MERETAS JALAN MENUJU ENERGI TERBARUKAN

Buku ini sebagai sarana bagi pelajar Indonesia di luar negeri untuk menuangkan ilmunya dan berbagi pengetahuan dalam menyebarluaskan betapa pentingnya pengembangan energi terbarukan untuk kehidupan manusia.

Krisis Lingkungan Global

Dalam era kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia telah merasakan kenyamanan dan keuntungan yang belum pernah dinikmati oleh generasi sebelumnya. Berbagai inovasi, seperti mesin
pembakaran dalam (internal combustion engine) di transportasi, industri peternakan, dan perangkat elektronik, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari hampir setiap orang.
Namun, kemajuan teknologi juga membawa dampak negatif yang signifikan, terutama bagi lingkungan.

Upaya manusia dalam mengeksplorasi sumber daya alam secara masif, tanpa mempertimbangkan akibatnya ke depan, telah menyebabkan dampak yang merugikan. Eksplorasi yang berlebihan
kepada sumber daya alam berdampak langsung pada krisis lingkungan global yang terjadi saat ini. Krisis ini termanifestasikan dalam beberapa bentuk, mulai dari perubahan iklim yang dramatis,
polusi air, udara, dan tanah, hingga musnahnya keanekaragaman hayati dan deforestasi yang merajalela.

Populasi manusia yang terus melonjak seiring berjalannya waktu menciptakan tantangan besar bagi keberlanjutan kita. Semakin banyak orang, semakin tinggi pula kebutuhan akan sumber daya alam seperti air, bahan bakar, dan makanan. Namun, kemampuan alam dalam menyediakan sumber daya ini memiliki batasnya. Kekurangan sumber daya alam menjadi ancaman nyata di masa depan bagi semua negara. Kita harus segera menemukan solusi untuk memenuhi kebutuhan ini secara berkelanjutan. Sudah bukan rahasia lagi bahwa penggunaan pestisida dalam pertanian, yang bertujuan untuk meningkatkan hasil produksi makanan, malah merusak kualitas tanah dan air. Dampaknya bukan hanya terbatas pada lingkungan, namun juga berpotensi membahayakan kesehatan manusia.

Dua studi baru-baru ini oleh Paul dkk. (2023) serta Metwally dkk. (2023) menunjukkan bahwa penggunaan pestisida memainkan peran dalam penurunan kualitas tanah, air, dan bahkan berpotensi
terkait dengan risiko kesehatan seperti Parkinson. Dua riset ini sangat menyoroti bahwa masalah penggunaan pestisida bukan hanya sebatas lingkungan, tetapi juga menyangkut kesehatan kita. Penting untuk menemukan metode pertanian yang berkelanjutan serta mengurangi ketergantungan pada bahan kimia berbahaya. Hanya dengan tindakan kolektif dan perubahan ke arah praktik yang
lebih ramah lingkungan, kita dapat menghadapi tantangan sumber daya alam ini dengan lebih baik, menjaga bumi yang kita tinggali, dan memastikan masa depan yang berkelanjutan bagi generasi
mendatang.

Hal inilah juga ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan Naufal dkk. (2023), menggambarkan peluang terjadinya suatu siklus lingkaran setan (vicious circle) dalam merespon atau beradaptasi terhadap perubahan iklim karena tidak terkonsolidasi dengan baik (maladaptasi). Kondisi iklim yang ekstrim ditambah dengan perkembangan pasar dan kebijakan food security telah mendorong perubahan pola bercocok tanam dari pola agroforestry ke tanaman monokultur yang di banyak tempat dan secara massif berkembang pada kondisi lahan yang berlereng. Hal ini meningkatkan penggunaan pupuk sintetis yang dari dulunya 100-250 kg/ha/thn, menjadi 750-1,000 ton/ha/thn, atau dapat dikatakan justru berkontribusi meningkatkan greenhouse gas (GHG) berkali kali lipat, dibanding dan sebelum perubahan. Termasuk peningkatan sedimentasi yang begitu cepat, yang dapat merubah pola aliran sungai, yang mempercepat terjadinya banjir dan atau bahkan memindahkan banjir (shifting vulnerability) ke tempat/desa lain. Masih pada rangkaian yang sama, dampak yang berlipat (double vulnerability) dan atau yang akan datang lebih selanjutnya (rebound vulnerability) adalah pada saat musim kering kembali datang semua sungai dan mata air akan jauh berkurang bahkan hilang karena air hujan yang sebelumnya datang tidak dapat terserap masuk ke dalam tanah dengan baik. Walhasil, banyak tempat akan merasakan dampaknya lebih luas karena beberapa pulau besar dan kota kota besar di Indonesia mengandalkan sumber listrik tenaga air untuk menyuplai listrik. Jadi jangan heran beberapa daerah dan kota kota besar pada saat memasuki musim kering panjang akan ditandai dengan mati lampu. Padahal perubahan pola penggunaan lahan tersebut merupakan salah satu bentuk respon adaptasi terhadap perubahan iklim.

Dapatkan Bukunya Sekarang Juga!

DAFTAR ISI

Daftar Isi 1
Daftar Isi 2

Spesifikasi Buku

Cetakan I, Juli 2024;  204 hlm, ukuran 15,5 x 23 cm, kertas isi HVS hitam putih, kertas cover ivory 230 gram full colour, jilid lem panas (soft cover) dan shrink bungkus plastik.

Harga Buku

Sebelum melakukan pembayaran, cek ketersediaan stock kepada admin. Jika buku out of stock pengiriman membutuhkan waktu – 3 hari setelah pembayaran.

Rp 150.000

Rp 122,300

Tentang Penulis

Windi Kurnia Perangin-Angin

Mahasiswa doktoral pada Electrical Engineering, Technische Universität Braunschweig, Jerman. Dia meraih gelar Master of Science dari University of Science and Technology, Korea Selatan dan Sarjana Teknik dari Universitas Indonesia. Saat ini beliau juga merupakan peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional. Memiliki pengalaman organisasi antara lain sebagai Ketua PPI Braunschweig 2021-2022, Kepala Departemen Riset, Pendidikan dan Kajian Strategis PPI Jerman 2022-2023, Kepala Bidang Teknologi dan Lingkungan Hidup PPI Dunia 2023-2024.

Elmo Juanara

Mahasiswa doktoral di School of Knowledge Science, JAIST. Meraih gelar Master of Engineering dari Shizuoka University Jepang dan Sarjana Teknik dari Universitas Brawijaya. Saat ini beliau juga merupakan University Assistant di JAIST dan menjadi research intern di RIKEN Jepang tahun 2023. Memiliki pengalaman organisasi sebagai Ketua Umum MITI Klaster Mahasiswa tahun 2019-2021, Anggota Graduate Student Council – National Science Foundation (NSF), dan Bidang Teknologi dan Lingkungan Hidup PPI Dunia 2023-2024.