GAMBUT SUATU KAJIAN POTENSI BIODIVERSITAS DAN MANFAAT EKONOMI SOSIAL MASYARAKAT LOKAL PAPUA (KABUPATEN BOVEN DIGOEL DAN KABUPATEN MAPPI)

Buku yang berisi 42 pembahasan dari berbagai macam sudut pandang kesehatan, pendidikan, sains dan teknologi.

Bagaimana Gambut Sebagai Suatu Kajian Potensi Biodiversitas dan Manfaat Ekonomi Sosial Masyarakat Lokal Papua (Kabupaten Boven Digoel dan Kabupaten MAPPI)

Indonesia mempunyai ekosistem yang beragam, termasuk ekosistem hutan gambut (Kartikasari et al., 2012; Gunawan & Afriyanti, 2019; Syaid, 2020). Di Papua, diperkirakan terdapat kawasan hutan rawa gambut yang cukup luas (Wahyunto et al., 2003). Lahan gambut merupakan lahan yang secara alami sering tergenang berupa rawa, sehingga sering disebut juga sebagai rawa gambut atau tanah goyang bagai sebagian masyarakat Papua.

Kesatuan hidrologi gambut (KHG) menurut PP. no 57 tahun 2016 adalah Ekosistem Gambut yang letaknya di antara 2 (dua) sungai, di antara sungai dan laut, dan/atau pada rawa (Suwarno, 2016; Turmudi, 2017). Sedangkan ekosistem gambut adalah tatanan unsur gambut yang merupakan satu kesatuan utuh menyeluruh yang saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitasnya (Turmudi, 2017). Dalam suatu KHG selalu berasosiasi dengan kubah gambut, karena kubah gambut menurut Peraturan Menteri Lingkungan hidup dan Kehutanan RI No. P.14/MENLHK / SETJEN / KUM.1/2/2017 adalah area KHG yang mempunyai topografi/relief yang lebih tinggi dari wilayah sekitarnya, sehingga secara alami mempunyai kemampuan menyerap dan menyimpan air lebih banyak, serta mensuplai air pada wilayah sekitarnya.

Lahan rawa gambut ini salah satu sumberdaya alam yang memiliki fungsi hidrorologi dan fungsi lingkungan lain yang penting untuk menopang kehidupan di bumi, baik bagi kehidupan dan penghidupan manusia serta mahluk hidup lainnya (Gunawan & Afriyanti, 2019; Syaid, 2020). Dengan demikian keberadaan lahan rawa gambut harus dilindungi dan dipertahankan kelestariannya untuk mempertahankan nilai penting dari ekosistem gambut tersebut.

Pemanfaatan sumber daya alam lahan rawa gambut ini secara bijaksana perlu perencanaan yang teliti, lewat pengkajian yang cermat serta penerapan teknologi yang sesuai dan pengelolaan yang tepat. Dengan tiga langkah di atas mutu dan kelestarian sumber daya alam dan lingkungannya dapat dipertahankan untuk menunjang pembangunan yang berkelanjutan (Wahyunto et al., 2003).

 Untuk dapat menjalankan tiga langkah di atas diperlukan data dasar yang antara lain berupa data spasial lahan gambut, informasi mengenai sifat karakteristik lahan gambut keanekaragaman hayati yang terdapat pada lahan gambut serta interaksi masyarakat lokal dengan lahan gambut tersebut. Menurut Driessen (1978) di Indonesia ditemukan lahan gambut seluas 17 juta ha yang terbentang dari pantai timur Sumatera Timur seluas 9,7 juta ha yang meliputi Propinsi Riau, Jambi dan Sumatera Selatan. 

Di Kalimantan seluas 6,3 juta ha meliputi Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah, dan di Papua sendiri ada seluas 100.000 ha. Sementara menurut Wahyunto et al., (2003), lahan rawa gambut tersebut sebagian besar terdapat
di 4 (empat) pulau besar, yaitu Sumatera 35 %, Kalimantan 32 %, Sulawesi 3 % dan Papua 30 %. Sebagai bahan organik, gambut dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Volume gambut di seluruh dunia diperkirakan sejumlah 4 trilyun m³, yang menutupi wilayah sebesar kurang-lebih 3 juta km² atau sekitar 2% luas daratan di dunia, dan mengandung potensi energi kirakira 8 miliar terajoule.

Rawa gambut merupakan salah satu tipe hutan rawa yang merupakan ekosistem yang spesifik dan rapuh (Arifudin, dkk 2019). Gambut adalah jenis tanah yang terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tumbuhan yang setengah membusuk; oleh sebab itu, kandungan bahan organiknya tinggi (Anwar, dkk, 1984). Tanah yang terutama terbentuk di lahan-lahan basah ini disebut dalam bahasa Inggris sebagai peat; dan lahan-lahan bergambut di berbagai belahan dunia dikenal dengan aneka nama seperti bog, moor, muskeg, pocosin, mire, dan lain-lain. Istilah gambut sendiri diserap dari bahasa daerah Banjar (Novrianti, dkk 2018).

Untuk itu pengelolaan lahan gambut perlu dilakukan secara bijaksana dan hati-hati. Apabila pengelolaannya tidak dilakukan secara benar dan hati-hati, lahan gambut tersebut tidak akan lestari (Gunawan & Afriyanti, 2019; Atrina, dkk 2020; Rosyida & Sopiana, 2021). Jenis pohon yang tumbuh di areal rawa gambut sangat spesifik dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi baik dari hasil kayunya maupun hasil non kayu seperti getah-getahan, rotan, obat-obatan, sagu yang memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat terutama di Papua bagian pesisir dan lain-lain. Beberapa jenis kayu komersil tinggi seperti jelutung (Dyera lowii), nyatoh (Palaquium spp.), bintangur (Calophyllum spp.), dan lain-lain. Untuk lebih lanjutnya bisa dibaca dalam buku ini, Silahkan membaca!

Dapatkan Bukunya Sekarang Juga!

Daftar Isi 1
Daftar Isi 2

Daftar Isi dan Spesifikasi Buku

Buku ini terdiri dari beberapa bagian pembahasan yang ditulis oleh para penulis dari beragam disiplin ilmu

  • Cetakan I, Juli 2022
  • Jumlah Halaman xiv + 102
  • Ukuran 15,5 x 23 cm
  • Kertas Isi Bookpaper 57,5 gram (Hitam Putih)
  • Kertas Cover Ivory 230 Gram (Laminasi Doff)
  • Finishing Jilid Lem Panas (Soft Cover) dan Shrink (Bungkus Plastik)

Rp 89,700

Sistem penjualan buku ini adalah print on demand. Buku hanya akan dicetak ketika ada pemesanan. Butuh waktu +- 3 hari setelah pembayaran. Harga belum termasuk ongkos kirim

  • Harga Belum Termasuk Ongkos Kirim
  • Klik Tombol Beli Sekarang untuk Melanjutkan Pembelian

Tentang Penulis

Basa T. Rumahorbo,

Penulis menempuh pendidikan SD Negeri Tolping (tamat tahun 1975), SMP Negeri Ambarita (tahun 1979) dan SMA Negeri 3 Pematang Siantar (tahun 1982). Penulis melanjutkan Pendidikan Sarjana Starta Satu Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan Matematika dan IPA FKIP di Universitas Cenderawasih Jayapura (tahun 1989), Pendidikan Strata Dua bidang Ekologi Fakultas Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada Yogyakarta (tahun 1994), Pendidikan Starata Tiga Doktor bidang Konservasi Biologi MIPA Program Pascasarajana Unjiversitas Padjadjaran Bandung (tamat 2012). Sekarang penulis berkiprah sebagai Dosen Program Studi Ilmu Kelautan (2017-Sekarang), Program Studi Ilmu Perikanan (2017-Sekarang), Program Studi Ekonomi Pembangunan (1997-sekarang), Program Studi Kesehatan Masyarakat (2017-2016), Program Studi Magidter Pendidikan IPA (2014-sekarang), Program Magister Biologi (2013 -2019), dan Magister Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (2015 – sekarang) pada Universitas Cenderawasih Jayapura. 

Berbagai hasil penelitian dan pengabdian masyarakat yang dilakukan penulis telah diterbitkan dalam berbagai Buku dan artikel ilmiah yang dipublikasi secara nasional dan internasional. Penulis juga aktif sebagai anggota Tim Teknis Komisi Penilai AMDAL Provinsi Papua sebagai Tim Ahli Biologi (2017 – Sekarang), Anggota Tim Validator KLHS Provinsi Papua (2019-sekarang), Anggota TIM TRGD BRGM Provinsi Papua (2018- sekarang).

Akhmad Kadir

tanggal 7 April 1967 menyelesaian pendidikan di SD Negeri Amputang Segeri Pangkajene Kepulauan Sulawesi-Selatan, MTS Negeri di Sorong Papua, SMA Negeri 527 Nabire Papua. Penulis menyelesaiakan pendidikan SI di jurusan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Cenderawasih Jayapura (tamat tahun 1992), S2 Antropologi di Fakultas Ilmu Budaya UGM (tamat tahun 2002), dan meneyelesaikan Pendidikan S3 Antropologi (ilmu-ilmu Humaniora) di Fakultas Ilmu Budaya UGM (tamat tahun 2015). Selain sebagai pengajar tetap di Jurusan Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Cenderawasih, penulis juga sebagai pengajar mata kuliah Antropologi Ekonomi pada program S2 Magister Ilmu Ekonomi (MIE) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Univirstas Cenderawasih (2018-sampai sekarang). Pengajar mata kuliah Etnografi Papua di beberapa perguruan tinggi di Papua, seperti IAIN Fatahul Muluk Papua, Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIPOL) Silas Papare Jayapura, USTJ Jayapura Papua. 

Selaian itu, penulis dipercaya sebagai Sekertaris Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Cenderawasih (2017-Sekarang). Sebagai antropolog, penulis aktif melakukan penelitian lapangan di berbagai tempat di Papua dan Papua Barat, terkait dengan masalah-masalah aspek sosial budaya, ekonomi, lingkungan, dan issu-issu lokal-global. Aktif melakukan kajiankajian etnografi dan CSR terutama pada komunitas adat yang besinggungan langsung dengan perusahan-perusahan Multinasional seperti LNG Tangguh, Genting Oil Kasuari di wilayah Kabupaten Teluk Bintuni Papua Barat, dan Freeport di Kabupaten Mimika Papua. Hal ini sekaligus menghantarkan penulis memilih topik disertasi dengan melihat respons komunitas adat Papua terhadap masuknya kekuatan ekonomi global. Bersama-sama dengan BBKSDA (Balai besar Konservasi Sumber Daya Alam Papua, penulis aktif melakukan Kajian Kajian konservasi sosial dan pemberdayaan ekonomi masyarakat dalam kawasan Konservasi Suaka Margasatwa Mamberamo Foja, Danau Bian di Kabupaten Merauke, Cagar Alam Pegunungan Cycloop, dan Taman Wisata Alam Teluk Youtefa. Berbagai hasil penelitian lapangan yang dilakukan penulis telah diterbitkan dalam berbagai buku dan artikel ilmiah yang dipublikasi secara nasional dan internasional.