KEMANDIRIAN DESA DI ERA DIGITAL Dari UMKM Halal, Website Desa, hingga Sekolah Ramah Anak dan Gerakan Anti Pinjol

Buku ini lahir dari keyakinan bahwa UMKM tidak hanya perlu semangat bertahan, tetapi juga panduan yang praktis untuk tumbuh dan menegaskan posisinya di tengah persaingan yang kian dinamis.

Desa Berdaya di Era Digital

Di tengah derasnya arus digitalisasi, desa kerap digambarkan sebagai pihak yang tertinggal dan perlu “dimandirikan” dari luar. Padahal, di banyak tempat, desa justru sedang sibuk membangun
dirinya sendiri: menghidupkan kembali UMKM berbasis potensi lokal, mengelola website desa, menata layanan publik, serta melindungi warganya dari jerat pinjol dan risiko dunia digital. Buku Kemandirian
Desa di Era Digital — Dari UMKM Halal, Website Desa, hingga Sekolah Ramah Anak dan Anti Pinjol hadir untuk merekam denyut nadi perubahan itu. Judul ini dipilih karena mampu merangkum tiga
poros utama buku: penguatan ekonomi lokal, transformasi digital, dan perlindungan warga—khususnya anak dan keluarga.

Bab 1, Bab 2, dan Bab 3 ditempatkan di awal untuk menegaskan bahwa desa berdaya bertumpu pada ekonomi lokal yang hidup. Kisah Sidomulyo, industri tahu yang nyaris padam, dan Mranggen
menunjukkan bagaimana UMKM bukan sekadar unit usaha, tetapi simpul ketahanan sosial dan identitas desa. Melalui narasi-narasi ini, pembaca diajak melihat bahwa kebangkitan ekonomi desa tidak lahir
dari program besar nan abstrak, melainkan dari keberanian warga dan pendamping lokal membaca ulang potensi yang selama ini dianggap biasa saja. Inilah landasan mengapa buku ini dimulai dari wajah dapur, bengkel, dan kios kecil di sudut-sudut kampung.

Bab 4 dan Bab 5 kemudian menggeser fokus pada penguatan UMKM di era digital. Pemberdayaan UMKM melalui Google Maps, pemasaran digital, dan sertifikasi halal menunjukkan bahwa teknologi bukan musuh tradisi, melainkan perpanjangan tangan untuk memperluas jangkauan pasar. Di sini, frasa “UMKM Halal” dalam judul buku menemukan konteksnya: sertifikasi halal bukan sekadar label hukum, tetapi instrumen kepercayaan yang meningkatkan daya saing produk desa. Digital marketing dan legalitas usaha menjadi jembatan antara kearifan lokal dengan pasar yang kian terhubung.

Setelah fondasi ekonomi diperkuat, Bab 6 menghadirkan website desa sebagai simbol transformasi tata kelola. Website bukan hanya etalase informasi, melainkan bagian dari perubahan cara desa berkomunikasi, memberikan layanan, dan membuka diri kepada warga. Penempatan bab ini di tengah menjadi penanda bahwa digitalisasi desa tidak dapat dilepaskan dari upaya membangun kepercayaan publik. Transparansi, akses informasi, dan kemudahan layanan publik digital adalah prasyarat penting bagi desa yang ingin benar-benar berdaya di era digital.

Bab 7, Bab 8, dan Bab 9 mengarahkan perhatian pembaca ke ruang pendidikan dan pembinaan karakter. Sekolah ramah anak, pendidikan karakter di desa, dan peran posyandu remaja menjadi rangkaian yang saling menguatkan. Dalam konteks ini, “sekolah ramah anak” dalam judul bukan sekadar jargon, melainkan gambaran upaya desa memastikan bahwa anak-anak tumbuh dalam lingkungan belajar yang aman, inklusif, dan bebas perundungan. Posyandu remaja, pada saat yang sama, menjadi ruang alternatif di luar sekolah yang memberikan edukasi kesehatan, ruang dialog, dan dukungan
bagi remaja yang sedang mencari jati diri.

Bagian berikutnya, Bab 10, dengan tajam mengangkat sisi gelap dari era digital: jerat pinjaman online dan judi daring. Kehadiran bab ini menjelaskan mengapa kata “Anti Pinjol” sengaja disematkan dalam judul buku. Pemberdayaan desa di era digital tidak cukup hanya bicara tentang peluang; harus ada kesadaran mengenai risiko yang mengintai keluarga berpenghasilan terbatas ketika akses
teknologi tidak diimbangi literasi keuangan dan perlindungan sosial.

Upaya menjaga desa dari jerat pinjol menjadi salah satu bentuk nyata gerakan perlindungan warga, agar capaian ekonomi dan pendidikan yang dirintis tidak runtuh karena tekanan hutang dan kecanduan.
Bab 11 menutup rangkaian tulisan dengan mengembalikan fokus pada keluarga sebagai unit terkecil yang menjadi tujuan akhir seluruh proses pemberdayaan. Membangun kesejahteraan keluarga di tingkat desa—melalui UMKM yang lebih kuat, layanan publik yang lebih baik, dan ruang tumbuh yang lebih aman bagi anak—menjadi simpul yang menyatukan keseluruhan isi buku. Di titik ini, pembaca dapat melihat secara utuh logika susunan bab: dari penguatan ekonomi lokal transformasi digital, penguatan lembaga pendidikan dan layanan kesehatan remaja, hingga perlindungan dari risiko digital, semuanya bermuara pada keluarga yang lebih sejahtera dan tangguh.

Dengan demikian, Kemandirian Desa Berdaya di Era Digital bukan sekadar kompilasi laporan kegiatan, melainkan mozaik refleksi dan praktik baik yang saling terhubung. Kesebelas babnya menunjukkan
bahwa desa-desa di Indonesia sesungguhnya sedang bergerak, belajar, dan bereksperimen dengan caranya sendiri. Harapannya, buku ini dapat menjadi rujukan bagi pemerintah desa, pendamping program, akademisi, maupun komunitas warga yang ingin mengembangkan gerakan serupa: menguatkan UMKM, memanfaatkan teknologi secara bijak, membangun sekolah yang ramah anak, serta bersama-sama berdiri tegak sebagai desa berdaya di tengah tantangan era digital.

Dapatkan Bukunya Sekarang Juga!

DAFTAR ISI

Daftar Isi 1
Daftar Isi 2
Daftar Isi 3
Daftar Isi 4
Previous
Next

Spesifikasi Buku

Cetakan I, Desember 2025;  140 hlm, ukuran 15,5 x 23 cm, kertas isi HVS hitam putih, kertas cover ivory 230 gram full colour, jilid lem panas (soft cover) dan shrink bungkus plastik.

Harga Buku

Sebelum melakukan pembayaran, cek ketersediaan stock kepada admin. Jika buku out of stock pengiriman membutuhkan waktu – 3 hari setelah pembayaran.

Rp 110.000

Rp 98,900

Tentang Penulis

Renita Donasari, M.Pd., dkk