DISENCHANTED VOTERS: Varian dan Faktor Penyebab Surat Suara Tidak Sah

Kajian mendalam tentang faktor yang menyebabkan tingginya surat suara tidak sah dan sebagai bahan evaluasi terutama untuk penyelenggara pemilu.

Mengapa Studi Ini Menarik?

Salah satu isu yang sangat menarik dari kajian sistem kepemiluan yang akhir-akhir ini ramai diperbincangkan di kalangan praktisi pemilu maupun ilmuwan adalah surat suara tidak sah. Mengapa ini menarik untuk dianalisa lebih lanjut? Hal ini tidak terlepas pada faktor legitimasi demokrasi, di mana semakin rendah jumlah suara tidak sah maka semakin tinggi legitimasi demokrasi, pemilu, dan tentunya kandidat yang terpilih. Sebaliknya, semakin tinggi jumlah suara tidak sah, maka semakin rendah legitimasi demokrasi, pemilu termasuk para kandidat yang terpilih. Karena itu, berbicara tentang sah dan tidaknya surat suara tidak bisa dilepaskan dari tingkat legitimasi sebuah negara demokrasi. 
Di sinilah pentingnya kajian ini dibahas lebih lanjut.

Laporan Institute for Democracy and Electoral Assistance menjelaskan, bahwa negara-negara yang diberikan skor 4 ke bawah oleh Freedom House, ada 53 negara yang melaksanakan pemilu dengan prosentase suara tidak sah melampaui angka 5 % dan 24 negara dengan lebih dari 10 % suara tidak sah. Karena itu, jika prosentase suara tidak sah cukup signifikan, hal itu bisa membahayakan legitimasi hasil pemilu/Pilkada. Namun demikian, kemunculan surat suara tidak sah tidak hanya disebabkan oleh faktor pemilih saja, tetapi juga faktor desain surat suara yang dapat mempengaruhi kesalahan pemilih dalam menggunakan surat suara tersebut (Pachón, Carroll, & Barragán, 2017).

Di sejumlah negara yang menerapkan kewajiban untuk memilih (compulsory voting), prosentase surat suara yang tidak sah/ditolak (rejected votes) justru tinggi sekali karena pemilih menggunakan hak suaranya sebagai kesempatan untuk melawan rezim yang berkuasa (Power & Garand, 2007). Hal ini terbukti pada kajian Wochnik & Wochnik (2014) tentang surat suara tidak sah pada Pemilu Serbia 2012 yang menegaskan, bahwa keberadaan surat suara tidak sah merupakan aksi protes rakyat Serbia terhadap krisis demokrasi di negara tersebut yang memicu semacam gerakan kudeta yang terusmenerus dipromosikan melalui media sosial. 

Temuan serupa juga disajikan oleh Cohen (2017), bahwa tingginya surat suara tidak sah pada Pilpres 14 negara Amerika Latin adalah bentuk protes pemilih terhadap buruknya kinerja pemerintah. Sementara itu, temuan Fatke & Heinsohn (2016) membuktikan, bahwa faktor politik-kelembagaan menjadi penyebab utama kemunculan surat suara tidak sah pada Pemilu Feredal Jerman tahun 2013. Karena itu, pemilih Jerman cenderung lebih suka memilih partai politik (di bawah sistem pemilu dengan closed-list PR) daripada memilih kandidat langsung di bawah sistem pemilu dengan aturan pluralitas.

Di Indonesia, penelitian tentang surat suara tidak sah juga menjadi perhatian bagi kalangan akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM). Temuan Karim, Rahmawati, Jamson, Yunanto, Fimmastuti, dan Prasetyo (2016) tentang studi terhadap surat suara tidak sah pada Pilpres 2014 di Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukkan, bahwa ada tiga faktor yang menyebabkan surat suara tidak sah: tidak sah karena ketidaktahuan pemilih dalam menggunakan hak suaranya; tidak sah karena terkait dengan electoral malpractice, termasuk perbedaan pandangan tentang aturan pemberian suara maupun kesalahan teknis di lapangan; dan tidak sah karena terkait dengan ekspresi politik pemilih yang dikenal dengan protest voting. Masih topik serupa dengan kasus pola surat suara tidak sah pada Pilwalikot Yogyakarta tahun 2017, temuan Rahmawati & Budi (2018) memperkuat temuan UGM sebelumnya, bahwa keberadaan surat suara tidak sah tersebut tidak hanya menunjukkan adanya masalah teknis-administratif kepemiluan, tetapi membuktikan adanya gerakan protes dari pemilih. Ini artinya, surat suara tidak sah tersebut secara sengaja dilakukan oleh para pemilih.

 

Dapatkan Bukunya Sekarang Juga!

DAFTAR ISI

Bab 1

PENDAHULUAN (Mengapa Studi Ini Menarik?, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Studi, Kerangka Dasar Teoritis, Metode Penelitian)

Bab 2

ANALISA DAN TEMUAN (Varian Surat Suara Tidak Sah, Faktor Penyebab Surat Suara Tidak Sah)

Bab 3

KESIMPULAN (Ringkasan, Rekomendasi)

Spesifikasi Buku

Cetakan I Agustus 2021; xiv + 108 hlm, ukuran 14,8 x 21 cm, kertas isi HVS 70 gram hitam putih, kertas cover ivory 230 gram full colour, jilid lem panas (soft cover) dan shrink bungkus plastik.

Harga Buku

Sistem penjualan buku ini adalah print on demand. Buku hanya akan dicetak ketika ada pemesanan. Butuh waktu +- 3 hari setelah pembayaran. Harga belum termasuk ongkos kirim

Rp120.000

Rp75.400

Tentang Penulis

Dr. phil. Ridho Al-Hamdi, MA

dosen pada Program Studi Ilmu Pemerintahan, FISIPOL, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Konsentrasi keilmuannya adalah partai politik, pemilu, demokrasi, dan Islam-politik. Latar belakang pendidikannya, studi doktor di bidang ilmu politik diselesaikan di Universitas TU Dortmund, Jerman (beasiswa BPPLN Kemenristekdikti RI, 2014- 2017). Pendidikan sarjana dan masternya ditamatkan di UIN Sunan Kalijaga dan Universitas Gadjah Mada. Sebelum ke jenjang universitas, dia pernah menjadi santri selama enam tahun di Pondok Pesantren Modern Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta. Pada Spring Season 2018, dia pernah menjadi dosen tamu di Universitat Pompeu Fabra, Barcelona, Spanyol (Erasmus+ Grant) dan Asia University, Taiwan (Collaborative Grant, 2018).

Sakir, SIP., MIP (Sakir Ridho Wijaya)

Koordinator Laboratorium Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (Lab IP UMY). Pendidikan S1 ditamatkan di Prodi Ilmu Pemerintahan UMY dan S2 di Magister Ilmu Pemerintahan UMY. Saat ini sebagai dosen di UMY, mata kuliah yang diampunya adalah Tata Kelola Keuangan Pemerintahan, Tata Kelola Bencana, Monitoring dan Evaluasi Kinerja Pemerintahan, dan Penelitian Kualitatif.