INDONESIA RAK THAI

Buku yang membedah sejarah panjang persahabatan Indonesia dan Thailand

Hubungan Mesra Nusantara–Siam Sejak Abad ke-7 Masehi

Frances Wood melacak kisah-kisah berbagai peradaban dan ideide yang tersebar luas melalui ekspansi geografis Jalur Sutra yang luas. Agama Buddha dari India dibawa masuk ke Cina melalui Jalur Sutra, sekaligus memulai tradisi perziarahan besar menyeberangi rute-rute padang pasir yang sunyi. Dalam konteks inilah, Nusantara dan Siam kian terhubung secara intens pada abad ke 7 M. 

Hubungan mesra antara Nusantara dengan Siam antara lain disebabkan oleh posisi mereka sebagai bagian jalur laut dari perdagangan internasional sejak abad ke-2 Sebelum Masehi, yang dikenal sebagai jalur sutera. Istilah ‘jalur sutra’ pertama kali digunakan oleh geografer Jerman Ferdinand von Richthofen pada abad ke-19 karena komoditas perdagangan dari Cina yang banyak berupa sutra.

Hubungan tersebut kian intens saat Kerajaan Sriwijaya pada abad ke 7 dan 8 M berkuasa di kawasan Asia Tenggara. Penyebaran ajaran Buddha dari India utara ke bagian lain di Asia, Sriwijaya berperan sebagai pusat pembelajaran dan penyebaran ajaran Buddha. Sebagai pusat pengajaran Buddha Vajrayana, Sriwijaya menarik banyak peziarah dan sarjana dari negara-negara di Asia. Antara lain pendeta dari Tiongkok I Tsing, yang melakukan kunjungan ke Sumatra dalam perjalanan studinya di Universitas Nalanda, India, pada tahun 671 dan 695, I Tsing melaporkan bahwa Sriwijaya menjadi rumah bagi sarjana Buddha sehingga menjadi pusat pembelajaran agama Buddha. Selain berita diatas, terdapat berita yang dibawakan oleh I Tsing, dinyatakan bahwa terdapat 1000 orang pendeta yang belajar agama Budha pada Sakyakirti, seorang pendeta terkenal di Sriwijaya.

Pengunjung yang datang ke Svarnadwipa (Sriwijaya) menyebutkan bahwa koin emas telah digunakan di pesisir kerajaan. Selain itu ajaran Buddha aliran Buddha Hinayana dan Buddha Mahayana juga turut berkembang di Sriwijaya. Menjelang akhir abad ke10-, Atiśa, seorang sarjana Buddha asal Benggala yang berperan dalam mengembangkan Buddha Vajrayana di Tibet; menyebutkan bahwa Durbodhāloka ditulis pada masa pemerintahan Sri Cudamani Warmadewa penguasa Sriwijayanagara di Malayagiri di Suvarnadvipa. Kerajaan Sriwijaya banyak dipengaruhi budaya India, pertama oleh budaya Hindu kemudian diikuti pula oleh agama Buddha. Peranannya dalam agama Budha dibuktikannya dengan membangun tempat pemujaan agama Budha di Ligor, Thailand. Raja-raja Sriwijaya menguasai kepulauan Melayu melalui perdagangan dan penaklukkan dari kurun abad ke-7 hingga abad ke9-, sehingga secara langsung turut serta mengembangkan bahasa Melayu beserta kebudayaannya di Nusantara.

Kedekatan hubungan Indonesia- Thailand berlanjut di era penjajahan Belanda dimana Raja Rama V (King Chulalongkorn), di masa hidupnya 1868–1910, mengunjungi Pulau Jawa sebanyak tiga kali yaitu 1870, 1896 dan 1901. Di antaranya mengunjungi Batavia ( Jakarta), Semarang dan Borobudur ( Jawa Tengah). Raja Rama V meninggalkan penanda berupa patung perunggu berbentuk Gajah yang saat ini terpajang di depan Museum Nasional, Jakarta serta prasasti batu di Curug Dago, Bandung. Sebaliknya, ia juga membawa pulang berbagai ukiran dan batik dari Nusantara.

Pada 7 Maret 1950, Republik Indonesia dan Kerajaan Thailand meresmikan hubungan diplomatic. Sejak itu, berbagai kerjasama berlanjut melalui kegiatan saling mengunjungi di antara pejabat tinggi kedua negara. Di antaranya, kunjungan H.M. King Bhumibol Adulyadej The Great (King Rama IX) dan H.M. Queen Sirikit The Queen Mother sebagai tamu kenegaraan Presiden Sukarno pada tahun 1960.

Sebaliknya Presiden Sukarno melakukan kunjungan kenegaraan ke Thailand pada tahun 1061 dan 1970. Berikutnya, H.M. King Maha Vajiralongkorn Phra Vajiraklaochaoyuhua (King Rama X) saat menjadi Putra Mahkot (Crown Prince) melakukan kunjungan ke Indonesia pada tahun 1986. H.R.H. Princess Maha Chakri Sirindhorn juga telah tiga kali mengunjungi Indonesia sebanyak tiga kali pada tahun 1984 hingga 2016

 

Dapatkan Bukunya Sekarang Juga!

Daftar Isi 1
Daftar Isi 2

Daftar Isi dan Spesifikasi Buku

Buku ini terdiri dari beberapa bagian pembahasan yang ditulis oleh para penulis dari beragam disiplin ilmu

  • Cetakan I, Juni 2022
  • Jumlah Halaman xii + 120
  • Ukuran 15,5 x 23 cm
  • Kertas Isi HVS 70 gram (Hitam Putih)
  • Kertas Cover Ivory 230 Gram (Laminasi Doff)
  • Finishing Jilid Lem Panas (Soft Cover) dan Shrink (Bungkus Plastik)

Rp 95,700

Sistem penjualan buku ini adalah print on demand. Buku hanya akan dicetak ketika ada pemesanan. Butuh waktu +- 3 hari setelah pembayaran. Harga belum termasuk ongkos kirim

  • Harga Belum Termasuk Ongkos Kirim
  • Klik Tombol Beli Sekarang untuk Melanjutkan Pembelian

Tentang Penulis

Dr. Sidik Jatmika

Associate Professor in International Relations Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Indonesia. (sidikjatmika@umy.ac.id/ 0818279041)
• 1993 Indonesian delegate at The Asia Pasific Youth Workshop Bangkok and Chiangmai
• 1994-2022 Bapok Penasihat (Advisor) Persatuan Mahasiswa Muslim Pathani di Indonesia (PEMPTI)
• 2006 Program Doktor (S-3) Sosiologi. Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta
• 1998 Program Magister (S-2) Ilmu Politik, UGM
• 1992 Undergraduate (S-1) International Relations, UGM

Muhammad Indrawan Jatmika, M.A.

Lectures of International Relations, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, Surabaya, Indonesia. (m.indrawan.hi@upnjatim.ac.id/
081329637013) International Relations undergraduate program (S-1), Gadjah Mada University (UGM), Yogyakarta (2013-2017). Master of Southeast Asian Studies, Chulalongkorn University, Bangkok (2017-2018).