MENYEMPURNAKAN SETENGAH AGAMA: AKULTURASI ISLAM DAN BUDAYA LOKAL dalam Perkawinan Masyarakat Sulawesi Utara dan Gorontalo
Memberikan pemahaman secara holistik dan komprehensif tentang akulturasi dengan budaya lokal melalui adat perkawinan.

Adat Perkawinan
Buku ini memberikan pemahaman secara holistik dan komprehensif tentang akulturasi Islam dengan budaya lokal melalui adat perkawinan. Sistem sosial dan kekerabatan yang dianut oleh masyarakat Indonesia menjadi kekuatan dalam mengelaborasi interaksi sosial dalam masyarakat Sulawesi Utara yang heterogen dan multikultural. Berbeda dengan model kekerabatan masyarakat Gorontalo dimana masyarakatnya homogen dari aspek agama, budaya, dan adat istiadat. Adat istiadat masyarakat Gorontalo terjadi akulturasi agama Islam ke budaya lokal yang dikenal sebagai kota serambi Madinah dengan semboyan “Adat bersendikan syariat-syariat, bersendikan Kitabullah” artinya sistem sosial dan kekerabatan pada masyarakat Gorontalo agama Islam menjadi dasar dalam melakukan interaksi sosial.
Perkawinan adat pada masyarakat Sulawesi Utara dan Gorontalo belum banyak dieksplorasi para peneliti. Hal ini menjadi kekuatan dalam buku ini bahwa konsep perkawinan dalam hukum Islam menjadi landasan berpijak dalam melakukan adat perkawinan. Proses dan akibat perkawinan campuran pada beberapa bagian menjadi sesuatu yang menyeluruh dalam sosiologi disebut amalgamasi. Masyarakat Sulawesi Utara dan Gorontalo melakukan perkawinan adat melalui akulturasi Islam dan budaya lokal. Percampuran budaya Jawa, Minahasa dan Islam dalam perkawinan adat kampung Jawa Tondano menjadi ciri khas yang dimiliki oleh masyarakat Sulawesi Utara, inilah bagian yang dibahas dalam tulisan ini untuk diketahui dan dipelajari oleh masyarakat Indonesia.
Adat “Handolo” dalam perkawinan komunitas Arab kota Manado memberikan nuasa seperti di Timur Tengah dengan irama padang pasir ini memberikan pemahaman bahwa telah terjadi akulturasi antara Islam dan budaya lokal. Selanjutnya, perkawinan masyarakat Bolaang Mongondow dengan Adat “Mogama” menjadi distingsi dengan masyarakat Islam pada umumnya. Adat “mogama” sebagai simbol penghormatan terhadap harkat dan martabat perempuan. Meskipun di Sulawesi Utara pada umumnya menganut sistem partilinial (mengikuti garis keturunan pihak laki-laki).
Adat “Saro Badaka” menjadi ciri khas perkawinan adat suku Bajo. Eksistensi suku Bajo sebagai pelaut dan pada umumnya tempat tinggalnya berada di pesisir pantai, namun proses percampuran antara bagian hukum Islam dengan budaya lokal menjadi sesuatu model perkawinan adat yang dibahas secara holistik dalam buku ini. Tradisi “Tonda dan Learo” dalam perkawinan adat di kecamatan Bintauna memberikan informasi yang cukup komprehensif bagaimana terjadi akulturasi antara hukum Islam dengan budaya lokal (indigineous).
Bahasa Daerah yang Digunakan
Tulisan dilengkapi juga dengan rumah adat, pakaian adat, tari-tarian adat, senjata tradisional, bahasa daerah dan upacara adat. Dalam konteks bahasa daerah dapat dibedakan menjadi dua aspek yaitu, pertama bahasa adat yang biasa digunakan pada waktu perkawinan dan upacara-upacara adat seperti pemberian gelar bangsawan kepada seseorang yang telah berjasa dalam mempertahankan adat atau memajukan daerah. Pemberian gelar bangsawan ini biasanya diberikan kepada tokoh pemerintah, tokoh agama, dan tokoh politik. Kedua bahasa daerah yang biasanya digunakan oleh masyarakat pada umumnya.
Adat Sulawesi Utara yang belum dikenal oleh masyarakat Indonesia seperti “Batu Lesung” berada di Kotabunan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur. Batu tersebut dipercaya oleh masyarakat Kotabunan sebagai batu yang mengandung mistik. Selanjutnya, “Lemlempio” adalah akulturasi adat Tionghoa dengan budaya lokal kampung Arab. Lemlempio atau lampion pawai dilakukan oleh anak-anak, remaja, dan orang tua di bulan Ramadhan pada malam ke-27. Adat “Pogogutat” adalah adat di Bolaang Mongondow Raya dengan menggunakan sistem kekerabatan.
Pogogutat ini merupakan implementasi dari sistem gotong royong yang terus dipelihara sejak zaman kerajaan hingga saat ini. Kepulauan Sangihe dan Talaud memiliki adat yang unik yaitu “Tulude”, namun adat ini belum dikenal oleh masyarakat Indonesia, maka dalam buku ini Dr. Rosdalina Bukido, S.Ag., M.Hum. dan tim penulis mengelaborasi adat “Tulude” secara sistematis dan memberikan pencerahan, serta menambah ilmu pengetahuan kepada pembaca tentang adat perkawinan yang ada di Sulawesi Utara dan Gorontalo.
(Prof. Dr. Dra. Hj. Rukmina Gonibala, M.Si., dalam pengantar bukunya)
Dapatkan Bukunya Sekarang Juga!
DAFTAR ISI
Bab 1
PENGANTAR HUKUM ADAT (Sistem Sosial dan Kekerabatan, Hukum Adat)
Bab 2
KONSEP PERKAWINAN DAN ADAT (Definisi Perkawinan, Prinsip-Prinsip Perkawinan, Orang yang Boleh Melakukan Perkawinan, Syarat-Syarat Perkawinan, Perkawinan yang Dilarang, Hikmah Perkawinan, Sejarah Hukum Perkawinan di Indonesia, Islam dan Budaya Lokal, Konsep Adat dalam Islam)
Bab 3
PERKAWINAN ADAT GORONTALO DAN SULAWESI UTARA (Pelaksanaan Perkawinan Adat Gorontalo, Pelaksanaan Perkawinan Adat Sulawesi Utara)
Bab 4
ADAT GORONTALO DAN SULAWESI UTARA (Adat Gorontalo, Adat Sulawesi Utara)
Spesifikasi Buku

Cetakan I Februari 2021; xii + 132 hlm, ukuran 15,5 x 23 cm, kertas isi HVS 70 gram hitam putih, kertas cover ivory 230 gram full colour, jilid lem panas (soft cover) dan shrink bungkus plastik.
Harga Buku
Sistem penjualan buku ini adalah print on demand. Buku hanya akan dicetak ketika ada pemesanan. Butuh waktu +- 3 hari setelah pembayaran. Harga belum termasuk ongkos kirim
Rp120.000
Rp99.000
Penulis

- Rosdalina Bukido
- Ismail Suardi Wekke
- Suryanto Muarif
- Djihan M. Rivai
- Moh. Ali A. Djafar
- Ahmad Z. Syawie
- Rizki Rambat
- Reni A.Mamonto
- Cindy Durand
- Muh. A. Husain
- Nagina Pakelo
- Muthia A. Sofjan
- Annas N.Taufik
- Muhammad Z. Masoara
- Sigit Z. Amir
- M. Taufik Hanai
- Dzizky C. R. Bonuot
- Al Ahyar Mokodompit
- Muthia P. Zulkhairah