi dua faksi: Faksi Keadilan dan Faksi Sejahtera.
Hal ini terkait dengan munculnya perdebatan tentang siapa kandidat presiden pada putaran pertama Pilpres Tahun 2004 yang akan didukung PKS. Faksi Keadilan merupakan orang-orang tua di PKS dan kelompok yang cenderung konservatif. Sementara Faksi Sejahtera adalah kelompok muda atau pembaharu. Bagi Faksi Keadilan, Faksi Sejahtera adalah kelompok liberal dalam partai.
Menjelang Pemilu 2014, sejumlah prediksi mengatakan, bahwa partai politik berbasis agama akan mendapat suara minim. Airlangga Pribadi, ilmuwan politik Universitas Airlangga Surabaya, mengatakan, bahwa ada tiga hal yang yang menyebabkan partai berbasis agama akan meraih suara minim pada Pileg 2014. Pertama, kesadaran publik yang tidak lagi membeda-bedakan partai nasionalis dan agama secara ketat.
Kedua, partai berbasis agama menghadapi tantangan moral politik jika dibandingkan partai lain, sehingga diperkirakan mereka gagal membuktikan memiliki sistem nilai dan etika politik yang lebih baik. Ketiga, pudarnya politik aliran diikuti menguatnya politik transaksional (Kompas, 09 Mei 2011).
“Badai” Politik PKS
Dalam konteks PKS, isu moral politik yang menimpa salah satu kadernya adalah hal paling krusial yang harus segera diselesaikan menjelang Pemilu 2014. Isu negatif yang paling disorot menjelang Pemilu 2014 adalah kasus suap impor daging sapi yang dilakukan oleh Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) selaku Presiden PKS di awal tahun 2013. LHI terbukti menerima suap sebesar Rp. 1,3 Miliar dari Direktur Utama PT. Indoguna Utama terkait penambahan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian.
LHI divonis 18 tahun penjara dan hak politiknya dicabut. Selain itu, publik juga sulit menerima alibi seorang anggota DPR seperti Arifinto dari Fraksi PKS yang tertangkap fotografer sedang menonton gambar porno saat sidang paripurna. Pengunduran diri Arifinto dari anggota DPR memang menyelamatkan muka PKS di tengah hantaman isu negatif saat itu.
Namun, PKS yang memposisikan diri sebagai partai beragama dengan tagline bersih dan peduli, terlanjur memperlihatkan kepada publik peristiwa yang menunjukkan bahwa slogan-slogannya selama ini hanya omong kosong.
Suara Turun
Kasus suap impor daging sapi yang menjerat sejumlah elite PKS di atas memang harus dibayar dengan turunnya suara partai tersebut. Sejak kasus itu ramai dibicarakan, sejumlah lembaga survei meyakini bahwa perolehan suara PKS di Pemilu 2014 akan turun drastis.
Dari yang semula prosentase suara PKS sebesar 7,88 persen di Pileg 2009, diperkirakan akan merosot dan bahkan tidak lolos ambang batas parlemen 3,5 persen pada Pileg 2014. Hasil survei Litbang Kompas pada Juli 2012 di 33 provinsi menunjukkan, bahwa suara PKS turun drastis ke angka 2,5 persen. Survei Kompas ini mengambil sample sebanyak 1.008 dengan sampling error kurang lebih 3,1 persen.
Survei yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pada Januari 2014 menyatakan, bahwa terdapat empat partai politik yang elektabilitasnya rendah dan terancam tidak lolos ambang batas parlemen, yaitu PKS dengan hanya meraih sebesar 2,2 persen, Partai Nasdem dengan perolehan 2 persen, PBB dengan 0,7 persen dan PKPI dengan 0,5 persen.
Namun, peneliti LSI, Adjie Alfaraby, menyatakan bahwa PKS masih bisa melampaui ambang batas parlemen jika bekerja keras karena partai ini memiliki solidaritas organisasi dan militansi kader yang cukup kuat (Kompas, 02 Februari 2014).
Sebuah survei juga dilakukan oleh Indonesia Research Center (IRC) pada Mei 2013 yang menyatakan, bahwa partai Islam ini tidak beranjak di angka 2, yakni hanya sebesar 2,8 persen. PKS juga kalah dari partai baru yaitu Nasdem yang masih mendapat 4,5 persen. Survei ini menggunakan metode multistage random sampling dengan margin of error sebesar 2,3 persen (Merdeka, 27 Juni 2013).
Hasil survei oleh Lembaga Survei Jakarta (LSJ) juga menunjukkan, bahwa PKS memiliki elektabilitas yang cukup rendah yaitu sebesar 2,6 persen. Survei ini dilakukan pada Februari 2013, sebulan setelah kasus suap impor daging sapi merebak, dengan responden sejumlah 1.225 dan margin of error sebesar 2,8 persen. Survei yang dilakukan Lembaga Survei Nasional (LSN) pada Bulan Oktober 2013 merilis, bahwa partai yang dipimpin Anis Matta tersebut menjadi partai Islam yang paling tidak disukai (30,5 persen).
Sementara itu, PPP menjadi partai yang paling disukai (45,8 persen), disusul oleh PKB (44,1 persen), PAN (40,7 persen), dan PBB (35,8 persen) (Merdeka, 26 November 2013). Berbagai survei tersebut tentu akibat pemberitaan negatif PKS di berbagai media sejak Mei hingga Oktober 2013.
Meskipun demikian, Lembaga Survei Jakarta (LSJ) membuat survei lanjutan sepekan menjelang Pileg 2014 yang menunjukkan peningkatan elektabilitas PKS pada angka 3,6 persen, naik 1,0 persen bila dibandingkan survei pada Februari 2013.
Hasil survei LSJ tersebut ternyata tidak jauh berbeda dengan hasil survei yang dirilis oleh Lembaga Klimatologi Politik (LKP) pada Maret 2014. Hasil survei LKP juga menunjukkan peningkatan elektabilitas PKS pada angka 3,7 persen, berada di peringkat atas jika dibandingkan dengan partai Islam lainnya seperti PPP yang hanya di angka 3,5 persen, PAN di angka 3,3 persen, dan PBB di angka 1,1 persen (Kompas, 11 April 2014).
PKS tentu patut berbangga hati karena rekapitulasi resmi KPU pada Pemilu 2014 menunjukkan bahwa perolehan suara PKS masih berada di angka aman yaitu 6,79 persen. PKS mengalami penurunan sebesar 1,09 persen dari Pemilu 2009 yang saat itu meraih 7,88 persen.
Penurunan suara yang sangat signifikan justru terjadi pada partai politik lain seperti Partai Demokrat yang suaranya turun hingga 100 persen dari pemilu sebelumnya, yaitu 20,85 persen pada Pileg 2009 ke 10,19 persen di Pileg 2014. Hal ini mengindikasikan sebuah ketidakpuasan rakyat terhadap kepemimpinan SBY beserta kinerja kabinetnya selama dua periode sebelumnya (Republika, 10 April 2014).
Meleset
Turunnya suara PKS hanya di prosentase 1,09 persen membuat banyak survei meleset karena selisih angka yang cukup jauh. Menurut berbagai survei, perolehan suara PKS di Pemilu 2014 rata-rata hanya di prosentase 2-3 persen. Sementara itu, partai ini pada kenyatannya berhasil mencapai 6,79 persen. Hal ini tentu menjadi pertanyaan besar mengingat saat itu PKS sangat terpuruk dengan ditetapkannya LHI selaku Presiden PKS menjadi tersangka kasus korupsi.
Anis Matta yang ditetapkan menjadi Presiden PKS pengganti LHI dianggap sebagai manusia ajaib dengan intelektual di atas rata-rata, yang diharapkan membawa angin segar dan harapan baru bagi PKS untuk mampu bangkit menghadapi Pemilu 2014. Anis mampu meyakinkan kader dan simpatisan untuk tetap setia berjuang bersama PKS pasca berbagai kasus moral yang melibatkan sejumlah elite partai.
Anis Matta memang bukan orang baru di PKS. Sebelumnya ia pernah menjabat sebagai sekjend PKS selama tiga periode (2003-2013). Anis banyak dikenal dan disenangi di PKS. Setelah menjabat sebagai Presiden PKS, ia kerap menemui para kader di daerah untuk memberikan semangat dan meyakinkan bahwa PKS optimis dapat meraih banyak suara dan mempertahankan eksistensinya di Pemilu 2014.
Investigasi Soliditas PKS
Meskipun topik ini bergulir pada tahun 2014, perlu diketahui bahwa belum ada kajian yang secara spesifik membahas tentang soliditas PKS untuk dapat bisa bertahan pada Pileg 2014 setelah dihantam berbagai isu negatif. Karena itu, studi ini mencoba mengkaji upaya PKS dalam memelihara soliditas partai terutama dalam menghadapi Pileg 2014.
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam studi ini adalah bagaimana soliditas Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam menghadapi Pileg 2014? Karena itu, tujuan studi ini adalah menginvestigasi soliditas PKS dalam menghadapi Pileg 2014.
Secara metodologis, studi ini merupakan jenis penelitian kualitatif yang bersifat kepustakaan (library research), yaitu pengumpulan data dari berbagai sumber yang ada di buku, artikel jurnal ilmiah, laporan-laporan, dan berita yang tersebar di berbagai media daring yang sumbernya dapat dipertanggungjawabkan (Nazir, 2003: 27).
Pendekatan yang digunakan oleh studi ini adalah pendekatan studi kasus, yaitu jenis pendekatan yang bertujuan untuk menyelidiki dan memahami sebuah masalah dengan mengumpulkan berbagai macam informasi yang relevan dan diolah serta dianalisis untuk mendapatkan jawaban atas masalah yang terjadi (Creswell, 2013). Studi kasus dalam studi ini adalah PKS dalam konteks soliditasnya dalam menghadapi Pileg 2014.
Setelah data diperoleh, maka data-data tersebut dianalisa ke dalam empat tahapan: pengelolaan data yang bertujuan untuk menyelamatkan dari data yang berserak; lalu diseleksi sesuai dengan indikator yang dibutuhkan; dilanjutkan dengan analisa antar-variabel serta verifikasi data; dan terakhir adalah penafsiran dan penarikan kesimpulan (Al-Hamdi, Sakir, Suswanta, Atmojo & Efendi, 2020)
Dapatkan Bukunya Sekarang Juga!
DAFTAR ISI
Bab 1
Pendahuluan
Bab 2
Partai Politik dan Soliditas Organisasi (Studi Terdahulu; Partai Islam: Konsep dan Klasifikasi; Perihal Soliditas Organisasi: Konsep dan Indikator)
Bab 3
PKS: Kekuatan Nasionalis-Islamis Era Demokrasi (Sejarah Berdirinya PKS; Transformasi Lambang PKS; Asas, Ideologi, Watak, dan Jati Diri PKS; Visi dan Misi PKS; Falsafah Dasar Perjuangan PKS; Platform Kebijakan Pembangunan PKS; Keanggotaan dan Pendukung PKS; Struktur Organisasi PKS; Keuangan di PKS; Prestasi PKS dalam Pemilu)
Bab 4
Menguji Soliditas PKS dalam Menghadapi Pemilu 2014 (Kepemimpinan Prosedural; Mekanisme Resolusi Konflik; Kaderisasi Sistematis; Komitmen terhadap Nilai-Nilai Bersama atau Ideologi)
Bab 5
Kesimpulan
Spesifikasi Buku

Cetakan I Februari 2021; xiv + 110 hlm, ukuran 14 x 24 cm, kertas isi HVS 70 gram hitam putih, kertas cover ivory 230 gram full colour, jilid lem panas (soft cover) dan shrink bungkus plastik.
Harga Buku
Jika stock habis, penjualan buku dilayani secara print on demand (buku dicetak ketika ada pemesanan). Memerlukan waktu +- 3 hari setelah pembayaran. Harga belum termasuk ongkos kirim
Rp100.000
Rp75.000
Tentang Penulis

Ridho Al-Hamdi
Ilmuwan politik dengan konsentrasi keahlian di isu seputar partai politik, pemilu, demokrasi, dan Islam-politik. Kini dia adalah direktur International Program of Government Affairs and Administration (IGOV), Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di mana dia mengajar dan melakukan aktivitas penelitian. Pendidikan doktornya diselesaikan di bidang ilmu politik, Universitas TU Dortmund, Jerman (beasiswa BPPLN Kemenristekdikti, 2014-2017). Pendidikan sarjana dan masternya ditamatkan di UIN Sunan Kalijaga dan Universitas Gadjah Mada. Sebelum ke jenjang universitas, dia pernah menjadi santri di Pondok Pesantren Modern Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta. Pada spring season 2018, dia pernah menjadi dosen tamu di Universitat Pompeu Fabra, Barcelona, Spanyol atas sponsor Erasmus+ dan adjunct assistant professor di Asia University, Taiwan (collaborative grant, 2018).

Dyah Mely Anawati, SIP
Alumni Prodi Ilmu Pemerintahan, FISIPOL, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Dia adalah mahasiswa angkatan 2015 dan lulus sebagai sarjana pada tanggal 22 Desember 2018 dengan predikat Cumlaude. Perempuan yang bisasa dipanggil Mely ini berasal dari Ponorogo, Jawa Timur, sehingga pendidikan SD, SMP, dan SMA-nya diselesaikan di kampung halamannya. Dia pernah terlibat dalam sejumlah penelitian seputar isu politik mutakhir keindonesiaan. Kini Mely bekerja di salah satu perusahaan swasta di Yogyakarta. Untuk berkomunikasi, bisa melalui e-mail dyah.mely@gmail.com