Islam dan Budaya Lokal dalam Tradisi Tabut

Buku ini mengulas tentang tabut dalam aspek agama dan budaya

Islam dan Budaya Lokal dalam Tradisi Tabut

buku ini membahas mengenai kajian tentang Tabut dan wacana Islam Syi’ah dengan topik Tabut pada aspek agama dan budaya.  Eksistensi kepercayaan dan agama sebelum Islam datang dan berkembang di Indonesia telah mewarnai tradisi dan budaya lokal. Menurut Komarudin Hidayat, Islam dan budaya lokal pada dasarnya saling membutuhkan dan secara kreatif telah memperkaya mosaik peradaban Indonesia.

Oleh karena itu, kurang tepat jika melihat corak keberagaman Islam di Indonesia dari satu sudut pandang, karena akan menjadikan pandangan terdistorsi dan tidak utuh. Ada kompleksitas dan pernik-pernik yang memerlukan pengamatan mendalam, yang tidak dapat dilihat secara sepintas, karena terdapat pergulatan antara Islam dan kepercayaan pra-Islam maupun negosiasi Islam dengan budaya lokal.

Islam telah menjadi satu faktor pembentuk tradisi baru dalam masyarakat, tetapi tidak sepenuhnya mendominasi tradisi baru itu. Karena tidak dapat dipungkiri disebagian masyarakat Indonesia yang tinggal di pedalaman dan pedesaan, meskipun sudah menganut Islam masih tampak adanya pengaruh animisme dan dinamisme dalam berbagai budaya dan tradisi di masyarakat. Kenyataan ini hampir terjadi disemua daerah di Indonesia, tidak terkecuali di Bengkulu. Islam tidak sepenuhnya mengubah kehidupan masyarakat, karena masih terdapat nuansa kepercayaan dan agama pra-Islam di sebagian masyarakat. 

Pada masyarakat Bengkulu masih dapat ditemukan adanya kepercayaan terhadap benda-benda maupun hewan yang dianggap betuah, serta roh dan keramat. Pada aspek kepercayaan, terdapat anggapan pelaksanaan tradisi Tabut dapat membuat terhindar dari Balak. Berbagai kesusahan dalam kehidupan dan menghadirkan ketentraman. Jika sebelum pandemi tradisi Tabut dilksanakan dengan agenda budaya festival daerah, pasar dadakan, dan lain sebagainya, namun di tahun 2020 dikarenakan pandemi Covid-19, maka hanya dilaksanakan prosesi tradisi Tabut oleh KPT tanpa ada kegiatan pendukungnya, seperti festival Tabut.

Berbagai simbol dalam tradisi Tabut, dapat dilihat sebagai pesan komunikasi yang memiliki makna berupa pesan yang ingin disampaikan. Menurut Irwan Abdullah, simbol dengan maknanya menjadi suatu objek yang dihasilkan melalui proses negosiasi yang melibatkan berbagai pihak dengan kepentingannya masing-masing. Dengan kata lain, simbol yang ada dalam tradisi Tabut sangat mungkin memuat makna sebagai pesan yang ingin disampaikan oleh KPT Tabut kepada khalayak.

Dapatkan Bukunya Sekarang Juga!

Daftar Isi 1
Daftar Isi 2

Daftar Isi dan Spesifikasi Buku

Buku ini terdiri dari V bab yang ditulis langsung oleh pelaku sejarahnya

  • Cetakan I, Agustus 2021
  • Jumlah Halaman xiv + 204
  • Ukuran 15.5 x 23 cm.
  • Kertas Isi Bookpaper 57,5 gram (Hitam Putih)
  • Kertas Cover Ivory 230 Gram (Laminasi Doff)
  • Finishing Jilid Lem Panas (Soft Cover) dan Shrink (Bungkus Plastik)

Rp 128,000

Sistem penjualan buku ini adalah print on demand. Buku hanya akan dicetak ketika ada pemesanan. Butuh waktu +- 3 hari setelah pembayaran. Harga belum termasuk ongkos kirim

  • Harga Belum Termasuk Ongkos Kirim
  • Klik Tombol Beli Sekarang untuk Melanjutkan Pembelian

Tentang Penulis

Dr. Japarudin, S.Sos.I., M.Si.,

Putra daerah Kaur Provinsi Bengkulu. Alumni pascasarjana bidang Islamic Studies di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan bekerja sebagai dosen di IAIN Bengkulu selain itu penulis juga aktif dalam beberapa kegiatan dan organisasi diantaranya seperti Pengurus/anggota PW-GP Anshor Bengkulu, PW-IKA PMII Bengkulu, PW-NU Bengkulu, Pengurus Forum Antar Umat Beragama Peduli Keluarga Sejahtera dan Kependudukan (FAPSEDU) Bengkulu Pengurus Pusat Asosiasi Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam (ASKOPIS) Indonesia, Tim Seleksi Anggota Bawaslu Kabupaten/Kota Propinsi Bengkulu, Panelis Debat Publik Pasangan Bupati dan Calon Bupati Kabupaten Kepahiang Tahun 2020.