Gurat Senja

Biarlah Sunyi Bicara

Biarlah sunyi yang bicara
Tatkala suara tak lagi kau dengar
Biarlah sunyi yang berkata
Ketika logika terasa hambar

Ayat-ayat tak kau hiraukan
Hati nurani menjadi bisu
Mungkin kau tak perlu aturan
Karna yang ada kau anggap palsu

Oh… gunung, pantas kau tertawakan kami
Yang linglung, lelah bergelut dengan kehidupan ini
Oh… angin, berhembuslah perlahan
Untuk menyejukkan, bukan menghempaskan

Sejarah tak bisa dipungkiri
Meski tak tertulis dengan rapi
Namun jika kau malas belajar darinya
Kau tak kan pernah jadi insan bijaksana

Biarlah sunyi yang bicara
Mematahkan teriakan lantang mereka
Mengisi ruang-ruang hampa dalam kehidupan
Menyadarkan pentingnya sunyi di ujung kebuntuan

Tumpahan rasa dalam gurat senja, ibarat ungkapan yang lepas dari perhatian manusia.
Remang cahyanya hambar, terinjak langkah memasuki malam gulita. Segenap puja, kehadirat Tuhan Maha Kuasa, sehingga karya sederhana ini sampai di tangan pembaca.

Ungkapan terima kasih yang tak terhingga, kepada malaikat yang menjelma pada kedua orang tua saya. Juga insan bak bidadari surga, Sang istri tercinta. Kepada semua saudara dan sahabat- sahabat saya. Juga pada penyejuk hati kami, Ananda Huda dan Yoga.

Semoga Tuhan penguasa semesta memberikan imbalan berlipat ganda. Sebagai insan penuh kekurangan. Puisi Gurat Senja, dirangkai jauh dari kesempurnaan. Permohonan maaf setulusnya, dengan harapan kritik dan saran senantiasa saya nantikan.