Refleksi Keberagamaan untuk Kemanusiaan

Samudrabiru – Multikultural menjadi keniscayaan bagi suatu Negara. Kemajemukan ini mengakibatkan masyarakat Indonesia hidup dalam ritus sosial yang beragam. 

Tak pelak, terkadang kemajemukan ini berakhir dengan konflik. Konflik yang terjadi dalam beberapa tahun belakangan lebih dilatarbelakangi oleh masalah agama dan masalah sosial lainnya. 

Ironisnya, agama sebagai jalan hidup terkadang masih dipelintir oleh beberapa kelompok sebagai komoditi untuk berkonflik. Padahal, kita sepakat bahwa agama sejatinya menjadi modal sosial umat dalam menjalani kehidupan serta memecahkan persoalan-persoalan kekinian.

Pemahaman yang cukup mengenai apa yang diajarkan oleh setiap agama sebenarnya mampu menekan konflik yang kini marak terjadi. Akan tetapi sayangnya agama saat ini hanya dipahami secara dangkal dan lebih bersifat formal ekspresif. 

Sehingga ritus keagamaan hanya dilaksanakan sebatas untuk kepentingan pribadi dari pandangan-pandangan yang diberikan masyarakat pada kepentingan yang berlebel agama. Sering seorang guru agama ditanya mengapa seorang guru agama tidak memakai peci, tidak memakai sarung saat shalat, mengapa jidatnya mulus. Seakan-akan semua yang agamis harus berlebel agama.

Islam sebagai agama yang paling banyak dianut oleh masyarakat Indonesia agaknya belum menunjukkan diri sebagai agama yang rahmatan lil alamin. Islam kehilangan nafas kemanusiaannya. Konflik internal Islam mengakibatkan perebutan massa yang tiada habisnya. 

Perang keyakinan yang menganggap keyakinannya adalah satu-satu yang paling benar menjadi pokok masalah utama. Semua orang sibuk memikirkan cara-cara untuk mentransformasikan keyakinannya pada orang lain. Memaksakan keyakinan-keyakinan yang kaku sehingga melupakan esensi dari keyakinan itu sendiri. 

Memanusiakan manusia sebagai esensi utama sebenarnya dari sebuah keyakinan dibuang begitu saja demi mendapatkan pengakuan kebenaran sebanyak-banyaknya dari masyarakat.

Melihat kenyataan yang dihadapi bangsa ini, kami bermaksud mengejewantahkan Islam yang rahmatan lil alamin, yang mampu menjadi kubah bagi perdamaian di dunia, di Indonesia khususnya, dalam teks-teks berbasis kehidupan kekinian menjadi sebuah buku. 

Yang mana kesemuanya adalah kumpulan dari makalah pendidikan agama Islam mahasiswa Pendidkan Bahasa Jerman Universitas Negeri Yogyakarta.
Bunga rampai ini terdiri dari 41 makalah. Dan untuk memudahkan, kami telah membagi buku ini menjadi 12 bab. 

Bab pertama membahas permasalahan pentingnya manusia beragama sebagai sebuah fitrah. Dalam bab pertama, terdapat dua makalah yang akan mengantar pembaca memahami makna manusia beragama.

Bab kedua berbicara ihwal komitmen Islam dalam kemanusiaan. Di sini terdapat lima makalah yang akan menunjukkan peran agama Islam dalam kehidupan dan sebuah upaya pengenalan Islam lebih jauh. Dimana nanti terdapat penggambaran nyata akan sebuah realita dan bagaimana Islam memandangnya.

Bab ketiga menjelaskan tentang pentingnya mengenal sumber-sumber hukum agama Islam (al-Qur’an dan Sunnah) dan menginterpretasikannya dalam kehidupan bermasyarakat. Dimana terdapat tiga makalah di dalamnya. Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai Sunnah dalam kehidupan sehari-hari, seperti dalam berpakaian, maupun hal-hal yang terkadang masih menjadi polemik, seperti Qunut sholat subuh.

Bab keempat berbicara mengenai kerangka dasar agama islam. Dalam bab ini penulis menyajikan dua makalah. Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai bank syariah serta bagaimana menyikapi bunga bank dalam dunia perbankan. Kemudian, akan dibahas pula mengenai pentingnya bersyahadat secara kaffah sebagai titik tolak perubahan menuju manusia yang lebih manusia.

Bab kelima mengangkat tema moralitas dan mentalitas masyarakat Indonesia. Untuk memperjelas garis besar yang diangkat, terdapat dua makalah yang mana akan menjelaskan secara riil kondisi masyarakat Indonesia dewasa kini. Suburnya mentalitas “ingin enak dan tidak mau susah” dikritisi di bab ini. Selain. itu pentingnya peran masjid dalam membentuk masyarakat yang jauh dari hedonisme dimunculkan untuk memperkuat peran Islam sebagai “problem solver”.

Bab keenam mendedah permasalahan politik di Indonesia, tentu saja dari perspektif Islam. Dalam bab ini terdapat empat makalah. Dalam bab ini penulis ingin menyadarkan masyarakat secara politik maupun secara agama. Tidak bermaksud mencela proses politik yang ada sekarang, akan tetapi hanya memberikan gamabaran nyata akan konfigurasi politik di Indonesia dan bagaimana Islam berbicara politik. 

Di bab ini penulis mengkritisi peran parpol, yang Islam terutama, kemudian pentingnya sebuah “roll model” kepemimpinan, serta pentingnya proses politik yang nirkekerasan sebagai syarat mutlak menuju masyakat madani.

Bab ketujuh menerangkan tentang pendidikan Islam. Dalam bab ini, penulis menyajikan empat makalah, dimana masing-masing makalah memberikan gambaran bagaimana Islam merangkul pendidikannya. 

Berawal dari pentingnya peran keluarga dalam proses mendidik anak dalam perspektif Islam, pendidikan karakter yang setengah-setengah, lalu bagaimana pendidikan Islam dijadikan benteng untuk menanggulangi permasalahan pendidikan Indonesia yang sedang sakit, dan yang terakhir adalah peran pendidikan islam dalam memunculkan pemimpin yang berkarakter.

Bab ketujuh menjelaskan ihwal kerukunan antarumat beragama. Terdapat tujuh makalah untuk memberikan pengetahuan akan kehidupan beragama di Indonesia beserta masalah-masalahnya. 

Diawali dengan urgensi kerukunan beragama di Indonesia, perlunya tetap menjaga persaudaraan, dan bagaimana menumbuhkan serta mewujudkan kerukunan antarumat beragama di Indonesia yang notabene mengusung semboyan “Bhineka Tunggal Ika”.

Bab kedelapan berbicara mengenai bagaimana Islam memandang gender. Penulis menyajikan empat makalah yang menguak pandangan Islam akan bias gender dan yang lebih penting adalah bagaimana diskriminasi gender itu muncul. 

Bermula dengan meneguhkan Islam tanpa adanya diskriminasi, munculnya fenomena perempuan sebagai pemimpin, timbulnya paham-paham baru sebagai bentuk eksistensi perempuan, serta yang terakhir adalah Islam dan perempuan itu sendiri.

Bab kesembilan menyajikan lima makalah yang berbicara tentang pernikahan. Bab ini akan menerangkan bagaimana permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan cinta diselesaikan dengan kehangatan Islam. 

Di sini akan dijelaskan tentang pernikahan yang merupakan jalan menuju seks halal, kemudian juga dijelaskan tentang nikah di usia muda serta menjauhi pacaran. Selain itu akan dibahas juga mengenai nikah lintas agama serta bagaiamanakah pernikahan yang barakah.

Bab kesepuluh berbicara mengenai terorisme. Disajikan dengan dua makalah yang akan menjelaskan awal mula terorisme muncul serta pentingnya menghargai orang lain agar tidak terjadi “truth claim” yang bisa menimbulkan ketakutan-ketakutan baru.

Bab kesebelas mengambil tema kebudayaan Islam. Terdapat dua makalah dalam bab ini yang menjelaskan fenomena-fenomena yang muncul dalam berkembangnya Islam ke seluruh dunia. 

Mulai dari munculnya mitos-mitos, ritual klenik hingga dianggap musyrik. Semua akan dibahas dengan memandang berbagai sudut sehingga tidak terjadi penghakiman terhadap suatu budaya.

Demikianlah sejumlah makalah yang tersaji dalam buku ini. Dengan terbitnya buku ini diharapkan menjadi oase di tengah keringnya masyarakat Indonesia dalam berkeagamaan. Tentu saja buku ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik sangat diharapkan. Demi kemajuan bangsa dan Negara. 

Judul Buku : Refleksi Keberagamaan Untuk Kemanusiaan 
Penulis : Tim Karangmalang KC 15
Penerbit : Samudra Biru
Cetakan : I September 2013
Dimensi : xvi + 174 hlm, 14,5 x 21 cm
Harga : Rp