SISTEM WARIS ISLAM PRAKTIS
Buku yang membahas secara gamblang bagian masing-masing ahli waris dan lain-lain yang berkaitan dengan warisan
BAGAIMANA SISTEM WARIS DALAM ISLAM?
Nabi Muhammad saw diutus oleh Allah swt untuk mengemban risalah samawi, membawa risalah suci menyampaikan risalah ilahi menuntun umat manusia kepada jalan yang diridhai. Jalan yang di ridhai itu tentunya mengandung kemaslahatan baik untuk manusia itu sendiri maupun kepada selainnya.
Ruang lingkup ajaran islam yang di bawa oleh Nabi Muhammad saw terdiri dari aspek akidah, syariah dan akhlak. Akidah berkaitan dengan keyakinan, syariah merupaka aturan-aturan yang berhubungan dengan lahir manusia dengan Allah (hablum minallah) dan berkaitan dengan hubungan manusia dengan alam sekitarnya. Sedangkan akhlak merupakan aturan-aturan yang berkaitan dengan cara memperindah hubungan-hubungan itu baik dengan Allah maupun dengan manusia dan alam sekitarnya.
Berkaitan dengan syariah, sebagian ulama membaginya menjadi beberapa aspek yaitu:
1. Aspek ibadah: yaitu peraturan-peraturan yang mengatur hubungan langsung dengan Allah SWT (ritual).
2. Aspek muamalah: yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan orang lainnya dalam hal tukar-menukar harta (termasuk jual beli), di antaranya: dagang, pinjam-meminjam, sewa-menyewa, kerja sama dagang, simpanan barang atau uang, penemuan, pengupahan, warisan, wasiat dan lain-lain.
3. Aspek munakahat: hukum yang mengatur segala sesuatu yang mengenai perkawinan, perceraian, serta akibat-akibatnya.
4. Aspek warotsah: mengatur segala masalah yang menyangkut tentang warisan. Hukum kewarisan ini juga disebut faraid.
5. Aspek jinayat : yaitu peraturan yang menyangkut pidana islam, di antaranya : qishash, diyat, kafarat, pembunuhan, zina, minuman memabukkan, murtad dan lain-lain.
Dari sekian aspek syariah, Allah mengatur dan menetapkan tentang warisan dalam sejumlah ayat dalam al-Quran dan dijelaskan pula melalui lisan suci utusan-Nya Nabi Muhammad saw. Aturan-aturan tentang warisan yang telah Allah tetapkan jelas arah dan tujuannya bahkan mengandung hikmah yang luar biasa.
Salah satu aturan dalam masalah warisan yang sering dipertanyakan kandungan keadilannya adalah bagian laki-laki dua bagian perempuan, sepintas ketentuan ini terkesan tidak adil sebab baik laki-laki maupun perempuan kedudukannya sama dengan mayit.
Mengutip pernyataan syaikh Ali as-Shobuni dalam kitabnya al-Mawarits fi al-Syariah al-Islamiyah, mengatakah bahwa syariat Islam telah menentukan warisan ini karena didalamnya mengandung hikmah yang jelas diantaranya:
1. Orang perempuan kebutuhannya harus ditanggung oleh anaknya, bapaknya atau saudaranya atau oleh kerabat yang lain.
2. Orang perempuan tidak dibebani untuk memberikan nafkah kepada siapapun, hal ini berbeda dengan orang laki-laki yang diwajibkan untuk memberikan nafkah kepada orang yang wajib dinafkahi baik keluarga maupun kerabat.
3. Laki-laki lebih banyak kebutuhannya karena tanggungan ekonomi untuk keluarga berada di pundaknya yang oleh karenanya laki-laki membutuhkan harta lebih banyak daripada perempuan.
4. Laki-laki harus membayar mahar kepada istri, memberikan tempat tinggal, pakaian dan memberi makan kepada istri dan anak-anaknya.
5. Laki-laki wajib menaggung biaya pendidikan dan biaya berobat untuk anak dan istri.
Melihat besarnya kebutuhan dan banyaknya kewajiban laki-laki dibanding perempuan, Allah saw dengan karunia dan kasih sayang-Nya menetapakan bagian laki-laki dua bagian perempuan.
Lebih lanjut penulis akan mengilustrasikan dengan contoh kasus agar lebih jelas akan hikmah yang terkandung dalam pemberlakuan ketentuan warisan sebagaimana yang telah diteapkan oleh Allah saw.
Misalnya seorang ayah meninggal dunia dengan meninggalkan dua ahli waris anak laki-laki dan perempua sedangkan harta yang ditinggalkan adalah 45.000.000 rupiah. Dalam hal ini anak laki-laki memperoleh 30.000.000 rupiah sedangkan anak perempuan mendapatkan 15.000.000 rupiah.
Apabila kedua anak itu mau menikah maka anak-laki harus memberikan mahar kepada istrinya, menafkahi keluarganya memberikan tempat tinggal, memberikan makan dan minum dan membelikan pakaian. Jika ia punya anak maka tanggungan nafkah itupun bertambah yang karenanya kebutuhannya terhadap finansial juga bertambah. Lantas bagaimana jika anak perempuan itu yang mau menikah?
Ia tidak perlu memberikan mahar akan tetapi ia mendapatkan mahar dari suaminya, ia tidak wajib menafkahi suaminya akan tetapi ia yang wajib dinafkahi diberi tempat tinggal, biaya makan, minum, pakaian semuanya ditanggung suami. Sekarang harta siapa yang lebih banyak? Anak perempuan atau anak laki-laki?
Itulah hikmahnya mengapa laki-laki memperoleh dua bagian perempun. Ketentuan pembagian wariasan dalam islam akan Nampak lebih terang kanduang keadilannya jika mengetahui bagaimana system pembagian waris di masa sebelum datangnya Islam.
Sebelum cahaya Islam datang di semenanjung Arabia, masyarakat jahiliyah tidak memberikan bagian warisan kepada perempuan dengan alasan perempuam tidak bisa berperang, tidak mampu menunggangi kuda dan tidak bisa memainkan pedang serta tidak bisa melawan musuh. Kemudian cahaya islam datang dalam kondisi wanita-wanita terdzolimi, tidak diberikan hak waris dari harta peninggalan suaminya dan tidak diberikan pula dari harta peninggalan bapaknya. lantas Islam yang mengandung rohmatan lil alamin menetapkan ketentuan yang mengejutkan masyarakat arab yaitu menetapkan untuk kaum wanita mendapatkan warisan.
Ibnu Jarir ath-Thabari meriwayatkan sebuah kisah yang bersumber dari Abdullah Ibnu Abbas RA Ia berkata: “Ketika ayat-ayat yang menetapkan tentang warisan diturunkan Allah kepada RasulNya –yang mewajibkan agar memberikan hak waris kepada ix
laki-laki, wanita, anak-anak, kedua orang tua, suami, dan istri– sebagian bangsa Arab merasa kurang senang terhadap ketetapan tersebut. Dengan nada keheranan sambil mencibirkan mereka mengatakan: ‘Haruskah memberi seperempat bagian kepada kaum wanita (istri) atau seperdelapan.’ Memberikan anak perempuan setengah bagian harta peninggalan? Juga haruskah memberikan warisan kepada anak-anak ingusan? Padahal mereka tidak ada yang dapat memanggul senjata untuk berperang melawan musuh, dan tidak pula dapat andil membela kaum kerabatnya. Sebaiknya kita tidak perlu membicarakan hukum tersebut. Semoga saja Rasulullah melalaikan dan mengabaikannya, atau kita meminta kepada beliau agar berkenan untuk mengubahnya.’ Sebagian dari mereka berkata kepada Rasulullah: ‘Wahai Rasulullah, haruskah kami memberikan warisan kepada anak kecil yang masih ingusan? Padahal kami tidak dapat memanfaatkan mereka sama sekali. Dan haruskah kami memberikan hak waris kepada anak-anak perempuan kami, padahal mereka tidak dapat menunggang kuda dan memanggul senjata untuk ikut berperang melawan musuh?’
Demikianlah aturan Islam, menetapkan bagian waris untuk wanita setelah sebelumnya mereka tidak diberi bagian warisan dari harta suami dan bapaknya sekalipun.
Dapatkan Bukunya Sekarang Juga!
Daftar Isi dan Spesifikasi Buku
Buku ini terdiri dari beberapa bagian pembahasan yang ditulis oleh para penulis dari beragam disiplin ilmu
- Cetakan I, September 2022
- Jumlah Halaman xii + 210
- Ukuran 14 x 20 cm
- Kertas Isi Bookpaper 57,5 gram (Hitam Putih)
- Kertas Cover Ivory 230 Gram (Laminasi Doff)
- Finishing Jilid Lem Panas (Soft Cover) dan Shrink (Bungkus Plastik)
Rp 98,500
Sistem penjualan buku ini adalah print on demand. Buku hanya akan dicetak ketika ada pemesanan. Butuh waktu +- 3 hari setelah pembayaran. Harga belum termasuk ongkos kirim
- Harga Belum Termasuk Ongkos Kirim
- Klik Tombol Beli Sekarang untuk Melanjutkan Pembelian