Membaca ke-16 judul cerpen Naufal Cakradana yang kemudian dibingkai dalam buku antologi cerpen
berjudul Isyarat Semesta ini akan menemui banyak hal informatif baik dalam hal gagasan ide cerita maupun kosakata. Meski berbicara cinta pada pengertian umum, namun penulisnya tak kehilangan bahan untuk mengeksplorasi detail tema. Setiap cerpennya memiliki latar, tokoh, dan tema yang berbeda-beda, tidak terjebak dalam kata ‘cinta’ yang sempit.
Cerpen ‘Aura Aruna’ umpamanya, memadukan imajinasi warna dan manusia, mengenai nasib, hampir seperti drama Korea, namun disampaikan dalam kehidupan di Indonesia. Maraknya budaya pop
Korea dewasa ini yang digandrungi anak muda, mungkin akan mempengaruhi anak muda untuk turut menuliskan kisah, sebagai inspirasinya ya cerita ‘drakor’, hanya saja umumnya terjebak pada
budaya Korea itu sendiri, diperlukan skil matang seperti Naufal untuk mengolahnya menjadi berlatar budaya Yogyakarta.
Naufal memiliki kemampuan menulis yang sangat kuat dalam hal imajinasi, dimana tema yang menjadi judul dihadirkan dalam detail narasi cerita yang cukup teliti sebagai seorang penulis berusia
muda. Ia mampu menghadirkan kalimat untuk menggambarkan setting cerita dan penokohan yang kuat dan detail. Sebagai contohnya cerpen ‘Dalam Cengkeraman Kesempurnaan’ digambarkan dua sosok tokoh dengan sifat yang saling berbeda, tentang orang yang perfeksionis dan orang yang
spontan, Naufal mampu menghadirkan dua karakter tokoh yang kontradiktif pada mulanya, kemudian perlahan diubah pada kondisi encarian sifat karakter tokoh utama yang berubah, ini dihadirkan
secara detail dan logis.
Ada tiga kata kunci untuk melihat Naufal sebagai seorang penulis, kontemplatif, naratif dan diskriptif, serta imajinatif.Ketiganya selalu diramu dengan baik dalam tulisan cerpen-cerpennya kali ini. Karena kekuatan dalam hal narasi ini, bagi pembaca yang suka dengan tulisan enteng maka harus sering
mengerutkan dahi, karena Naufal suka berlama-lama dalam eksplorasi cerita, menghadirkan kedetailan, sehingga pembaca dituntut untuk sabar dan menyadari tautan ceritanya.
Dalam cerpen Layar Yang Tak Pernah Padam, penulis membahas mengenai dunia ponsel dan trend fomo atas aktivitas media sosial dan bagaimana si tokoh menghindarinya, sebagai kekuatan kontemplatifnya, penulis menhadirkan filosofi kehidupan menganai baik buruk, yang mempengaruhi tokoh utama dalam perkembangan karakternya dari awal cerita hingga akhir cerpen.
Hal lain, dalam cerpen Isyarat Semesta, yang menjadi ikon judul buku antologi ini, penulis sangat menceritakan perjalan spiritual tokoh utama yang ditunjukkan oleh teknologi googlemaps, saat
ke Bali. Tokoh utama menjalani kisah spiritual yang membimbing kepada jalan takdirnya. Sekiranya begitulah cerpen-cerpen ditulisakan Naufal dalam buku ini.
Kemampuan Naufal dalam mengekplorasi tema cerita, juga termasuk menangkap hal tematik yang sedang populer di masyarakat, seperti cerita hororo umpamanya. Maraknya film horor ditangkap dalam cerpen Naufal, maka dalam cerpen Kampung Keramat menghadirkan versi tulisan horornya keadaan kedalam sebuah cerpen, sebuah kepercayaan masyarakat mengenai urban legend diolah seperti kenyataan yang terjadi sesungguhnya di masyarakat, dihadirkan dalam untaian kata dan kalimat.
Ciri utamanya gaya penulisan Naufal, sekali lagi adalah narasi yang detail, namun tidak sia-sia dalam memilih kata. Meskipun kedetailan dalam bercerita sering menjadi momok penulis sehingga
pada akhirnya hanya mbulet muter-muter saja, bisa disiasati Naufal dengan memilih kata yang efektif, meskipun lamban jika dibaca namun pas dan tidak melelahkan karena tidak ada kata yang mubazir
