Beberapa saat lalu, warga Indonesia dikejutkan dengan berita hasil penelitian PBB (UNESCO) yang menyatakan bahwa tingkat literasi anak di Indonesia cenderung rendah. Katanya Indonesia berada di peringkat 60, hanya satu tingkat di atas Bostwana. Banyak yang mengkambinghitamkan akibat rendahnya minat baca berasal dari terbatasnya akses bacaan pada anak. Pendapat ini ada benarnya tapi saya kira juga ada sedikit salahnya. Salah karena kita menganggap bahwa membaca dan menulis menjadi kegiatan rumit. Kita cenderung melupakan bahwa hal-hal sederhana sejatinya dapat menjadi sesuatu yang istimewa untuk dituliskan. 

Jika Anda pernah membaca tulisan karya Anne Frank, tulisannya berasal dari sesuatu yang sederhana itu. Semua kejadian dalam hidupnya, Ia tuliskan dalam buku diary; saat dia jatuh cinta ataupun kala masa-masa ketika Jerman mengalami serangan Nazi. Sebuah catatan keseharian yang justru sangat istimewa karena otentik dari pengalaman mereka sebagai anak-anak.

Hal yang sama saya lihat pada karya Farras Jauhari Mahfud ini. Ia menceritakan kesehariannya saat-saat sekolah maupun kesehariannya bersama keluarga. Aktivitasnya saat liburan sekolah misalnya, Ia menceritakannya dengan baik ketika diajak bersilaturahmi ke kantor PWM Jawa Timur. Ada juga saat ia diajak ke toko buku oleh Bapak dan Ibunya. Mengajarkan kepada anak untuk menuliskan aktivitas sehari-hari seperti Farras ini menurut saya menjadi langkah baik untuk menumbuhkan kegemaran literasi mereka. 

Hal yang saya rasa mustahil tidak bisa diajarkan oleh orang tua manapun. Yang tentu juga tidak mungkin anak tidak bisa melakukannya. Melalui tulisan-tulisan ini, kita sebagai pembaca dapat melihat bahwa segala hal yang anak alami di keseharian mereka berpengaruh besar pada pertumbuhannya. Saya melihat bahwa Farras tidak hanya menuliskan aktivitasnya, Ia juga mengungkapkan setiap sisi keteladanan yang ia ambil dari orang-orang di sekelilingnya. Tulisan ini sejatinya adalah caranya untuk meneladani Bapak, Ibu, Gurunya, bahkan Satpam di sekolahnya.

Hal yang tentu saja penting adalah saya melihat bagaimana peran Muhammadiyah dipandang melalui kacamata anak-anak. Cerita aktivitasnya di sekolah memperlihatkan bagaimana pendidikan Muhammadiyah berperan membentuk karakternya, atau cerita saat ia menemani dakwah ayahnya membuka pemahaman kita sebagai orang dewasa bahwa anak-anak sejatinya menikmati kegiatan-kegitan kaderisasi. Satu hal yang tak kalah penting tentang kebiasaan menulis itu berkaitan dengan kesehatan seorang anak. 

Dilansir dari Journal of Consulting and Clinical Psychology, orang-orang yang senang menulis pada umumnya memiliki kondisi mental yang lebih sehat daripada mereka yang tidak memiliki kebiasaan tersebut. Kesehatan mental tentunya akan memberi stimulasi yang positif pada tubuh. Untuk jangka panjang, terapi menulis bisa mengurangi tekanan darah, memperbaiki fungsi paru-paru juga lever, mempersingkat waktu perawatan di rumah sakit, meningkatkan mood, membuat perasaan lebih baik, serta mengurangi gejala-gejala trauma.

Apa yang dilakukan Farras adalah kebiasaan yang luar biasa dan harus senantiasa dijaga. Saya yakin, Farras akan menjadi anak hebat dan penulis kelas dunia. Good Luck Farras! (Surabaya, 1 Januari 2020, sebagaimana dituliskan pada kata pengantar buku ini)