MENJADI GURU MENJADI MANUSIA Menemukan Makna, Menyalakan Jiwa, Merawat Asa dalam Dunia Pendidikan - Catatan Pinggir Seorang Guru
Temukan kehangatan, kegelisahan, dan makna menjadi guru dalam buku ini sebuah perjalanan yang mengingatkan kita bahwa mengajar bukan sekadar profesi, tapi panggilan hati untuk tetap menjadi manusia.

Dari ruang perpustakaan yang sering bocor pas hujan turun
“Menjadi guru itu mudah. Tapi menjadi guru yang tetap manusia, itu perjuangan.”
Kalimat itu mungkin terdengar sederhana, tapi bagi saya, di sanalah letak seluruh isi buku ini berlabuh.
Kita hidup di zaman yang serba cepat—segala sesuatu terukur oleh angka, laporan, dan sistem digital. Tapi di balik semua itu, ada satu hal yang pelan-pelan kita lupakan: bahwa guru bukan sekadar pengisi target kurikulum, bukan sekadar pelaksana administrasi sekolah, bukan pula sekadar pengumpul nilai rapor. Guru adalah manusia—dan tugas utamanya bukan hanya mengajar, tapi menjadi.
Dari Kelas ke Kesadaran
“Mengajar itu bukan cuma soal transfer ilmu, tapi perpindahan keberanian.” — Penulis, sambil ngopi di ruang guru
Saya tidak tahu persis kapan pertama kali merasa: “Mengajar itu aneh juga, ya.” Aneh dalam arti mulia. Karena setiap hari, kita berdiri di depan sekelompok manusia muda, yang pikirannya terus berkembang, hatinya sensitif, dan masa depannya belum ditentukan. Kita berdiri di sana, bukan hanya untuk menjelaskan isi buku, tapi juga—entah kenapa—menjadi rujukan moral, penenang suasana, bahkan kadang tempat curhat yang tidak tertulis dalam jobdesk.
Dan di situlah keajaiban (juga kegilaan) profesi ini: guru tidak hanya mengajar mata pelajaran. Guru juga diminta jadi mata hati.
Buku ini lahir bukan karena saya sudah jadi guru sempurna. Sebaliknya, buku ini justru lahir karena saya sering merasa tidak cukup. Sering lelah, bingung, tertawa, dan kadang ingin kabur dari rapat koordinasi. Tapi tetap kembali. Tetap masuk kelas. Karena di sana, ada yang tidak bisa dijelaskan dengan angka: hubungan antar manusia.
Buku ini juga lahir dari ruang-ruang permenungan. Dari kelas yang gaduh hingga sunyi. Dari obrolan ringan di kantin sekolah sampai tatapan mata siswa yang diam-diam menyimpan cerita. Ini bukan buku teori, tapi catatan hidup. Sebagian berupa refleksi, sebagian lagi mungkin hanya gumaman. Tapi semuanya ditulis dengan satu harapan: agar kita, para guru, bisa terus ingat bahwa pekerjaan ini adalah panggilan jiwa, bukan sekadar profesi.
Buku ini adalah kumpulan catatan—sebagian ditulis setelah jam pelajaran usai, sebagian muncul di kepala saat naik motor pulang. Ada yang filosofis, ada yang jenaka, ada yang getir, ada yang penuh harapan. Saya berbicara tentang siswa, tentang guru, tentang sistem, dan tentang keberanian tetap menjadi manusia di ruang kelas.
Saya tidak sedang menulis untuk menggurui. Saya sedang mencoba menyapa, barangkali juga sedang mencari teman seperjalanan. Guru-guru yang terus bertanya, bukan karena ragu, tapi karena sadar—bahwa mengajar itu adalah bentuk pencarian yang tak pernah selesai.Teman yang juga lelah, tapi tidak ingin menyerah. Teman yang masih percaya bahwa pendidikan itu urusan hati, bukan hanya soal metode. Di halaman-halaman buku ini, kamu akan bertemu Freire, Rumi, Fromm, Maslow, Kabayan, dan tentu: suara-suara dari ruang kelas yang kadang lebih jujur dari seminar pendidikan manapun.
Saya tidak berharap buku ini mengubah dunia. Tapi kalau setelah membacanya kamu jadi ingin mengajar dengan lebih sadar, lebih lembut, dan lebih liar dalam berpikir—itu sudah lebih dari cukup.
Karena pada akhirnya, seperti kata seorang siswa kepada saya:
“Pak, guru itu kayak cermin—kalau mukanya ceria, kami ikut tenang. Kalau wajahnya bingung, kami ikut gelisah.”
Maka saya tulis buku ini sebagai cermin. Semoga kamu bisa melihat sedikit dirimu di dalamnya. Dan kalaupun tidak, semoga kamu merasa ditemani.
Judul buku ini—Menjadi Guru, Menjadi Manusia—adalah undangan. Undangan untuk berhenti sejenak, merenung, lalu bertanya: “Apakah aku masih utuh sebagai manusia dalam peranku sebagai guru?”
Kalau kamu pernah merasa hilang arah, kehilangan makna, atau sekadar ingin diingatkan bahwa kamu tidak sendiri—maka buku ini untukmu.
Selamat membaca & Terima kasih sudah membacanya. Semoga kita semua tetap bertumbuh. Tetap belajar. Tetap menjadi manusia.
Dan jangan lupa: mengajar bukan cuma soal metode, tapi tentang memilih mencintai, meski tak selalu dimengerti.
Dapatkan Bukunya Sekarang Juga!
DAFTAR ISI






Spesifikasi Buku

Cetakan I, Juli 2025; 272 hlm, ukuran 14,8 x 21 cm, kertas isi HVS hitam putih, kertas cover ivory 230 gram full colour, jilid lem panas (soft cover) dan shrink bungkus plastik.
Harga Buku
Sebelum melakukan pembayaran, cek ketersediaan stock kepada admin. Jika buku out of stock pengiriman membutuhkan waktu – 3 hari setelah pembayaran.
Rp 120.000
Rp 110,000
Tentang Penulis
