Manusia Tidore: Sejarah, Peradaban dan Kesultanan
Kesultanan Tidore berdiri bersamaan dengan Ternate sebagai rival utama dalam perdagangan rempah-rempah. Didirikan sekitar tahun 1472 (bahkan terdapat sumber yang menyebutkan Kesultanan Tidore lebih tua dari Keesultanan Ternate), kesultanan ini juga memiliki pengaruh besar dalam penyebaran Islam di Kawasan tersebut. Sultansultan Tidore sering kali menjalin aliansi dengan kekuatan asing untuk memperkuat posisi mereka dalam perdagangan global.
Sejarah dan Peradaban Manusia Tidore
Peradaban Maluku Utara dimulai sejak zaman prasejarah dengan adanya pemukiman awal yang terdiri dari berbagai suku bangsa. Penduduk asli Maluku Utara adalah suku-suku Austronesia yang kemudian berinteraksi dengan pedagang dari berbagai daerah, termasuk Arab, Tionghoa, dan Eropa. Interaksi ini memperkaya budaya local dan memicu perkembangan ekonomi melalui perdagangan rempahrempah seperti cengkeh dan pala.
Maluku Utara memiliki sejarah peradaban yang kaya dan kompleks, terutama terkait dengan empat kesultanan yang berpengaruh: Kesultanan Ternate, Kesultanan Tidore, Kesultanan Bacan, dan Kesultanan Jailolo. Keempat kesultanan ini memainkan peran penting dalam sejarah perdagangan rempah-rempah di Nusantara serta dalam penyebaran Islam di wilayah tersebut. Kesultanan-kesultanan yang muncul pada abad ke-13 hingga ke-16 merupakan hasil dari proses sosial dan politik yang kompleks.
Masyarakat mulai membentuk struktur pemerintahan yang lebih terorganisir untuk mengelola sumber daya alam mereka dan melindungi diri dari ancaman luar. Kesultanan Ternate didirikan pada tahun 1257 oleh Baab Mashur Malamo dan merupakan salah satu kesultanan Islam tertua di Nusantara. Pada puncak kejayaannya pada abad ke-16, Ternate menjadi pusat perdagangan rempah-rempah yang sangat penting.
Wilayah kekuasaan Ternate mencakup tidak hanya pulau-pulau di sekitarnya tetapi juga bagian utara Sulawesi dan Filipina. Ternate dikenal karena system pemerintahan monarkinya yang kuat, dipimpin oleh seorang sultan. Sultan Zainal Abidin adalah salah satu sultan terkenal yang mengadopsi Islam secara total pada pertengahan abad ke-15 dan mengganti gelar kolano menjadi sultan.
Kesultanan Tidore berdiri bersamaan dengan Ternate sebagai rival utama dalam perdagangan rempah-rempah. Didirikan sekitar tahun 1472 (bahkan terdapat sumber yang menyebutkan Kesultanan Tidore lebih tua dari Keesultanan Ternate), kesultanan ini juga memiliki pengaruh besar dalam penyebaran Islam di Kawasan tersebut. Sultansultan Tidore sering kali menjalin aliansi dengan kekuatan asing untuk memperkuat posisi
mereka dalam perdagangan global.
Kesultanan Tidore dikenal karena hubungan diplomatiknya dengan Spanyol dan Belanda selama periode kolonialisme, serta perannya dalam konflik regional antara kesultanan-kesultanan lainnya. Selanjutnya, Kesultanan Bacan didirikan pada abad ke-15 dan merupakan salah satu kesultanan penting di Maluku Utara meskipun tidak sebesar Ternate atau Tidore. Bacan berperan sebagai pusat perdagangan lokal dan memiliki hubungan erat dengan pedagang dari berbagai daerah bahkan dengan beberapa negara Eropa.
Kesultanan Bacan memiliki pengaruh signifikan dalam konteks politik lokal serta interaksi budaya antara penduduk asli dan para pedagang asing. Kesultanan Jailolo merupakan kesultanan terakhir dari empat kesultanan besar di Maluku Utara, yang didirikan sekitar abad ke-15. Jailolo berfokus pada pertanian dan perikanan sebagai sumber ekonomi utama selain perdagangan rempah-rempah. Meskipun tidak sepopuler Ternate atau Tidore dalam hal kekuasaan politik atau ekonomi, Jailolo tetap menjadi bagian integral dari jaringan sosial-politik di Maluku Utara.
Kedatangan Islam ke Maluku Utara terjadi seiring dengan perkembangan kesultanan-kesultanan yang disebutkan di atas. Proses islamisasi berlangsung melalui interaksi antara pedagang Muslim dengan masyarakat setempat serta melalui pernikahan antar etnis. Pengaruh Islam terlihat jelas dalam struktur pemerintahan, hukum adat, serta tradisi budaya masyarakat setempat hingga saat ini.
Secara keseluruhan, empat kesultanan ini tidak hanya membentuk identitas budaya Maluku Utara (Moloku Kie Raha) tetapi juga memainkan peran kunci dalam sejarah Indonesia secara keseluruhan melalui pengembangan ekonomi berbasis rempah-rempah serta penyebaran agama Islam. Melalui penelusuran sumber-sumber data pada empat wilayah kesultanan tersebut, diharapkan buku ini dapat memberikan gambaran dan pemahaman tentang peradaban besar yang hadir di Maluku Utara.
Tentu, tak ada buku yang sempurna, kami menyadari masih banyak yang harus digali dan ditulis oleh Tim Riset MPW ICMI Maluku Utara untuk melengkapi khazanah literatur tentang Empat Kesultanan di Maluku Utara. Semoga apa yang disajikan dalam buku ini memberi manfaat bagi kita semua, terutama bagi masa depan Maluku Utara. Nasrun Minallah Wafathun Qharieb
Baca Bukunya Sekarang !
DAFTAR ISI
Spesifikasi Buku
Cetakan I, Januari 2025; 370 hlm, ukuran 15,5 x 23 cm, kertas isi Bookpaper hitam putih, kertas cover ivory 230 gram full colour, jilid lem panas (soft cover) dan shrink bungkus plastik.
Tentang Penulis
Murid Tonirio
Lahir, Desa Togawa Galela. Pendidikan – SD hingga SLTA diselesaikan di Galela, Halmahera Utara. S1 Jurusan Aqidah dan Filsafat, Fak. Ushuluddin IAIN Alauddin Ujungpandang (sekarang UIN Makssar). S2 dan S3 pada Jurusan Antropologi UGM, Yogyakarta. Sehari bekerja sebagai Dosen Fak. Ushuluddin IAIN Ternate, dan aktif sebagai Wakil Ketua MPW-ICMU Maluku Utara ini.
Hudan Irsyadi
lahir di Ternate 30 Desember 1979. Pendidikan SD, SMP dan SMA seluruhnya diselesaikan di Kota Kelahiran, Ternate. Menamatkan S1 di Universitas Negeri Manado, dengan jurusan Bahasa dan Sastra Prancis. Selanjutnya S2 diselesaikan di jurusan Kajian Budaya dan Media, UGM. Aktivitas sekarang sebagai Dosen pada Program Studi Antropologi Sosial, FIB-Unkhair. Disamping sebagai pengajar, terdapat beberapa aktivitas lainnya, di antaranya adalah pegiat di Yayasan Sosial Development & Government Manusia Tidore Sejarah, Peradaban, dan Kesultanan (SiDeGo); Wakil Ketua ISNU Maluku Utara; dan Pengurus MPWICMI Maluku Utara.
Mahmud Ici
Lahir di Samo, Halmahera Selatan Maluku Utara 7 December 1977. Pendidikan SD di Halmahera Selatan, lalu SMP dan SMA ditamatkan di Ternate. Menamatkan Sarjana S1 di Program Studi Agroforestry Fakultas Pertanian, Universitas Sam Ratulangi, Manado Sulawesi Utara 2001. Karier jurnalistik dimulai pada 2001 di tabloid ASPIRASI. Kemudian di media cetak Malut Post kurang lebih 12 tahun dan resign pada 2017.
Rahmat R. Wali
Menyelesaikan (S1) Sarjana Sosiologi (2008) dan Magister (S2) Ilmu, Religi dan Budaya, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta (2018). Karya yang pernah dikerjakan yaitu menjadi Editor Buku Wajah Ternate dalam Pusaran Waktu, Diandra (2014), Editor dan Penulis Buku Kejahatan Dunia Intelektual, Intelegensia Media (2022), Ko-editor dan Penulis Buku Sudut Pandang: Perspektif Anak Negeri, Intelegensia Media (2022), Peneliti Utama pada Malut Research Institute (eMRI) dan Yayasan Haliyora Riset Center (HRC). Aktif sebagai Wakil Sekretaris MPW Orwil ICMI Maluku Utara.
Nur Ida
Lahir di Desa Somahode Oba Utara. Pendidikan SD di Desa Somahode. SMP hingga SMA diselesaikan di Pondok Pesantren Harisul Khairaat Bumi Hijrah Ome Tidore. S1 Jurusan Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam Universitas Muslim Indonesia Makassar. Sedangkan S2 Jurusan Hukum Perdata pada Pascasarjana Universitas Muslim Indonesia Makassar. Sekarang Bekerja sebagai Dosen Hukum pada Universitas Muhammadiyah Maluku Utara, dan aktif sebagai pengurus Wilayah Nasyiyatul Aisyiyah Provinsi Maluku Utara dan pengurus pada MPW-ICMU Maluku Utara.
Hamdani Rais
Alumni S1-Antropologi, FIB Universitas Khairun. Lelaki yang lahir dan tumbuh besar di pinggiran Kota Ternate itu menyenangi petualangan menyusuri dan mengunjungi setiap sudut masyarakat. Dunia penelitian adalah dunia yang ia gemari semenjak menempuh Pendidikan S1. Saat ini, Hamdani tengah menyelesaikan pendidikan Magister pada departement Antropologi UGM. Dani sapaan akrab, dapat dihubungi Phone: 0852-4016-2752 email: hamdanirais01@gmail.com www.facebook: hamdani rais