Gapai Mimpi Masuk UI True Story Mahasiswa Magister FIK UI

Buku ini merupakan memori tertulis para mahasiswa yang terlibat sehingga menjadi suatu apresiasi tersendiri untuk bisa dikenang sekaligus diharapkan dapat menjadi motivasi dan gambaran berdasarkan fakta bagi pembacanya kelak.

Bagaimana Cara Mahasiswa Magister FIK UI menggapai mimpi mereka?

Membaca 50 naskah kiriman mereka sama halnya membaca masa depan layanan keperawatan rumah sakit Indonesia di masa yang akan datang. Tidak berlebihan jika disebut demikian. Pasalnya, mayoritas para penulis berjanji—setidaknya dalam narasi tersebut—untuk lebih memperbaiki pola layanan keperawatan baik dengan pasien, keluarga, dokter, atasan maupun sesama sejawat.
Sedikitnya ada 7 (tujuh) pelajaran yang dapat pembaca ambil dari buku ini. Pertama, ridla Tuhan ternyata sangat erat kaitannya dengan ridlo kedua orang tua, khususnya Ibunda tercinta. Hal ini berlaku di semua agama. Sebuah pesan universal yang harus dijalankan agar kita sukses menapaki kehidupan di dunia ini. Mengubah ketidakmungkinan menjadi kemungkinan yang dapat terwujud. 

Kedua, kami yang banyak belajar dari rekan-rekan penulis. Bahwa hidup ibarat petani yang menggarap sawah. Mesti mencangkul dengan peluh keringat, menanam bibit dengan baik, merawatnya dan wajib sabar berkesinambungan, jangan gampang mengeluh apalagi putus asa menghadapi ketidakpastian musim—sebut saja misalnya usia kandidat peraih beasiswa tetiba diturunkan, lalu apa yang terjadi? Baca saja dalam bagian buku ini. Serta yang terakhir: memanen pada saat yang tepat. Bahwa pendidikan adalah investasi yang tidak akan pernah merugi.

Ketiga, membaca 50 narasi yang ada, sekali lagi, mengingatkan kepada kita: hidup butuh PERJUANGAN. Ada yang mendapatkan tugas belajar, karenanya harus merentang jarak dan waktu dengan keluarga di rumah. Meninggalkan suami, istri, atau anak yang masih membutuhkan kasih sayang orang tua menemani tumbuh kembang mereka. Namun juga tidak dapat dilupakan bagi mereka yang mendapat izin belajar. Sama halnya mesti pintar atur waktu, cerdik siasati antara kewajiban kuliah—dengan tugas bejibun, rutinitas kantor, tanggung jawab keluarga atau juga aktif di kegiatan sosial kemasyarakatan. Keduanya sama-sama memiliki konsekuensi masing-masing. Belum lagi bagi mereka yang memang mengandalkan beasiswa mandiri. Artinya merogoh kantong sendiri, menguras tabungan cukup dalam. 

Kami tergetar cukup hebat mendapati tulisan yang mengisahkan salah seorang penulis diantar suami tercinta ke stasiun, lalu berpisah mengecup lembut tangannya, dan setibanya di kampus—masih periode perkuliahan awal— menerima kabar suaminya mengalami kecelakaan hebat. Dirawat satu pekan di ICU dan akhirnya wafat. Sungguh fase kehidupan yang tidak mudah. Namun kepingan takdir itulah yang akan menjelma menjadi mozaik indah asal kita senantiasa ikhlas dan terus berbuat baik dimanapun dan kapanpun.

Keempat, 50 penulis buku ini adalah GARDA TERDEPAN bangsa saat menghadapi pandemi global Covid-19. Merekalah yang tiada lelah mengawal pasien yang masuk dengan gejala sama. Pengalaman tersebut—pada sisi terangnya—adalah anugerah terbesar yang diberikan Tuhan kepada umat manusia untuk tetap survive, lebih tangguh dan tahan ujian dibanding umat era sebelumnya.

Kelima, seperti yang kami singgung sebelumnya, ilmu adalah investasi terbaik. Mereka yang dititipi ilmu akan ditinggikan beberapa derajat. Dan sekali lagi itu berlaku di semua agama. Kata seorang bijak, meraih ilmu dengan segala kesusahpayahannya ibarat merentangkan busur anak panah: ia akan mundur terlebih dahulu untuk melesat sangat jauh kedepan—meninggalkan mereka yang sudah puas dengan comfort zone yang dimiliki.

Keenam, pelajaran yang bisa kita dapat melalui buku ini: kita tidak akan pernah bisa memilih dilahirkan dari keluarga seperti apa. Namun kita punya hak sepenuhnya untuk memilih akan hidup seperti apa. Perasaan dicemooh, dihina, dihujat, ditertawakan tetangga, banyak yang menyangsikan apakah berhasil atau tidak, percuma sekolah tinggi-tinggi dan seterusnya, mampu dijawab dengan elegan oleh mereka para pejuang sejati kehidupan. 

Pamungkas, ketujuh: kekuatan iman itu sangat penting. Tuhan akan selalu memeluk mimpi-mimpi hamba-Nya. Ia akan selalu memberikan pertolongan di saat kita hampir putus asa, gelap dan seolah hanya jalan buntu di depan kita. Namun pertolongan Tuhan akan datang pada saat yang tepat dengan syarat: kita mau untuk bergerak, melakukan sesuatu, bertekad mengubah keadaan dan tetap mendekat diri kepada-Nya. Iman, percaya, keyakinan adalah sesuatu yang mesti dijaga dan terus ditingkatkan dari waktu ke waktu.

Dapatkan Bukunya Sekarang Juga!

DAFTAR ISI

Daftar Isi 1
Daftar Isi 2
Daftar Isi 3
Daftar Isi 4
Daftar Isi 5

Spesifikasi Buku

Cetakan I Februari 2023;  378 hlm, ukuran 14 x 20 cm, kertas isi HVS 75 gram hitam putih, kertas cover ivory 230 gram full colour, jilid lem panas (soft cover) dan shrink bungkus plastik.

Harga Buku

Sebelum melakukan pembayaran, cek ketersediaan stock kepada admin. Jika buku out of stock pengiriman membutuhkan waktu – 3 hari setelah pembayaran.

Rp 180.000

Rp 128,000

Tentang Penulis

Heru Nurinto, S.Kep., Ns, dkk

salah satu mahasiswa Magister FIK UI angkatan tahun 2022 peminatan KMB. Setelah tamat SMA, dia melanjutkan kuliah S1 dan Profesi Ners di Program Studi Ilmu Keperawatan FKKMK UGM. Saat ini, Ners Heru Nurinto bekerja di kamar operasi, Instalasi Bedah dan Anestesi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Pada tahun 2018 mendapatkan amanah mendampingi jamaah haji sebagai TKHI. Ikut menjadi Pengurus Forum Perawat Kesehatan Haji Indonesia (FPKHI) DIY bidang humas dan informasi. Pria kelahiran Lendah, Kulon Progo, DIY ini pernah mendapatkan tanda penghargaan dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia, yaitu tanda penghargaan tenaga kesehatan dan SDM penunjang tingkat nasional tahun 2021 sebagai garda terdepan serta memiliki dedikasi tinggi dalam penanganan pandemi covid-19 di masyarakat.