Peksos Milenial: Kiprah Generasi Milenial dalam Dunia Pekerjaan Sosial
Sebuah buku best practice praktik pekerjaan sosial di era revolusi industri 4.0 yang sangat layak untuk dimiliki

Pekerjaan Sosial di Era Revolusi Industri 4.0
Tidak dapat dipungkiri, bahwa masih banyak masyarakat di negeri ini yang bertanya tentang apa dan bagaimana praktik pekerjaan sosial. Tidak sedikit pula yang mengira jika pekerja sosial ibarat seorang sukarelawan bahkan dermawan yang hanya concern memberikan bantuan amal bagi orang-orang yang membutuhkan.
Tentunya, beragam persepsi yang berkembang seperti ini adalah perkiraan yang keliru karena dalam praktiknya pekerjaan sosial serupa dengan profesi dokter, psikolog, ataupun profesi-profesi yang memiliki standar pendidikan tinggi dan keahlian profesional.
Praktik pekerjaan sosial tunduk kepada kode etik dan dibawah pengawasan lembaga atau organisasi tempat ia praktik. Keterampilan profesi pekerjaan sosial mencakup asesmen, intervensi, hingga terminasi yang didasarkan pada prinsip-prinsip yang berasal dari pengetahuan dan aktivitas empiris (penelitian).
Masalah Sosial
Masalah yang dapat dibantu oleh pekerja sosial adalah berkaitan dengan masalah sosial seperti kemiskinan, bencana, berkonflik hukum, kecanduan, pendidikan, pengangguran, disabilitas, hingga trauma.
Selain bekerja untuk individu, ada juga pekerja sosial yang memilih untuk menangani masalah sosial di tingkat sistem dan dalam praktik pekerjaannya seorang pekerja sosial berkolaborasi dengan berbagai profesi lain seperti dokter, psikolog, terapis, aparat kepolisian, hingga masyarakat.
Pekerja sosial juga terkadang dibutuhkan oleh organisasi non-profit, sekolah, rumah sakit, dan instansi pemerintahan.
Definisi
Pada Pasal 1 UU No. 14 Tahun 2019 termaktub defenisi dari Pekerja Sosial yaitu seseorang yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai praktik pekerjaan sosial serta telah mendapatkan sertifikat kompetensi.
Praktik Pekerjaan Sosial adalah penyelenggaraan pertolongan profesional yang terencana, terpadu, berkesinambungan, dan tersupervisi untuk mencegah disfungsi sosial, serta memulihkan dan meningkatkan keberfungsian sosial individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
Tiga Komponen
Sebagai suatu aktivitas professional, pekerjaan sosial didasari oleh kerangka pengetahuan (body of knowledge), kerangka nilai (body of value), dan kerangka keahlian (body of skills) yang secara integratif membentuk profil dan pendekatan pekerjaan sosial.
Ketiga komponen tersebut dibentuk dan dikembangkan secara ekletik (terapan) dari beberapa ilmu sosial seperti sosiologi, psikologi, antropologi, filsafat, politik, dan ekonomi. Sementara itu, seseorang disebut sebagai pekerja sosial jika telah menempuh pendidikan D4 Pekerjaaan Sosial atau S1 Ilmu Kesejahteraan Sosial dan memiiki pengalaman praktik dan telah melalui sertifikasi pekerjaan sosial.
Bagi mereka yang telah menempuh pendidikan tersebut akan diuji kompetensinya sebagai pekerja sosial dalam mendorong, meningkatkan, mengembangkan, dan mengorganisasikan peran serta masyarakat dalam pelayanan dan pembangunan kesejahteraan sosial pada khususnya dan kegiatan pembangunan pada umumnya; mengawasi, mengelola, mengadministrasikan kegiatan dan lembaga pelayanan kesejahteraan sosial yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun masyarakat; melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidang kesejahteraan sosial; melaksanakan pendidikan dan pelatihan profesional pekerjaan sosial.
Selain itu, Tanggung jawab profesional sebagai pekerja sosial di rumuskan dalam kode etik profesi pekerja sosial. Sebagai sebuah kesatuan pekerja sosial memiliki organisasi profesi sebagai wadah atau asosiasi yakni IPSPI (Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia).
Era 4.0
Sejalan dengan era globalisasi, teknologi informasi dan komunikasi sesuai lingkup intervensi sosialnya dan kini telah memasuki era Revolusi Industri 4.0, perlu pemahaman dan penanganan yang lebih terarah dan komprehensif dalam menyikapi fenomena masalah sosial dari waktu ke waktu yang semakin kompleks dan program pemerintah baik pusat atau daerah dalam mempercepat prioritas pembangunan seperti pengentasan kemiskinan, lingkungan, anak, lansia, isu anak dan masalah sosial lainnya sangat membutuhkan peran langsung dari pekerja sosial, namun di sisi lain tidak sedikit aparat pemerintah ataupun anggota masyarakat yang belum memahami tentang eksistensi dari peran profesi pekerja sosial.
Tak jarang pula program-program yang dilakukan di daerah belum melibatkan profesi pekerjaan sosial sebagai leading sector dalam penanganan masalah sosial, yang akhirnya permasalahan sosial ditangani dengan pemahaman alamiah bukan pemahaman ilmiah, terstruktur, dan terencana.
Syarat yang harus dipenuhi agar pengetahuan dapat disebut ilmu tercantum dalam apa yang dinamakan dengan metode ilmiah, sifat metode ilmiah yakni rasional dan teruji artinya teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuain dengan objek yang dijelaskan.
Tahapan dalam kegiatan ilmiah yaitu, perumusan masalah, penyusunan kerangka berpikir, perumusan hipotesis, pengujian hipotesis dan penarikan kesimpulan. Tahapan ilmiah ini sesuai dengan tahapan praktek pekerjaan sosial yakni pengumpulan data, assessment, rencana intervensi, intervensi, evaluasi dan terminasi. Jadi bisa dikatakan profesi pekerjaan sosial sebagai profesi pertolongan bukan bentuk pertolongan “alamiah” namun pertolongan “ilmiah”.
Hal diatas menegaskan bahwa dalam praktiknya, pekerjaan sosial ditunjang oleh disiplin ilmu dan membutuhkan keterampilan khusus, ini pula lah yang membedakan seorang pekerja sosial dengan tenaga kesejahteraan sosial atau relawan sosial.
Karakteristik Pekerjaan Sosial
Ada anggapan setiap orang yang memiliki jiwa sosial dan bergerak memberikan bantuan sosial kepada yang membutuhkan atau seseorang yang melakukan kegiatan untuk kepentingan amal dan memberi pertolongan kepada orang lain, mereka itulah pekerja sosial. Sehingga setiap orang bisa menyebut dan menjadi seorang pekerja sosial.
Profesi pekerjaan sosial memang lahir dari konsep pertolongan, dimana semua agama mengajarkan untuk membantu orang lain, menolong yang kesusahan dan memberi kelapangan.
Pekerjaan sosial yang di klaim sebagai kegiatan professional apakah sudah masuk kriteria profesi? Begitulah beberapa pertanyaan yang acapkali terdengar dari kolega pilar-pilar sosial lainnya.
Ada baiknya kita melihat pengertian profesi menurut Samuel P.Huntington, seorang Ilmuan Politik Amerika Serikat, ia menegaskan bahwa hal yang membedakan karakteristik sebuah profesi sebagai suatu pekerjaan yang khusus adalah keahlian (expertise), tanggung jawab (responsibility) dan kesatuan (corporateness).
Karakteristik pekerjaan sosial sebagai sebuah profesi dan membedakannya dengan profesi lain adalah sebagai berikut:
1) Fokus pekerjaan sosial adalah orang secara keseluruhan di dalam lingkungan sosial dalam upaya meningkatkankan keberfungsian sosialnya. Keberfungsian sosial sendiri berarti suatu keadaan dimana individu, keluarga, kelompok, komunitas, organisasi, dan masyarakat dapat melakukan aktivitas hidupnya dengan terpenuhinya kebutuhan dasar, mampu melaksanakan tugas dan peranan sosial dalam kehidupannya, dan mampu mengatasi masalah sosial (UU 14 Th 2019)
2) Pekerjaan sosial menekankan kepada pentingnya significant others dalam membentuk dan mempengaruhi tingkah laku klien.
3) Pemanfaatan sumber-sumber masyarakat untuk membantu orang memecahkan masalahnya merupakan hal yang sangat penting. Pekerja sosial mempunyai pengetahuan yang komprehensif tentang sumber dan potensi masyarakat yang dapat dipergunakan untuk membantu memenuhi kebutuhan kliennya.
4) Penggunaan proses supervisi dapat memberikan petunjuk dan bimbingan bagi para pekerja sosial yang belum berpengalaman agar nantinya dapat tumbuh dan berkembang menjadi pekerja sosial yang berpengalaman.
5) Pekerjaan sosial mempunyai program pendidikan yang unik, karena memadukan antara pengetahuan, nilai, dan keterampilan yang diperoleh di dalam kelas dengan pengalaman-pengalaman praktek di lapangan / masyarakat.
6) Pekerjaan sosial tradisional menekankan kepada tiga proses dasar, yaitu Casework, Group Work, dan Community Organization / Community Development.
7) Pekerjaan sosial mempunyai badan-badan professional, seperti NASW (The National Association of Social Welfare) dan CSWE (The Council of Social Work Education). Untuk Indonesia kita kenal adanya KPSI (Konsorsium Pekerjaan Sosial Indonesia), IPPSI (Ikatan Pendidikan Pekerjaan Sosial Indonesia), IPSPI (Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia), FORKOMKASI (Forum Komunikasi Mahasiswa Kesejahteraan Sosial Indonesia), FK-PSM (Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat), IPENSI (Ikatan Penyuluh Sosial Indonesia), dan DNIKS (Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial).
8) Relationship dan trust buildingmerupakan kunci / inti di dalam proses pekerjaan sosial. Segala sesuatu yang merupakan bagian dari interview (proses identifikasi masalah) adalah penting, tetapi bagi pekerja sosial, maka hubungan dan kepercayaan diantara pekerja sosial dengan kliennya adalah lebih penting.
9) Pekerjaan sosial berorientasi kepada konsep-konsep bio-psiko-sosial-spritual(BPSS) dan lebih menekankan kepada pemahaman tentang orang. Pekerja sosial berkepentingan di dalam usahanya untuk mengetahui bagaimana klien menilai dan merasakan dirinya sendiri dan bagaimana hubungan diantara pekerja sosial dan kliennya.
10) Istilah sosial di dalam pekerjaan sosial ditekankan kepada social interaction, social functioning, dan malfunction. Prinsip-prinsip dari Sosiologi, Antropologi, dan Psikologi sosial, khususnya tentang dinamika kelompok dapat dipergunakan oleh pekerja sosial untuk memahami relasi orang dan membantu memecahkan konflik-konflik diantara mereka.
11) Pekerjaan sosial mengakui bahwa permasalahan sosial dan tingkah laku manusia berada di dalam institusi-institusi sosial manusia. Untuk memahami permasalahan dan tingkah laku manusia, maka perlu memahami institusi-institusi sosial manusia. Permasalahan sosial diakibatkan oleh hal-hal yang berkaitan dengan kepribadian manusia dan perubahan institusi sosialnya.
12) Banyak pekerja sosial yang bekerja pada badan-badan sosial, baik badan sosial milik pemerintah, swasta maupun privat.
13) Tujuan paling dasar dari pekerjaan sosial adalah membantu klien atau masyarakat agar mereka dapat membantu diri mereka sendiri atau berfungsi sosial.
14) Seorang pekerja sosial agar lebih efektif dalam melaksanakan tugasnya, maka dapat menggunakan dan mengembangkan pendekatan team hingga melakukan kemitraan lintas sektoral, sehingga mampu mengkoordinasi kegiatan dan pelayanan yang diberikan.
Mengapa Buku ini Ditulis?
Latar belakang lahirnya buku ini sendiri adalah dari inisiasi dan pergumulan ide dari tim kontributor (Alam, Joko, Zaky, Usluddin, dan Intan) yang kemudian menawarkan dan melakukan penjaringan kepada para generasi milenial alumni Ilmu Pekerjaan Sosial/Kesejahteraan Sosial untuk bersama-sama terlibat dalam menghadirkan buku ini, Tim penulis mencoba mencermati kondisi rill dari eksistensi pekerjaan sosial di Indonesia yang hingga saat ini masih menghadapi beragam tantangan.
Salah satu diantaranya adalah belum membuminya Ilmu Pekerjaan Sosial/Kesejahteraan Sosial secara luas layaknya pendidikan yang melahirkan profesi dokter, psikolog, perawat dan lainnya.
Dalam menghadapi tantangan tersebut, generasi peksos milenial diharapkan memainkan peran besar dalam menggaungkan profesi pekerjaan sosial sebagai trendsetter dalam penanganan permasalahan kesejahteraan sosial di Indonesia.
Sebuah keniscayaan bahwa di zaman melek teknologi terutama di Era Revolusi Industri 4.0 saat ini, para generasi peksos milenial harus mampu bertransformasi dengan meningkatkan skill dan kapasitas serta menciptakan berbagai peluang dalam dunia kerja dengan tetap mengaplikasikan keilmuan Peksos/Kesos yang mereka miliki.
Ini menjadi harapan positif sekaligus kesempatan dan tantangan untuk memberikan kontribusi aktif dan nyata di dalam domain atau ranah apapun mereka berpijak.
Olehnya itu buku Peksos Milenial ini diharapkan bisa memberikan gambaran langsung yang tidak terbatas pada konsep/teori namun juga berbasis praktik tentang bagaimana para generasi peksos milenial mengaplikasikan keilmuan mereka dalam dunia Pekerjaan Sosial atau bidang usaha lainnya.
Sebagai Motivasi
Adapun maksud dan tujuan dari penulisan buku ini adalah untuk memberikan motivasi dan inspirasi “role model” kepada para mahasiswa(i) ilmu pekerjaan sosial/kesejahteraan sosial.
Selain itu, buku ini juga berusaha mengenalkan kepada masyarakat umum tentang gambaran dunia pekerjaan sosial, maupun prospek, dan tantangannya khususnya di Era Revolusi Industri 4.0 melalui kisah/pengalaman “best practice” dan inspiratif dari para kontributor/penulis alumni Ilmu Peksos/Kesos yang masih tergolong usia/generasi milenial.
Meski milenial, namun telah banyak bergelut di dunia pekerjaan sosial ataupun dalam bidang pekerjaan lainya, baik sebagai akademisi (dosen), PNS/ASN, Peneliti, Pendamping PKH, Pekerja Sosial Medis, Sakti Peksos, Konsultan, Comdev Officer, NGO Officer, Entrepreneur/Pengusaha, dan sebagainya.
Pada akhirnya, apresiasi dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah turut berkontribusi dalam penulisan dan penyusunan buku ini.
Kami menyadari masih terdapat kekurangan dalam buku ini, untuk itu kritik dan saran terhadap penyempurnaan buku ini sangat diharapkan.
Semoga buku ini dapat memberi manfaat dan value bagi mahasiswa Ilmu Peksos/Kesos khususnya dan bagi semua pembaca pada umumnya.
Dapatkan Bukunya Sekarang Juga!
Kata Mereka tentang Buku Ini




DAFTAR ISI
Bab 1
Riak-Riak Konflik (Berdiri di panggung lain, Langkah emosional, Akar masalah berebut rekomendasi capres, pilih masuk pemerintahan, ada dua muktamar, Surabaya dan Jakarta)
Bab 2
Akhirnya Berseteru (Akar rumput tetap bersatu, para muallaf politik dadakan)
Bab 3
Upaya Menuju Ishlah (Para sesepuh inginkan ishlah, bara kembali berkobar, muktamar ishlah, belajar dari pengalaman, masalah selalu bisa diselesaikan)
Bab 4
Berujung di Pengadilan (Berbagai upaya mediasi ishlah, berseteru jalur pengadilan, PPP sah milik Romahurmuziy)
Bab 5
Menyusun Kembali Kejayaan PPP (Menyusun kembali kejayaan PPP, trilogi pemenangan PPP, harapan dari kantor Tebet, upaya membangun rekonsiliasi, membangun wajah muda PPP)
Bab 6
Menjawab Narasi Partai Penista Agama (PPP kembali ditimpa musibah, kompak mempertahankan PPP, bangkit kembali dan berhasil masuk parlemen, mukernas perkuat komitmen, PPP ditinggal Mbah Moen)
Spesifikasi Buku

Cetakan I Mei 2020; xx + 260 hlm, ukuran 15 x 23 cm, kertas isi HVS 70 gram hitam putih, kertas cover ivory 230 gram full colour, jilid lem panas (soft cover) dan shrink bungkus plastik.
Harga Buku
Sistem penjualan buku ini adalah print on demand. Buku hanya akan dicetak ketika ada pemesanan. Butuh waktu +- 3 hari setelah pembayaran. Harga belum termasuk ongkos kirim
Rp120.000
Rp95.900
Tentang Penulis

Ach. Baidowi
Anggota DPR RI sejak 28 Juli 2016 menggantikan Fanny Safriansyah (Ivan Haz). Pada Pemilu 2014 memperoleh 82.052 suara dan menempati urutan 5 perolehan suara terbanyak caleg PPP secara nasional. Perolehan suaranya meningkat menjadi 227.170 suara pemilu 2019 dan menempati urutan 1 perolehan suara caleg PPP, serta masuk 10 besar perolehan suara terbanyak caleg yang lolos ke DPR.