Samudrabiru – Dekade EfSD (Education for Sustainable Development ) 2005-2014 yang dicanangkan oleh PBB, dipahami sebagai gerakan Pendidikan untuk Pengembangan Berkelanjutan. Konsep EfSD/ESD ini dimaksudkan untuk menjamin setiap orang mempunyai kesempatan pendidikan yang berkualitas sehingga siswa dapat belajar tentang nilai, sikap, serta gaya hidup yang mendukung masa depan yang berkelanjutan dan untuk mewujudkan perubahan cara pandang masyarakat yang positif (UNEP, 2006; Alsaid, 2009).
Konsep ‘sustainability’ awalnya diangkat sejak 1987, ketika Brundlandt dalam bukunya “Our Common Future” mengenalkan konsep pembangunan berkelanjutan, yang memberikan penekanan pada keadilan pembangunan antar generasi. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan atau ESD inilah (Environmentally Sustainable Development) yang mendasari EfSD. Berbagai persepsi tentang ESD yang berkembang, di antaranya adalah: pemahaman keadilan sosial dan perkembangan sesuai daya dukung lingkungan (Daly, 1996 dalam Blewitt & Cullingford, 2004), dan pendekatan ekosistem (Rist, 1999 dalam Blewitt & Cullingford, 2004). Dengan tetap adanya masalah degradasi lingkungan maka persepsi ESD lebih pada pendekatan moral masyarakat (Hattingh, 2002) untuk mengubah pola pandang masyarakat dalam mengatasi problem lingkungan. Selanjutnya pada awal abad 21 diusulkan pada Rapat Umum PBB tahun 2002, diputuskan UNESCO memimpin penyebaran misi ESD melalui aksi Dekade ESD (www.unesco.org/education/desd).
Konsep EfSD memuat sifat futuristik, memandang segala aktivitas yang dilakukan saat ini adalah investasi untuk generasi yang akan datang (Sudibyo, 2008), dengan beberapa kata kunci yaitu: matra ekonomi, keadilan, lingkungan, dan keragaman. Selain itu kata kunci ESD untuk aspek air, energi, kesehatan, pertanian, dan biodiversitas (UNEP, 2006), sehingga aktivitas ESD erat terkait dengan gerakan reuse, reduce, dan recycle.
Selaku pendidik, kita tidak hanya dituntut untuk mencerdaskan anak didik semata, melainkan kita juga dituntut untuk mengasah hati dan membekali moral sedemikian rupa sehingga lulusan mampu mengadopsi konsep, nilai, dan praktik perilaku untuk pengembangan yang berkelanjutan (Sudibyo, 2008; Sancayaningsih, 2009). Dengan terasahnya kecerdasan otak dan hati anak didik, maka cipta, rasa, dan karsanya akan tersinergikan dan teroptimasikan untuk menjawab permasalahan dan tantangan generasi pada 10 tahun mendatang (Sancayaningsih, 2009). Karena hakikat EfSD adalah mengintegrasikan prinsip dan nilai keberlanjutan dan memastikan setiap orang mempunyai kesempatan belajar tata nilai, perilaku dan pola hidup di berbagai aspek pendidikan dan pembelajaran (UNEP, 2006), maka pengintegrasian konsep ESD ini lebih mendorong pembentukan karakter bertanggung jawab bagi semua individu. Terdapat pesan perlunya re-orientasi pendidikan yang lebih menekankan dan mendorong pada perubahan perilaku (outcome) untuk keberlanjutan generasi yang akan datang.
UNESCO memberikan 4 pilar pendidikan dalam pembelajaran, yaitu:
1. Pembelajaran untuk memahami konsep (learning to know)
2. Pembelajaran keterampilan (learning to do)
3. Pembelajaran jati diri dan profesionalisme (learning to be)
4. Pembelajaran untuk hidup di masyarakat (learning to live together)
Jika pilar pendidikan tersebut dihubungkan dengan konsep keberlanjutan, maka konsep life long learning dapat diacu. Lifelong learning adalah pengembangan potensi diri melalui proses suport yang kontinyu dalam menstimulasi dan memberdayakan individu agar memperoleh pengetahuan, nilai, keterampilan, dan pemahaman untuk kehidupannya kelak (Blewitt & Cullingford, 2004). Selanjutnya, konsep pemberdayaan terkait dengan aplikasi pengetahuan seseorang dengan penuh percaya diri, kreativitas, dan terefleksikan di seluruh peran dan kesempatan serta lingkungan kerjanya.
Pemahaman tentang ESD (Enviromentaly Sustainable Development) sejak abad 19 telah banyak diangkat, terutama di Negara maju, seiring dengan makin tingginya tekanan terhadap kerusakan lingkungan. Gerakan ESD yang awalnya dipicu dengan ketimpangan antar generasi, ketimpangan sosial, daya dukung ekosistem, dan pada abad 21 isu ini telah bergulir menjadi isu moral. Oleh karena itu, sejak awal abad 21, oleh PBB isu lingkungan di dunia dititik beratkan pada pendidikan dengan istilah baru EfSD (Education for Sustainable Development) dan kegiatannya dikoordinasikan di bawah UNESCO.
Buku tentang implementasi EfSD ini menjadi penanda komitmen Fakultas Biologi kepada Biodiversitas Tropika sesuai dengan visi dan misi Fakultas Biologi UGM, dan sebagai bentuk kontribusi Tim EfSD UGM di dekade EfSD UNESCO tahun 2004–2014
Judul Buku : Konsep dan Implementasi Penelitian Pembelajaran Kooperatif.
Penulis : Dr. Suhirman, M.Pd.
Penerbit : Samudra Biru
Cetakan : I November 2018
Dimensi : x + 288 hlm. ; 14 x 20 cm.
Harga : Rp