POLA TIDUR DENGAN KEJADIAN RECURRENT APHTHOUS STOMATITIS (RAS)

mengungkap hubungan ilmiah antara kualitas tidur dan munculnya sariawan berulang yang sering dianggap sepele, namun berdampak besar pada kenyamanan hidup. Ditulis berdasarkan penelitian aktual dengan pendekatan medis dan psikologis, buku ini tidak hanya menyajikan data yang akurat, tetapi juga menawarkan pemahaman mendalam tentang bagaimana gaya hidup, stres, dan pola tidur memengaruhi kesehatan mulut secara keseluruhan. Cocok bagi pelajar, tenaga medis, maupun masyarakat umum yang peduli akan kualitas hidup dan kesehatan diri.

KESADARAN AKAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT DI TENGAH MASYARAKAT

Permasalahan kesehatan gigi dan mulut masih menjadi perhatian utama di kalangan masyarakat. Data menunjukkan bahwa prevalensi masalah ini di Indonesia masih mencapai 57,6%. Di antara berbagai masalah kesehatan gigi dan mulut, Recurrent Aphthous Stomatitis menjadi salah satu yang umum terjadi (Riskesdas, 2018).

Setiap tahun, prevalensi infeksi RAS di seluruh dunia berkisar antara 2% hingga 66% (Hamedi dkk., 2016). Di tingkat nasional, prevalensi RAS tercatat sebesar 8%, sedangkan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sedikit lebih tinggi, yaitu 8,7%. Di kalangan pelajar, prevalensi RAS berada di posisi ketiga dengan angka 8,8%. Kelompok usia 15 hingga 24 tahun menunjukkan prevalensi tertinggi, mencapai 9,6% (Riskesdas, 2018). Pada dekade kedua kehidupan, khususnya antara usia 20 hingga 24 tahun, prevalensi RAS mencapai 54%. Dari perspektif gender, 70% kasus RAS terjadi pada remaja perempuan, sedangkan 30% pada remaja laki-laki (Sulistiani & Hernawati, 2017). Studi oleh Amadori dkk. (2017) menegaskan bahwa remaja adalah kelompok yang paling sering mengalami RAS, sehingga penelitian lebih lanjut di kalangan remaja sangat diperlukan.

Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS) adalah inflamasi yang terjadi pada mukosa rongga mulut, ditandai dengan ulser yang bisa muncul satu atau lebih secara berulang. Ulser ini berbentuk bulat atau oval, memiliki batas yang jelas, dengan pusat berwarna kuning-keabuan dan tepi kemerahan. Gejala RAS biasanya muncul dengan rasa sakit dan sensasi terbakar selama 1-2 hari sebelum ulser muncul. Lesi ini dapat muncul kembali, biasanya sembuh dalam 3-4 hari, tetapi rasa sakit dan terbakar yang dialami sering kali mengganggu kenyamanan penderita, terutama saat makan (Glick, 2015; Riskesdas, 2018).

Penyebab pasti dari Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS) masih belum sepenuhnya dipahami, namun ada beberapa faktor yang dianggap berkontribusi terhadap kemunculannya. Faktor-faktor predisposisi tersebut meliputi trauma, stres, infeksi mikroorganisme, riwayat keluarga, sensitivitas berlebihan terhadap makanan, gangguan sistem imun, faktor hormonal, serta faktor genetik (Akintoye & Greenberg, 2014; Scully & Porter, 2008). Pada 30 Januari 2020, World Health Organization (WHO) menetapkan penyakit coronavirus 2019 atau COVID-19 sebagai pandemi global (WHO, 2021). Kasus pertama COVID-19
dilaporkan terjadi di Wuhan, provinsi Hubei, China, pada akhir bulan Desember 2019 (Huang dkk., 2020). Pengalaman pandemi dapat menyebabkan beberapa orang mengalami masalah tidur; hal ini juga dapat memperburuk gejala orang yang sudah mengalami masalah tidur (Lin dkk., 2021). Selama pandemi COVID-19, sekitar 20–66% remaja mengalami masalah tidur. Ada sejumlahfaktor yang berkontribusi pada masalah kebiasaan tidur remaja, termasuk dukungan sosial yang kurang, masalah akademik, masalah kesehatan mental, fisik, pengetahuan, dan kesehatan tidur yang terkait dengan masalah tidur (Hartini dkk., 2021).

Orang yang menjalani gaya hidup dengan aktivitas yang sangat padat dan jarang beristirahat sering kali mengalami masalah dalam pola tidur, termasuk waktu tidur, durasi, dan kualitas tidur yang buruk (Kang & Chen, 2009). Gangguan tidur ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti jadwal kerja yang tidak teratur, lama bekerja, konsumsi kafein, penggunaan obat tidur, kebiasaan merokok, stres mental, dan pola makan yang tidak seimbang (Mauliku, 2020). Penurunan dalam kualitas, durasi,
dan waktu tidur biasanya terjadi akibat belajar hingga larut malam menjelang ujian, bermain internet tanpa memperhatikan waktu, serta kurangnya pengetahuan tentang kesehatan yang membuat
tidur larut menjadi kebiasaan umum di kalangan remaja. Pola tidur yang buruk, seperti tidur larut malam, dapat mengakibatkan penurunan daya tahan tubuh. Tohidinik dkk. (2021) melakukan studi mengenai kualitas tidur dan risiko RAS pada 11.210 siswa berusia 13 hingga 17 tahun yang terdaftar di 58 sekolah menengah di Spanyol. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa siswa dengan kepuasan tidur yang
tinggi memiliki risiko RAS yang lebih rendah. Di sisi lain, studi oleh Ma dkk. (2015) mengeksplorasi pengaruh waktu tidur terhadap kejadian RAS. Mereka menemukan bahwa tidur larut malam merupakan faktor risiko independen yang signifikan untuk RAS, dan waktu tidur yang lebih lama setelah jam 11 malam dapat memperburuk RAS. Temuan ini menunjukkan bahwa pengendalian RAS dapat dicapai dengan tidur lebih awal dan menjaga rutinitas tidur yang baik. Studi Zaini (2019) juga meninjau pengaruh pola
tidur terhadap RAS di kalangan mahasiswa Kedokteran Gigi USU, yang menunjukkan adanya hubungan antara pola tidur dan kejadian RAS.

Dapatkan Bukunya Sekarang Juga!

DAFTAR ISI

Daftar Isi 1
Daftar Isi 1
Daftar Isi 2
Slider Caption

Spesifikasi Buku

Cetakan I, April 2025;  100 hlm, ukuran 15,5 x 23 cm, kertas isi Bookpaper hitam putih, kertas cover ivory 230 gram full colour, jilid lem panas (soft cover) dan shrink bungkus plastik.

Harga Buku

Sebelum melakukan pembayaran, cek ketersediaan stock kepada admin. Jika buku out of stock pengiriman membutuhkan waktu – 3 hari setelah pembayaran.

Rp 100.000

Rp 83,800

Tentang Penulis

Dr. drg. Ana Medawati, M.Kes

1996S1Kedokteran GigiUniversitas Gadjah Mada
2004S2 – Magister KesehatanIlmu Kesehatan Masyarakat (Gizi dan Kesehatan)Universitas Gadjah Mada
1996ProfesiIlmu Kesehatan Masyarakat (Gizi dan Kesehatan)Universitas Gadjah Mada
2019S3 – DoktorIlmu Kedokteran GigiUniversitas Gadjah Mada