FILSAFAT RUANG WAKTU Penelusuran Fenomeno-Naturalis terhadap Konsep Home

Menyelami buku ini, Anda akan menemukan perspektif baru
tentang home, rumah, dan kediaman. Secara fokus, saya menjelaskan
batasan ontologis dari home dengan kaitannya terhadap hubungan
antara manusia dan lingkungan.

Manusia, Fenomena, dan Ruangwaktu

Saat menulis buku ini, dunia sedang dilanda pandemi covid-19 yang disebabkan sejenis virus. Kondisi ini memaksa kita untuk tetap tinggal di rumah. Tetap tinggal di rumah merupakan sebuah upaya untuk mencegah penyebaran virus dengan mereduksi transmisi di ruang publik. Konsekuensinya, kita terpaksa, sekaligus dipaksa, untuk tidak keluar dari rumah. Bagi beberapa orang, diam di rumah adalah hal yang sangat membosankan. Begitulah, pandemi telah mengubah lokus aktivitas manusia.
Salah satu fenomena pandemi adalah work-from-home (WFH). Ruang kerja di lingkungan publik harus ‘dipindah’ ke rumah. Hal ini dilakukan agar roda ekonomi tetap dinamis sehingga bisnis tidak gulung tikar. Saat pertama dimulai, ada sejumlah respon positif. Dalam pelaksanaan WFH, pekerja tidak perlu melakukan perjalanan yang melelahkan dari dan ke dari kantor. Otomatis, mereka beranggapan bisa lebih banyak menghabiskan waktunya dengan beristirahat dan beraktivitas dengan keluarga. Namun ternyata, pengharapan positif itu tak selalu sejalan dengan realitas.
Pada tahun 2020, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak merilis data mengenai peningkatan kekerasan domestik terhadap perempuan di awal pandemi. Žižek (2020 mengungkapkan bahwa selama pandemi, seakan kita tidak pernah tidak bekerja dan alhasil mudah lelah. Dampaknya, rumah yang biasa diasosiasikan sebagai tempat yang nyaman, aman, menjadi
ternegasikan. Rumah yang biasa kita persepsi sebagai tempat istirahat dari bekerja menjadi sesak dengan pekerjaan yang kita pindahkan dari kantor ke ‘rumah.’ Alhasil, rumah yang biasanya
menjadi pelabuhan lelah pun menjadi lokus stressor. Kita tidak lagi menemukan rumah sebagai tempat istirahat. Interaksi antar anggota keluarga pun menjadi disharmonis. Tidak hanya itu, ada juga permasalahan pengungsian yang terjadi di dunia. Menurut data yang diestimasikan The UN Refugee
Agency (2021), sekitar 80 juta penduduk memutuskan untuk mengungsi. Mayoritas pengungsi berasal dari 5 negara. Namun, hampir sepertiga dari pengungsi merupakan anak-anak. Dari total 80 juta pengungsi, hanya sekitar 120 ribu pengungsi yang dapat berhasil kembali ke negara asalnya. Ditambah lagi, sekitar 4,2 juta pengungsi teregistrasi tidak memiliki kewarganegaraan. Sehingga, jumlah pengungsi yang sebenarnya diestimasikan lebih banyak. Pandemi covid-19 juga menjadikan para pengungsi lebih
rentan tertransmisi virus. Hal ini disebabkan karena tempat tinggal yang sangat berdekatan, tidak adanya ventilasi yang baik, dan lain sebagainya (Alemi et al., 2020).

Terkait dengan tempat tinggal (baca: rumah), sesuatu yang dinobatkan sebagai sumber proteksi diri dari dunia luar bisa menjadi tempat yang sangat berbahaya. Hal ini membuat konsepsi tentang
tempat tinggal hanya sebatas pemahaman mengenai tempat dengan tembok dan atap. Rumah tidak lagi terasa sebagai home. Dalam konteks pengungsian, ketidakadaan status kewarganegaraan yang
jelas menjadikan para pengungsi tidak memiliki tempat tinggal, setidaknya yang permanen. Lantas, apakah para pengungsi tersebut Dimitry Ratulangie Ichwan vii benar-benar tidak memiliki home?

Menyelami buku ini, Anda akan menemukan perspektif baru tentang home, rumah, dan kediaman. Secara fokus, saya menjelaskan batasan ontologis dari home dengan kaitannya terhadap hubungan
antara manusia dan lingkungan. Saya juga mencoba untuk mengelaborasi penerjemahan home dari pendekatan fenomenologis dan naturalisme. Selain itu, saya juga menyajikan perspektif mengenai gelembung ontologis home, termasuk aspek epistemologi dan aksiologinya.

Setelah membangun konsep segar tentang home, saya menjustifikasi konsep home dalam hal kesepakatan universal. Pada bab pertama, disajikan problematika terkait home. Pada bab kedua,
dipaparkan interpretasi fenomenologis terhadap home dari sudut pandang fenomenologis romantik. Pendekatan fenomenologis romantik sangat sering digunakan untuk mendeskripsikan home. Pemahaman fenomenologis yang dikedepankan lebih kepada fenomenologi Heidegger yang spesifik membahas mengenai temporalitas atau fenomenologi terhadap waktu. Tidak hanya itu, bab ini juga mengeksplorasi presuposisi-presuposisi yang kadang terlewat saat membicarakan mengenai home. Secara lebih spesifik, bab ini membahas relasi antara persepsi manusia terhadap home dengan ruangwaktu (saya akan menjelaskan kenapa ruang dan waktu tidak bisa dipisah pada buku ini). Selanjutnya, dibahas pula memori individu terhadap ruangwaktu tertentu yang dapat membangun kenangan tentang home.

Dapatkan Bukunya Sekarang Juga!

DAFTAR ISI

Daftar Isi 1
Daftar Isi 2

Spesifikasi Buku

Cetakan I, Juli 2024;  142 hlm, ukuran 14 x 20 cm, kertas isi HVS hitam putih, kertas cover ivory 230 gram full colour, jilid lem panas (soft cover) dan shrink bungkus plastik.

Harga Buku

Sebelum melakukan pembayaran, cek ketersediaan stock kepada admin. Jika buku out of stock pengiriman membutuhkan waktu – 3 hari setelah pembayaran.

Rp 100.000

Rp 81,500

Tentang Penulis

Dimitry Ratulangie Ichwan

memiliki ketertarikan dalam bidang lingkungan dan filsafat. Awal terjun Dimitry ke ilmu filsafat adalah saat menyelesaikan gelar magisternya dalam bidang ilmu filsafat. Namun demikian, Dimitry melihat kekurangan filsafat dari cara filsafat mencoba menjustifikasi realita. Sebelumnya memiliki gelar sarjana teknik dalam bidang teknik lingkungan, Dimitry melihat adanya potensi untuk menggabungkan dua pendekatan pemikiran dalam satu naskah; pendekatan sains dan filosofis. Dengan dua latar belakang akademik ini, ditambah dengan pengalaman pribadi, buku ini dibangun.
Dimitry juga mengadopsi pendekatan orangtuanya dalam melihat dunia akademik; ilmu harus dicapai setinggi-tingginya. Pun demikian, pengetahuan tidak hanya didapatkan melalui kelas dan buku. Dimitry suka berkelana ke tempat-tempat untuk melakukan observasi terhadap pergerakan manusia, bagaimana mereka berinteraksi satu sama lain, bagaimana lingkungan mempengaruhi kehidupan manusia, dan lain-lain. Memori perjalanan Dimitry dijadikan sebagai bahan refleksi dan meditasi saat menulis buku ini.